BENTROKAN berdarah sudah tak asing lagi di Teheran. Ribuan
pendukung Partai Republik Islam (PRI) bertempur di jalan raya
kota itu dengan kelompok pendukung Abolhassan Bani-Sadr. Baku
tembak tersebut semakin seru manakala pasukan Pengawal Revolusi
Pasdaran turun membantu kelompok PRI.
Sejak. Maret ada saja gontok-gontokan itu terjadi, menjelang
Ayatullah Khomeini akhirnya memecat Bani-Sadr sebagai Panglima
Angkatan Bersenjata, kemudian memecatnya sebagai Presiden Iran.
Pendukung Bani-Sadr dalam serangkaian bentrokan itu tampaknya
berasal dari kelompok Feda'iyin-e Khalq dan Mojahedin-e Khalq,
musuh bebuyutan kaum mullah. Keduanya jelas memotori perlawanan
Sabtu lalu, ketika lebih 30 orang tewas dan 200 lainnya
luka-luka. Kaum PRI menyebut keduanya sebagai kelompok kiri
berhaluan Marxis.
April 1980, pendukung PRI juga per nah berusaha menghabisi kaum
kiri. Ayatullah Khomeini ketika itu mengecap kelompok Mojahedin
sebagai "anti Islam dan Marxis tak ber-Tuhan," sesudah Mojahedin
tak mendukung calon PRI dalam pemilihan anggota Majlis
(Parlemen) Iran. Segera sesudah Khomeini mengutuk mereka, ribuan
Pasdaran bersenjata api bergerak ke kampus Universitas Teheran
yang dikuasai Feda 'iyin dan Mojahedin. Untuk pertama kalinya
kelompok kiri berani mengangkat senjata. Limapuluh orang kiri
tewas dan ratusan lagi luka-luka berat waktu itu.
Korban lebih banyak bisa dicegah setelah Presiden Bani-Sadr
turun menengahi. Diam-diam kaum kiri menaruh simpati atas upaya
presiden itu. Sudah sejak lama pula kelompok ini sesungguhnya
segan terhadap Bani-Sadr, yang bersama Ayatullah Mahmud
Taleqani, berusaha menjembatani perbedaan pendapat Mojahedin
dengan kaum mullah dari PRI. Sayang Taleqani yang dikenal
moderat, tewas ditembak, September 1979. Usaha serupa juga
pernah dilakukan PM Mehdi Bazargan di awal pemerintahan Iran
sesudah Shah terguling. Ia berusaha meyakinkan Khomeini bahwa
Mojahedin bukanlah kelompok yang anti lslam.
Tapi citra Mojahedin, yang Islam Marxis, tak bisa diperbaiki. Di
mata Khomeini ia tetap "anti Islam dan Marxis tak ber-Tuhan."
Juni 1980, untuk kedua kalinya Mojahedin disikat, kali ini
Khomeini bahkan menggunakan Hizbullah, pasukan bersenjata PRI.
Dan sesudah mendapat tekanan berulang-ulang, Mojahedin dilarang
dan jadi gerakan bawah tanah -- menyusul Partai Tudeh (Komunis)
dan Feda'iyin yang sudah dilarang sejak Agustus 1979. Ketika
Presiden Bani-Sadr dan Front Nasional mendapat tekanan dari
PRI, Feda'iyin dan Mojahedin memberikan dukungan dalam berbagai
demonstrasi di Teheran. Siapakah kaum kiri itu?
Kawan Revolusioner
Partai Tudeh: Didirikan 1941, Partai Tudeh yang jelas komunis
itu pernah mengaku punya pengikut 25 ribu di awal masa
pembentukannya. Ia kemudian hidup sebagai gerakan bawah tanah
sesudah (1949) Shah Pahlavi melarang aktifitasnya. Orientasinya
yang terlalu berat ke Moskow ternyata menyebabkan partai itu
terpecah-pecah, dan mengalami kemunduran hebat. Kekuatannya
muncul kembali menjelang (1979) tumbangnya Shah Iran. Nureddin
Kianuri, Sekjen Partai Tudeh, mengaku bahwa sejumlah pemogokan
yang dilancarkan buruh minyak -- terutama di ladang/minyak Ahvaz
dan kilang minyak Abadan -- dimotori oleh partainya.
Dari kelompok kiri, hanya Tudeh yang jelas mendukung upaya
pembentukan Republik Islam dan menyokong PRI sepenuhnya pada
pemilihan anggota Majlis. Ia menyebut Khomeini sebagai seorang
"kawan yang revolusioner". Tapi sikap oportunisnya itu
berkembang menjadi suatu konflik terbuka manakala ia mengecam PM
Bazargan yang menindas gerakan separatis Kurdistan.
Tudeh juga mengritik upaya PM Bazargan dan Menteri Luar Negeri
Ibrahim Yazdi yang berusaha mendapatkan suku cadang bagi
angkatan perang Iran, dari AS. Sikap anti-AS yang dikobarkannya
itu makin mendapat angin sesudah mahasiswa radikal menyandera
sejumlah staf Kedutaan Besar AS di Teheran, November 1979. Tapi
justru di masa itulah -- sesudah Tudeh dilarang -- organisasi
bawah tanah partai ini mencapai tatanan yang baik. Mardom, koran
Tudeh mempunyai 40 ribu pembaca, jauh lebih besar ketimbang
Jomhuriyeh Islam, koran PRI, yang hanya punya 20 ribu pembaca.
Feda'iyin-e Khalq: Ketika Partai Tudeh terpecah belah, enam
anggotanya (1963) diam-diam membentuk Feda'iyin-e Khalq (Pejuang
Rakyat). Beranggotakan kaum mahasiswa yang frustrasi, kelompok
ini lebih merupakan organisasi gerilyawan bersenjata. Ia sering
disebut sebagai kelompok sekuler berhaluan Marxis (Sosialis).
Adalah PLO (organisasi Pembebasan Palestina) yang pertama kali
memberinya latihan kemiliteran. Dari kamp PLO ini, 1.200
gerilyawan inti Feda'yin kemudian memperoleh latihan militer
akhir di RRC, Kuba dan Yaman Selatan.
Februari 1971, Feda'iyin menyerang pos polisi Siahkal, dekat
Laut Kaspia. Kelompok Feda'iyin yang lain, juga menyerang pos
militer dan merampok sejumlah bank. Dalam perkembangan akhir
1978, Feda'iyin lebih menonjol sebagai payung dari tiga
organisasi utama yang berintegrasi. Yaitu Fraksi yang pro Tudeh,
Fraksi Puyan, dan Fraksi yang pro teoritikus Bizhan Jazani
pendiri Feda'iyin.
Menjelang Revolusi Iran 1979, Feda'iyin dengan cepat
mengembangkan sayap. Pengikutnya terutama para mahasiswa teknik,
juga kaum pekerja di pabrik, kilang minyak, petani dan guru.
Kader intinya ditaksir berjumlah 5.000 orang. Dan yang mendapat
latihan kemiliteran dan bersenjata diperkirakan lebih dari 80
ribu. Ketika terjadi bentrokan dengan tentara Shah Iran, Januari
1979 155 orang Feda'iyin tewas -- sebagian besar mahasiswa.
Sebulan kemudian keIompok ini memotori penyerangan sejumlah
barang militer di Teheran.
Al-Fatah
Tapi setelah Khomeini mengambil alih kekuasaan, Feda'iyin
menghadapi persoalan serius. Para pemimpinnya yang tak pernah
memikirkan program politik, kini mau tak mau harus mengubah
organisasi gerilyawan bersenjata itu menjadi suatu kekuatan
politik. Dalam kebimbangan menentukan masa depan itu, kelompok
ini menolak mendukung konsep Republik Islam. Dan ketika kaum PRI
berhasil mengumpulkan kekuatan, markas Feda'iyin di Universitas
Teheran (Agustus 1979) diambil alih.
Sesudah aktifitasnya dilarang, Feda'iyin mundur ke wilayah
Kurdistan. Di sana mereka dengan bersenjata mendukung gerakan
separatis Kurdistan -- juga gerakan Turkoman. Sekalipun sejumlah
pemimpinnya sudah dibunuh, kelompok ini mengaku punya 500 ribu
simpatisan di Teheran -- atau 7-8 juta di seluruh Iran. Jika
diperlukan, ia bisa memobilisasi 100 ribu pendukungnya dalam
demonstrasi di Teheran seperti pernah dibuktikannya ketika
mendukung Bani Sadr, Sabtu lalu.
Mojaedin-e Khalq: Sesudah lepas dari Front Nasional, Sa'id
Mohsen dan dua sejawatnya (1965) segera membentuk Sazman-e
Mojahedin-e Khalq-e Iran (Organisasi Pejuang Kebebasan Rakyat
Iran). Ia lebih menonjol sebagai kelompok gerilyawan
Islam-Marxis. Latihan militer diperolehnya dari Al-Fatah,
kelompok bersenjata PLO. Aktifitas Mojahedin mulai tercatat
pertama kalinya ketika (1970) turut mengambil bagian bersama
Black Septemher menyandera sejumlah atlet Israel di Olympiade
Munich.
Di Iran, Mojahedin melakukan kegiatan militer pertama kali
dengan menembak mati (1973) sejumlah perwira AS yang
diperbantukan di Iran. Tahun 1975, Mojahedin pecah jadi dua
bagian: Sazman-e Paykar (Organisasi Pertempuran), sayap kiri
yang lebih Marxis, dan sayap kanan (Islam) yang dipimpin Masud
Rajavi, 32 tahun Kelompok Marxis Paykar diperkirakan punya
pendukung 10 ribu mahasiswa berbagai universitas. Sejak pecah
Revolusi Iran, Paykar merektut para pekerja pabrik, buruh ladang
minyak dan kaum miskin di pinggir kota menjadi anggotanya.
Sementara itu, Mojahedin Islam disebut mempunyai hubungan erat
dengan kaum bazaari. Sebagian anggota mudanya disebut pernah
pula memperoleh pendidikan di Sekolah Tinggi Keagamaan di Qom.
Kedua sayap Mojahedin ini diperkirakan mempunyai 100 ribu
pengikut bersenjata yang terlatih baik menghadapi perang
gerilya. Dalam bentrokan (Januari 1979) dengan tentara Shah
Iran, 57 orang dari kelompok ini tewas dan dihukum mati. Di awal
masa kejayaan Mojahedin dan Feda'iyin itu, Khomeini selalu
menghindari konfrontasi terbuka dengan keduanya.
Identitas Islam-Marxis yang disandang Mojahedin ternyata hanya
menimbulkan kesulitan belaka. Dalam pemilihan presiden . Iran,
Khomeinf menolak pencalonan Masud Rajavi -- karena Mojahedin
dituduhnya menolak Konstitusi. Khomeini kemudian juga menyebut
bahwa pemilu hanya boleh diikuti oleh orang-orang "yang 100%
Islam." Tentu saja Mojahedin tidak termasuk.
Usaha menyingkirkan Mojahedin dalam percaturan politik diulangi
kembali dengan melakukan berbagai tekanan fisik sampai akhirnya
dibubarkan. Di awal pelarangan kegiatannya itu, Presiden
Bani-Sadr, Maret 1980, pernah mengumumkan akan bekerja sama
dengan kaum Mojahedin. Tapi usaha itu mendapat kecaman pedas
dari kaum mullah yang menguasai PRI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini