TERIAKAN 'Allah Akbar' yang diselang-selingi 'Bunuh Bani-Sadr'
terus bergema di luar gedung Majlis (parlemen Iran) di Jalan
Khomeini, Teheran. Massa (sekitar 10 ribu orang) itu rupanya tak
sabar menunggu keputusan yang akan diambil Majlis. Hari Minggu
itu sidang Majlis sudah akan menentukan masa depan Presiden
Abolhassan Bani Sadr.
Kepada mereka kemudian melalui pengeras suara diumumkan bahwa
secara politik Bani-Sadr dinyatakan tidak berwenang lagi
melanjutkan tugasnya. Dan bagaikan ledakan, teriakan 'Bunuh
Bani-Sadr' makin meninggi.
Apa yang selama ini diinginkan kaum mullah yang tergabung dalam
Partai Republik Islam rupanya tercapai. Melalui hasil pemungutan
suara -- 177 anggota setuju, 1 menolak dan 1 blanko -- Bani Sadr
didepak secara konstitusional. Sementara itu 11 anggota lainnya
yang hadir tak ikut memberikan suara. Menurut konstitusi Iran,
dengan adanya keputusan Majlis ini, Ayatullah Khomeini selaku
Pemimpin Revolusi bisa mencopot Bani-Sadar dari jabatan
presiden. Memang itulah yang dilakukannya sehari kemudian, 22
Juni.
"Pemecatan Bani-Sadr akan membawa Iran kepada kediktatoran yang
mengerikan," kata bekas Menteri Perminyakan Ali Akbar Moinfar
ketika masih berlangsung perdebatan di Majlis. Adalah Moinfar
saja yang membela BaniSadr pada sidang hari pertama (Sabtu) yang
memakan waktu 51h jam.
Sidang yang berlangsung tanpa dihadiri Bani-Sadr itu agak
sepihak sifatnya. Semula ada rencana untuk memberikan kesempatan
yang sama kepada pihak yang pro dan kontra Bani-Sadr. Tapi
ternyata kesempatan itu tak pernah diberikan .
Bekas PM Mehdi Bazargan sebelumnya sudah menyatakan ia akan
memboikot sidang Majlis karena tidak diberikannya kesempatan
menyuarakan pendapat secara bebas. "Mereka (para mullah) ingin
melaksanakan mimpi sepihak," komentar Bazargan menanggapi
rencana kaum mullah mengadili Bani-Sadr. Dan ancaman yang sama
juga dihadapi kaum moderat lainnya. "Secara fisik kami semua ini
dalam keadaan bahaya," kata Bazargan.
Memang tanda akan diadilinya Bani Sadr sudah diungkapkan Ketua
Mahkamah Agung Ayatullah Beheshti beberapa hari sebelum Majlis
bersidang. Dalam suatu jumpa pers pekan lalu, Beheshti
menyatakan Presiden Bani-Sadr akan di hadapkan ke pengadilan
dalam dua perkara yang terpisah. Ia dituduh tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana yang ditentukan konstitusi.
Ayahtullah Mohammed Beheshti, 53 tahun, selama ini memang
dikenal sebagai lawan utama Bani-Sadr. Ia juga menjadi Ketua
Partai Republik Islam yang dikenal sebagai partai kaum mullah.
Karena pernyataan Beheshti itu, banyak pendukung Bani-Sadr
menganggap perdebatan dalam Majlis itu akan sia-sia. "Hukuman
terhadap Bani-Sadr sudah dijatuhkan lebih dahulu," kata Moinfar.
Sementara itu para petugas keamanan menghalang-halangi para
pendukung Bani-Sadr untuk hadir di Majlis.
Tragis
Terlebih dulu Bani-Sadr dicopot dari jabatan Panglima Tertinggi
Angkatan Bersenjata Iran oleh Ayatullah Khomeini. Kemudian
serangan kaum mullah semakin bertubi-tubi. Dan suatu bentrokan
fisik -- antara pengikut Bani Sadr dan Hisbullah, pasukan
bersenjata para mullah -- terjadi Sabtu lalu. Akibat kejadian
itu lebih 30 orang tewas dan sekitar 200 lainnya luka-luka.
Menyadari ancaman terhadap dirinya, Bani-Sadr menghilang. "Saya
tak tahu di mana dia dan keluarganya berada," kata Robabeh
Sakineh. Saudara perempuan Bani-Sadr itu seorang ahli fisika
nuklir. "Namun kami serahkan nasibnya kepada Tuhan, semoga Allah
melindunginya," ujar Sakineh.
Banyak bermunculan berita yang mengatakan Bani-Sadr sudah
meninggalkan Iran. Ada yang mengatakan ia melarikan diri ke
Turki. Ada pula yang menyebut ia bersembunyi di sekitar Teheran
secara berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain.
Tiga jam setelah keputusan Majlis, Jaksa Agung Ali Qoddousi
mengumumkan bahwa tidak benar Bani-Sadr telah meninggalkan Iran.
Langsung ia menghimbau rakyat Iran agar menangkap Bani-Sadr.
Dalam pernyataan itu Jaksa Agung menuduh Bani-Sadr melakukan
provokasi politik untuk menolak sistem Republik Islam.
Tragis. Benarkah itu? Bani-Sadr yang selama ini menganjurkan
pelaksanaan ekonomi Islam dituduh anti-Repblik Islam.
Abolhassan Bani Sadr, 48 tahun lahir dari keluarga mullah.
Ayahnya Ayatullah Sayed Nasrullah Bani-Sadr, seorang ulama yang
disegani. Ia berkenalan dengan Khomeini ketika sang Imam
menghadiri pemakaman Bani Sadr tua (1972).
Hubungan keduanya kemudian menjadi semakin erat ketika Khomeini
berkunjung ke Paris. Ia sempat tinggal di rumah Bani-Sadr. Dan
ketika Khomeini menetap sementara di Paris, sebelum Revolusi
Iran, Bani-Sadr jadi salah seorang pembantunya yang mengatur
berbagai pertemuan. Bahkan ketika TEMPO akan mengadakan
wawancara dengan Khomeini di Paris, 1 Februari 1979, adalah
Bani-Sadr yang memeriksa lebih dahulu daftar pertanyaan majalah
ini.
Hubungan baik itu pernah membantu Bani-Sadr terpilih sebagai
Presiden Iran. Dengan memenangkan 75% suara 18 bulan lalu, ia
memang tokoh yang cukup populer. Juga ia secara diam-diam
didukung oleh Mojahedin-e Khalg dan Feda'iyin-e Khalg, keduanya
kelompok sayap kiri. Dan karena Bani-Sadr terpojok akhir-akhir
ini, keduanya maju menghadapi kelompok Hisbullah dan Pasdaran
--Pasukan inti para mullah (lihat Kelompok Kiri yang
Islam-Marxis).
Maka Khomeini dalam satu pidatonya pekan lalu menuduh Bani-Sadr
bersekutu dengan kelompok radikal yang bergerak di bawah tanah.
Para pendukung Bani Sadr dinilainya sebagai 'kekuatan yang lebih
jahat ketimbang Syah Iran dan familinya'. Dan mungkin di sini
puncak pertikaian antara Bani-Sadr dan para mullah.
Selama ini Khomeini tak selalu berpihak pada PRI. Ia bahkan
telah sering membela Bani-Sadr. Terakhir sekali ketika ia
dicopot dari jabatan Panglima Tertinggi, Khomeini perlu
menjelaskan bahwa Bani-Sadr masih tetap presiden. Maksudnya,
tentu saja, menghindarkan salah pengertian.
Namun Khomeini, 81 tahun, mempertegas sikapnya ketika suara
Bani-Sadr memberi kesan melawan. Memang Bani Sadr menjawab
serangan kaum mullah dan menghimbau agar rakyat Iran siap-siap
menghadapi tirani. Siapa yang dimaksudnya dengan tirani tak
jelas. Seruannya itu dituduh Khomeini menghasut. Khomeini
menganjurkan agar Bani-Sadr meminta maaf.
Ternyata ia tak mau meminta maaf. Jengkel sekali rupanya. Pernah
dalam suratnya kepada Khomeini, ia menyesalkan sikap sang
ayatullah. "Saya kira sikap anda menghadapi saya tidak adil.
Saya tidak berbuat jahat terhadap anda dan tanah air. Saya telah
mencoba berlaku sejujur-jujurnya," tulis Bani-Sadr. Sekarang
mereka harus berpisah. Selama 18 bulan ia jadi Presiden Iran.
Sekarang ia dituduh pengkhianat.
Siapa pula nanti Presiden Iran yang baru? Menurut konstitusi,
selama 50 hari menunggu, kekuasaan berada di tangan triumvirat.
Yaitu Ayatullah Mohammed Beheshti (Ketua Mahkamah Agung), PM
Mohammad Ali Rajai dan Hajatoleslam Hashemi Rafsanjani (Ketua
Majlis).
Dan dengan munculnya tokoh PRI ini, pertarungan kekuasaan selama
ini selesai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini