TAK kurang dari 1500 orang delegasi Partai Komunis Spanyol
berkumpul di Madrid pada pembukaan kongres partai tanggal 19
April yang lalu. Ini adalah kongres pertama diselenggarakan
dalam 46 tahun terakhir, setelah mereka bergerak secara
sembunyi-sembunyi selama pemerintahan Franco almarhum. Dan yang
menarik dari kongres ini adalah tindakan untuk menghilangkan
"bau" totalitarianisme ataupun sebutan "budak Moskow" atau
"boneka Peking" yang selalu melekat di tubuh setiap partai
komunis.
Justru isyu inilah yang jadi topik utama kongres, yang secara
jelas dikatakan oleh Santiago Carillo -- ketua partai -- dalam
pidato pembukaannya. Menolak sebutan dikendalikan Moskow,
Carillo mengatakan: "Kita akan menunjukkan kepada mereka bahwa
mereka salah duga. Bahwa pilihan lain yang merupakan partai
kelas pekerja yang Marxis revolusioner dan demokratis, artinya
bukan Stalinis dan bukan Sosial Demokrat, benar-benar pilihan.
Dan bukan cuma angan-angan. "Dan gejala ini yang di
negeri-negeri Eropa Barat lain baru mulai timbul, di Spanyol
sudah lama ada dan hampir jadi kenyataan," sambung Carillo pula.
Hal yang dihadapi Carillo, ditambah dengan kegagalan koalisi
sayap kiri meraih kemenangan dalam pemilihan umum di Perancis
belum lama berselang ternyata merupakan pencerminan dari suatu
problim cukup berat yang dihadapi partai-partai komunis Eropa
Barat. Kaum komunis Eropa Barat -- terutama yang ada di
Perancis, Spanyol dan Italia -- yang ideologinya populer dengan
sebutan Erokomunisme, menghadapi kesukaran seragam, bagaimana
meyakinkan orang bahwa cap Marxisme yang nemplok pada mereka
jauh berbeda dengan Marxisme Uni Soviet.
Memang telah bergerobak-gerobak pamflet dan buku-buku kecil
disebarkan ke segenap lapisan masyarakat. Itu untuk menunjukkan
gambaran bahwa Erokomunisme adalah komunisme liberal atau jauh
lebih jinak ketimbang ideologi semacam yang ada di Rusia dan
Eropa Timur. Apalagi kalau dibandingkan dengan Cina.
Bagaimana pun usaha peyakinan itu dijalankan, tak urung mereka
menghadapi tembok tebal. Hal inilah yang membuat kaum komunis
Eropa Barat selalu macet dalam usaha mereka menggapai kekuasaan.
Bahkan, boleh jadi keinginan untuk berkuasa itu tetap cuma jadi
angan-angan belaka.
Partai Komunis Perancis misalnya. Usaha mereka sejak akhir
Perang Dunia II untuk berkuasa hanya menghasilkan jumlah pemilih
berada di bawah 20% saja dalam pemilihan lalu. Partai Komunis
Spanyol sampai tahun lalu masih ilegal. Sekarang, walaupun
jumlah keanggotaannya berkembang dengan cepat, masih termasuk
kecil. Anggota-anggota barunya kebanyakan anak-anak muda belasan
tahun atau orang-orang yang sudah tua. Mereka hanya memperoleh
10% dari jumlah pemilih. Ini berarti cuma sepertiga saja dari
suara yang dicapai kaum sosialis.
Mengejutkanÿ20
Partai Komunis Italia kalau dilihat sepintas memang menunjukkan
kenaikan yang mengejutkan. Tahun 1946 mereka merebut 19% suara
dan dua tahun silam mereka mengumpulkan jumlah yang mendekati
34%. Partai Komunis Itali nampaknya merupakan satu-satunya
partai di Eropa Barat yang berhasil menarik golongan non-komunis.
Dalam pemilihan umum terakhir di negeri itu, Jenderal Nino Pasti,
bekas salah satu asisten Komando Tertinggi Urusan Nuklir NATO
mencalonkan diri sebagai orang independen dalam daftar calon
partai komunis. Ia menang.
Namun, walaupun Partai Komunis Itali dengan 1,8 juta anggotanya
merupakan partai komunis terbesar di Eropa Barat, ukuran ini
masih lebih kecil daripada keadaan setelah Perang Dunia II. Di
samping itu, karena berkoalisi dengan Partai Kristen Demokrat,
banyak sekali anggota golongan mudanya meninggalkan barisan.
Partai Komunis Itali memang dekat dengan kekuasaan, tapi mereka
belum berkuasa. Nampaknya keadaan ini akan tetap demikian selama
elemen-elemen tertentu dalam Partai Kristen Demokrat lebih suka
partai mereka terpecah daripada membiarkan orang-orang merah
masuk.
Tingkat Transformasi
Karenanya dapat dikatakan bahwa tak satu pun dari ketiga partai
itu punya kekuatan cukup untuk berkuasa dengan mengandalkan pada
kekuatan sendiri. Yang lebih penting lagi adalah kenyataan bahwa
tak satu pun dari ketiga partai itu punya kekuatan cukup untuk
berkuasa dengan mengandalkan pada kekuatan sendiri. Yang lebih
penting lagi adalah kenyataan bahwa tak satu pun dari ketiga
partai komunis itu telah melalui suatu tingkat transformasi
untuk membentuk aliansi kekal dengan elemen-elemen kiri lain
yang bukan komunis. Karena itulah kaum sosialis Eropa Barat
umumnya mengatakan bahwa partai-partai komunis itu tak akan bisa
berkuasa. Mereka cuma mampu mencegah golongan kiri lain --
antara lain kaum sosialis -- naik ke jenjang kekuasaan.
Pemilihan Umum tahun 1972 di Perancis memperjelas omongan kaum
sosialis itu. Tak lama setelah koalisi kiri antara komunis
dengan sosialis terbentuk, Georges Marchais yang sekjen Partai
Komunis Perancis segera saja mengadakan rapat rahasia dengan
komite sentralnya. Di sana ia mengatakan bahwa koalisi berarti
"perjuangan". Bukan perjuangan untuk mengganyang kaum
konservatif Perancis, tapi menghancurkan kaum sosialis. Tak
mengherankan kalau koalisi ini ambruk dan banyak anggota komunis
berang sekali dengan taktik yang dijalankan para pemimpinnya.
Kaum komunis Spanyol lain lagi. Seorang wartawan Madrid
mengatakan: "Santiago Carillo (pemimpin komunis Spanyol) sangat
hebat kalau ia minum sampanye dalam resepsi-resepsi dengan raja
Juan Carlos. Tapi ia tak mengerjakan apa pun hal-hal yang belum
dilakukan oleh pemimpin-pemimpin komunis terdahulu." Malahan di
kalangan istana, Partai Komunis Spanyol menjadi bahan ejekan.
Namanya jadi Partai Komunis Kerajaan panyol. Dan betul saja,
beberapa pekan silam, Santiago Carillo memutuskan hubungan
partainya dengan Kremlin.
Jadi transformasi macam apa yang diperlukan oleh kaum komunis
Eropa Barat kalau mereka mau berkoalisi dengan golongan kiri
non-komunis dan memperoleh kekuasaan? Jelas bahwa ketiga partai
itu telah merobah gagasan-gagasan tentang bagaimana memperoleh
kekuasaan. Dan hal-hal lain yang menyusul setelah kekuasaan ada
di tangan.
Mereka tak mau memaksakan cara yang dipakai di Eropa Timur --
sesuatu yang mereka sebut sebagai "keadaan yang tak seimbang
antara organisasi ekonomi dengan demokrasi." Sebagian karena
pengaruh martir mereka Antonio Gramci, pada umumnya mereka
setuju bahwa perubahan-perubahan revolusioner yang ingin
dilakukan mereka hanya bisa dilakukan apabila mayoritas mutlak
rakyat memang menginginkannya. Semboyan mereka kira-kira
berbunyi: "Reformasi sebanyak-banyaknya akan mengakibatkan
revolusi." Mereka percaya bahwa perubahan pelan-pelan sikap
rakyat banyak yang dikombinasikan dengan pemilihan parlementer,
akan membawa mereka ke kemenangan. Kebebasan "burjuis" semacam
kebebasan berbicara, pemerintah berdasar hukum dan lain
sebagainya tidak lagi dianggap sebagai tipu-tipu kelas. Revolusi
dengan kekerasan tak perlu lagi, malahan berbahaya. Revolusi
hanya akan menghasilkan hal-hal yang berada di luar jangkauan
sosialisme.
Aldo Moro
Sebagai golongan revolusioner, kaum Erokomunis nampaknya
ketinggalan jaman. Dalam kongres kaum pekerja di Napels bulan
Silam, tepuk tangan yang paling gemuruh dan panjang terdengar
ketika seorang pembicara mengutuk penculikan Aldo Moro oleh kaum
teroris kiri. Kantor pusat Partai Komunis Itali mengeluarkan
slogan yang bisa membuat Nixon berjingkrak kegirangan: "Hukum
dan ketertiban."
Namun di samping "liberalisasi" itu masih tertinggal sistem
organisasi dan ideologi Marxistis yang totaliter. Mereka masih
jadi tawanan apa yang dianut mereka. Marxisme-Leninisme. Dan ini
denoan mudah membimbin asosiasi orang ke totaliterisme, dan
membawa mimpi buruk tentang Stalin.
Jadi soalnya juga sekarang bagi Erokomunisme adalah bagaimana
merombak sebagian dari sistem -- maksudnya totaliterisme --
tanpa merobohkan semuanya yakni komunisme yang jadi asas
perjuangan. Persoalan ini belum bisa dipecahkan oleh ketiga
partai komunis di atas.
Hanya Santiago Carillolah yang barubaru ini secara terbuka dan
panjang lebar berani mengatakan bahwa Uni Soviet bukanlah
merupakan masyarakat sosialis dalam arti murni. Dan baru Partai
Komunis Spanyollah yang secara resmi meninggalkan jubah
Marxisme-Leninisme dan menggantinya dengan "Marxis demokratis
revolusioner."
Hanya dengan membuang esensi ideologi dan organisasi Marxis
serta memutuskan semua hubungan dengan Moskowlah satu-satunya
jalan bagi kaum Erokomunis bisa membentuk aliansi tetap dengan
golongan kiri non-komunis. Tapi di samping itu, kalau mereka
berani melakukan hal ini, pantaskah mereka mendapat sebutan
komunis? Tak heran dalam hal ini mereka masih ragu-ragu. Dan
selama itu pula, mereka akan tetap jauh dari pusat kekuasaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini