Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumat malam dua pekan lalu, situs WikiLeaks mendadak tidak lagi dapat diakses lewat alamatnya: Wikileaks.org. Apakah ini akhir dari situs pembocor informasi itu setelah pemiliknya, Julian Assange, ditangkap? Ternyata tidak. Ratusan ribu dokumen yang telah dibongkar WikiLeaks masih dapat diakses.
Terima kasih kepada para pengguna situs microblogging Twitter. Dokumen itu telah beredar di dunia maya lewat ribuan situs cadangan. Dengan menggunakan hashtag Twitter #imwikileaks, para pendukung WikiLeaks ini telah menyebarkan informasi lewat ribuan situs cermin. ”Silakan berangus kami, maka kami akan semakin kuat,” kira-kira itulah isi kicauan WikiLeaks.
Kicauan ini muncul di Twitter setelah pemilik domain EveryDNS.net, sebuah perusahaan Amerika Serikat, mematikan domain WikiLeaks, Jumat dua pekan lalu. WikiLeaks lalu memindahkan server ke Amazon. Namun Amazon segera membekukan karena WikiLeaks dinilai tidak memiliki hak mempublikasikan dokumen-dokumen tersebut.
Pada Minggu, WikiLeaks meluncurkan situs baru, Wikileaks.ch, menggunakan server Swedia. Hanya beberapa jam setelah WikiLeaks memiliki domain baru, tercatat 208 domain cadangan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hingga pekan lalu, tercatat setidaknya 1.240 situs cermin WikiLeaks dengan domain yang berbeda-beda.
Situs cermin hanyalah situs salinan dari WikiLeaks yang dikelola oleh server yang berbeda. Jika satu saja server dimatikan, baik oleh perusahaan pengelola server maupun otoritas hukum tempat server itu berada, situs akan menduplikasi diri—dengan mengubah domainnya. WikiLeaks kini seperti Sun Go Kong yang menggandakan dirinya.
Tidak cuma situs cermin yang menyebar bak cendawan di musim hujan. Situs pembocor informasi ala WikiLeaks pun bermunculan. WikiLeaks akan segera memiliki banyak teman sekaligus pesaing.
Pekan depan, sebuah situs pembocor informasi akan diluncurkan dengan nama OpenLeaks. Situs ini dikelola oleh sejumlah mantan anggota staf Julian Assange di WikiLeaks. ”Tujuan kami membangun dukungan bagi para pengembus informasi dalam hal teknologi dan politik,” kata Daniel Domscheit-Berg, pengelola OpenLeaks, kepada Forbes. ”Kami juga mendorong orang lain membuat proyek serupa.”
Mantan anggota staf Assange ini memutuskan mundur dari WikiLeaks karena berbeda pendapat dengan sang bos. Wartawan Australia ini dianggap lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Domscheit-Berg memilih keluar dan mendirikan organisasi sendiri bersama mantan staf Assange yang lain.
Seperti WikiLeaks, situs baru itu akan memungkinkan pembocor anonim mengirimkan informasi. Tapi OpenLeaks tidak akan menerbitkan informasi itu sendirian. Sebaliknya, OpenLeaks akan memungkinkan sumber menunjuk media atau organisasi nonpemerintah untuk mempublikasikan informasi tersebut.
OpenLeaks mengklaim hanya menjadi perantara netral tanpa agenda politik untuk meminimalisasi tekanan dari pemerintah. ”Dengan tidak menerbitkan dokumen secara langsung, kami berharap tidak mengalami tekanan politik seperti yang dialami WikiLeaks sekarang,” katanya.
Jadi OpenLeaks akan berfungsi sebagai kotak aman. Organisasi-organisasi tersebut dapat memilih menyimpan informasi rahasia itu di server mereka sendiri atau menitipkan pada OpenLeaks.
Bagaimana bila media atau penerima informasi tidak mempublikasikan informasi itu? Setelah waktu yang ditentukan oleh sumber, dokumen atau materi itu dapat dikirim ke media lainnya. ”Jika surat kabar tidak menerbitkannya, akan dibagi,” kata Domscheit-Berg. ”Mereka tidak bisa hanya menyimpannya di laci.”
Situs serupa muncul pula di Cina. Situs ini dikelola oleh sejumlah aktivis dengan meniru apa yang dilakukan Assange. WikiLeaks versi Cina ini akan segera diluncurkan pada Juni tahun depan. Harian The South China Morning Post menyebutkan situs ini juga akan membocorkan sejumlah informasi tentang tragedi Tiananmen.
Namun situs ini diragukan bahkan oleh Julian Assange sendiri. ”Saya telah melihat WikiLeaks versi Cina itu. Tapi menjalankan situs pembocor informasi tidak semudah yang dibayangkan,” kata Assange beberapa hari sebelum dia ditangkap. ”Bagaimana informasi yang diberikan itu bisa dipertanggungjawabkan?”
Ninin Damayanti (Forbes.com, Christian Science Monitor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo