SUDAH lama terjadi ketidak-cocokan antara Peking dengan Hanoi.
Itu terjadi karena berbagai faktor: mulai dari sikap Vietnam
yang dianggap Peking kelewat rapat dengan Uni Soviet -- musuh
utama Cina, soal perang Kamboja-Vietnam, sampai pada sengketa
perbatasan yang selalu menjadi isyu pertentangan di beberapa
kawasan Asia. Namun, sebegitu jauh kedua negara komunis itu
selalu menghindari konflik terbuka. Bahkan, ketika terjadi
perang perbatasan beberapa pekan yang silam, baik pernyataan
Peking maupun pernyataan Hanoi tak menunjukkan sikap bermusuhan.
Tapi sikap menyembunyikan pertentangan di antara mereka akhirnya
berakhir juga. Dan penyebabnya barangkali masalah yang paling
sensitif buat RRC, yaitu masalah Cina perantauan atau yang lebih
populer dengan istilah hoakiao.
Peristiwanya bermula ketika RRC pada tanggal 24 Mei lalu menuduh
Vietnam telah melakukan tindakan-tindakan diskriminatif,
pengasingan dan penghukuman terhadap masyarakat Cina di Vietnam.
Pernyataan yang diucapkan oleh Direktur Urusan Hoakiao RRC, Liao
Cheng-chih, itu menuduh bahwa sejak awal Mei ini tak kurang dari
50.000 orang Cina perantauan telah dipaksa buat meninggalkan
tempat tinggal, pekerjaan dan harta milik mereka oleh para
penguasa Vietnam. Dan tak kurang dari 20.000 yang lain mendapat
perlakuan yang sama, sehingga mereka terpaksa mencari
perlindungan di tempat-tempat terdekat.
Persahabatan Tradisionil
Perintah pengusiran itu, katanya, datang dengan tiba-tiba.
Pasukan-pasukan keamanan Vietnam muncul saja dengan tiba-tiba di
tengah malam buta di perkampungan Cina. Orang-orang Cina itu
dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka tanpa alasan dan
pemberitahuan sebelumnya. "Akibatnya," demikian pernyataan dan
tuduhan itu selanjutnya, "banyak orang-orang terusir itu
terpaksa pergi hanya dengan pakaian yang melekat di badan
mereka, ketika mereka masuk ke wilayah Cina." Dikatakan pula
bahwa "proses pengusiran itu dilakukan dengan kekerasan,
sehingga banyak di antara mereka yang luka-luka karena pukulan."
Sebagaimana kebiasaan pernyataan protes RRC, pernyataan itu
diakhiri dengan peringatan dan tuntutan agar menghentikan
perlakuan tak adil terhadap golongan Cina dan segera
mengembalikan "persahabatan tradisionil Cina-Vietnam ke rel yang
benar." Karena kalau tidak, katanya kemudian "pemerintah Vietnam
harus menanggung segala akibat dari tindakan-tindakan keliru
itu."
Reaksi Vietnam pun cukup keras pula. Hanya sehari setelah
tuduhan RRC itu keluar, seorang pejabat Kedutaan Besar Vietnam
di Peking menyatakan bahwa tuduhan itu tak sesuai dengan fakta
sebenarnya. Tapi, sayangnya pernyataan itu tidak memperinci apa
yang disebutnya sebagai "kekeliruan RRC."
Apapun kejadian sebenarnya, tuduhan dan kontra tuduhan antara
kedua raksasa komunis Asia itu, menunjukkan sangat sukar bagi
Hanoi dan Peking buat berbaik kembali. Pada umumnya para
diplomat Barat di Peking sangat terkejut dengan kata-kata keras
yang digunakan Peking. Dan nampaknya sedikit sekali peluang bagi
keduanya untuk bisa berbaikan dalam waktu dekat.
Sementara itu sumber-sumber diplomatik yang mengetahui di ibu
kota Cina mengatakan bahwa dalam pembicaraan antara Zbigniew
Brzezinski -- penasihat Presiden Carter di bidang keamanan
nasional -- yang sedang mengadakan kunjungan ke Peking dengan
para pemimpin RRC, Cina sangat kritis sekali dalam menilai
Vietnam. Katanya, sikap Peking akan pertentangan Kamboja-Vietnam
sudah jelas. Ia memihak kepada Kamboja dan memberi cap Vietnam
sama halnya dengan Kuba yang telah menjadi alat ekspansi Uni
Soviet di Afrika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini