Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pak abet, sampai di sini

Dpp pdi menarik kembali keanggotaan abdullah eteng sebagai anggota f-pdi di dpr. ia dianggap telah melangkah sangat jauh dari garis partai. (nas)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Pak abet, sampai di sini
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
YANG biasa dipanggil Pak Abet itu kini tak akan lagi bisa dijumpai di DPR. Dengan surat yang ditujukan Presiden bertanggal 6 Juni 1981, ditandatangani Ketua Umum Soenawar Soekowati dan Wakil Sekjen Jusuf Merukh, DPP PDI menarik kembali keanggotaan Abdullah Eteng sebagai anggota F-PDI di DPR dan mengusulkan dr. Panangian Siregar, Ketua DPD PDI Sum-Ut sebagai penggantinya. Eteng dengan begitu menyusul lima anggota F-PDI yang sebelumnya mengalami nasib serupa: Usep Ranawijaya, Abdul Madjid, Ny. D. Walandouw, Santoso Donoseputro dan Sulomo. Mereka berlima kena recall Februari lalu, hanya sebulan setelah Soenawar Soekowati berhasil memenangkan jabatan ketua umum . Mewakili daerah pemilihan Sumatera Utara, Abdullah Eteng, 66 tahun, dikenal sebagai wakil rakyat yang suka blak-blakan, membela nasib rakyat yang dianggapnya tersikut, terutama masalah tanah. Ia misalnya bicara lantang dalam kasus Gunung Bokor, Siria-ria dan Jenggawah. Hingga ada dugaan ia diganti karena sikapnya yang keras dan dianggap menyulitkan posisi DPP PDI. Tapi Ketua DPP PDI Hardjantho Sumodisastro membantah ini. Lantas beredarlah suatu cerita, bahwa penggantian Eteng hanya ekor dari suatu komitmen. Konon menjelang Pemilu 1977 tercapai persetujuan antara Abdullah Eteng, calon nomor 1 PDI di Sum-Ut, dengan T.D. Pardede yang menjadi calon nomor 3 (calon nomor 2 ketika itu adalah Sabam Sirait). Isi perjanjian tertulis yang disaksikan Sanusi Hardjadinata dan Usep Ranawijaya antara lain berbunyi begitu Eteng terpilih, jabatannya sebagai anggota DPR akan diserahkan pada Pardede sedang keanggotaan MPR tetap dijabat Eteng. T.D. Pardede juga membenarkan. "Perjanjian itu memang ada. Dan itu biasa dalam politik. Tapi sudahlah. Kalau Pak Eteng mau duduk, ya silakan," kata pengusaha terkenal di Sumatera Utara itu pada TEMPO pekan lalu. Hardjantho juga membenarkan adanya komitmen itu. Menurut dia, DPP lama tak pernah melaksanakannya. "Komitmen tetap komitmen. Kalau itu tidak dilaksanakan, siapa lagi yang bisa dipercaya? " ujarnya. Menarik kembali Eteng, menurut Hardjantho, berarti juga memenuhi aspirasi daerah pemilihan Eteng. Sebab pertengahan Mei lalu DPD PDI Sum-Ut mengirim surat, menyerahkan penyelesaian masalah Eteng pada DPP. Tapi menurut Ketua DPD PDI Sum-Ut, dr. Panangian Siregar, yang mendesak agar Eteng di-recall justru DPP PDI. Menurut dia, setelah Kongres II DPP meminta agar DPD PDI Sum-Ut mengirim surat yang isinya mendesak recalling Eteng. Karena DPD tak menanggapinya, DPP Maret lalu mendesak lagi hingga putusan masalah ini diserahkan pada DPP. Bekas Ketua DPP PDI Usep Ranawijaya mengakui menjadi saksi penandatangan perjanjian itu. Komitmen itu, menurut dia, dibuat karena ada pikiran agar Eteng dapat mengkhususkan diri memimpin partai di Sum-Ut. Tapi ternyata akibat banyaknya "gangguan", memimpin partai secara khusus ternyata tidak efektif hingga Eteng tidak terlalu perlu selalu harus ada di Sum-Ut. Kecuali itu, Pardede sendiri kemudian enggan menjadi anggota DPR dan tidak menuntut haknya. Ada alasan lain. Wakil Sekjen DPP PDI Jusuf Merukh mengungkapnya. Menurut penilaiannya, Eteng telah melangkah sangat jauh dari garis partai. "Eteng aktif bergerak ke cabang-cabang, mempengaruhi para tokoh PNI agar tidak mendukung PDI pada pemilu mendatang. Tak hanya itu. Aktivitasnya mengarah ke Golput. Dan ini sudah banyak yang tahu," ujar Merukh. Namun beberapa rekan Merukh di DPP sendiri ternyata tidak tahu. "Saya belum pernah mendengar hal itu. Yang saya dengar Pak Eteng tetap akan membantu PDI," katanya. Hardjantho juga membantah Merukh. Tatkala ditemui wartawan TEMPO Monaris Simangunsong Sabtu sore lalu, Abdullah Eteng sendiri tampak santai. Duduk di kursi plastik di teras rumahnya di jalan Medan - Tanjung Morawa kilometer 12,5 ia cuma memakai celana pendek dan bajunya dibuka. Sambil memandang pohon-pohon cengkih, kelapa dan rambutan di kebunnya yang terletak di seberang jalan depan rumahnya, ia berkata: "Saya sudah lama siap mental menghadapi recalling ini." Eteng tahu ia akan di-recall karena ia termasuk kelompok yang menentang dilangsungkannya Kongres II PDI Januari lalu. Diakuinya ia bergaul erat dengan "Kelompok Empat". Tentang recalling-nya ini Abdullah Eteng tak akan protes. Tapi ia ingin agar pimpinan PDI menjelaskan pada rakyat pemilihnya "apa salah saya". "Supaya jangan ada yang menafsirkan saya direcall karena terlibat PKI atau DI," ujarnya. Tampaknya Eteng memang populer di Sum-Ut. Apa rencana Eteng? "Saya akan jadi penulis. Duaratus limapuluh kilogram buku saya bawa dari Jakarta. Selama enam bulan ini saya mau memperdalam pengetahuan saya. Setelah itu saya akan menulis di suratkabar sebagai bukti perjuangan saya yang tak padam untuk rakyat," katanya. Ada lagi. "Saya punya kebun dua hektar. Itu akan saya kerjakan," kata bekas Bupati Asahan, Labuhan Batu, Tanah Karo, Deli Serdang antara 1946-1963 ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus