AMERIKA kembali memamerkan machoism-nya. Tiga pesawat penuh membawa pasukan AS mendarat di Somalia pekan lalu. Tujuannya, menyerang dan menangkap Jenderal Mohammad Farah Aidid. Pasalnya, 5 Juni lalu pasukan Jenderal yang menguasai wilayah selatan Somalia ini bentrok dengan pasukan perdamaian PBB, yang terdiri dari tentara Pakistan. Dalam bentrokan itu 23 tentara Pakistan tewas. PBB menyatakan insiden itu dimulai oleh pihak Aidid. Pihak Aidid, yang kini berebut kekuasaan dengan kelompok Ali Mahdi Mohammad, tentu saja menolak tuduhan itu. Kata juru bicaranya, insiden itu terjadi secara spontan. Maka sebuah aksi pun dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB. Para petugas sipil PBB ditarik, lalu dengan dukungan pasukan AS, Perancis, dibantu sejumlah pesawat tempur, markas Aidid digempur. Gagal. Tujuan utama menangkap Jenderal Aidid untuk diadili karena dianggap bertanggung jawab atas tewasnya 23 pasukan perdamaian tak kesampaian. Bahkan muncul protes dari beberapa negara, bahwa AS telah melakukan intervensi. Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher menjawab, operasi itu tak dilakukan oleh AS sendiri, bahkan operasi itu tak dipimpinh oleh Amerika. Melainkan, itu operasi bersama pasukan yang tergabung di bawah bendera Dewan Keamanan PBB. Apa pun sebenarnya yang terjadi, kasus ini menunjukkan bagaimana kepala dingin Dewan Keamanan PBB sangat diperlukan. Datangnya bala-bantuan dari AS itu memang mau tak mau mengesankan bahwa Amerika-lah yang berinisiatif, bukannya Dewan Keamanan PBB. Ini jelas merugikan citra lembaga internasional itu. Lihat, sehari setelah serangan, di Mogadishu, ibu kota Somalia, ratusan orang turun ke jalan membawa poster-poster ''PBB Pergi!'' Lalu mereka melempari markas PBB. Situasi bertambah panas karena pasukan Pakistan yang berlindung di belakang karung-karung menembaki demonstran. Konon 22 orang mati, 50 luka luka, di antaranya wanita dan anak-anak. Agak sulit dibayangkan oleh mereka yang tak menyaksikan insiden itu, seberapa terdesak pasukan PBB itu sehingga harus menembak. Mungkin juga pasukan ini mengalami trauma karena peristiwa bentrokan senjata dengan tentara Aidid Sabtu dua pekan lalu itu. Yang jelas, Jenderal Aidid memang punya reputasi buruk di mata Dewan Keamanan PBB. Yakni, sebagai pembunuh wanita dan anak-anak. Jenderal satu ini dituduh sering menggunakan wanita dan anak-anak sebagai perisai perang. Mungkin saja dalam insiden demonstrasi itu tentara Pakistan gugup karena menduga di belakang demonstran adalah pasukan Aidid. Tapi bisakah penjelasan seperti ini, bila memang benar, menenangkan rakyat Somalia? Yang pasti, citra Dewan Keamanan PBB sedang diuji di Somalia. Radio pihak kelompok Aidid terus melancarkan perang propaganda, menuduh Presiden Clinton mencampuri urusan dalam negeri Somalia. Tampaknya Radio PBB yang berbahasa Somalia di Mogadishu sulit melawan propaganda Radio Aidid. Kabarnya kebencian terhadap orang asing (Barat) dan kepada PBB marak di Mogadishu. Maka dari itu, sejak pekan lalu pegawai sipil PBB, diplomat asing, dan keluarganya berlindung di bunker-bunker di lantaibawah tanah markas tentara PBB. Yang celaka, lagi-lagi rakyat Somalia, yang selama ini masih tergantung pasok makanan dari PBB. Kembali kelaparan mengancam Somalia. ''Ini langkah mundur bagi upaya kemanusiaan,'' kata Mike McDonagh, pekerja sosial dari Irlandia, yang sejak beberapa waktu lalu berada di Somalia. Ind
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini