Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenakan celana jins biru dan kaus rangkap dengan sweater hitam, remaja kurus itu tertunduk diam ketika digiring dua anggota militer bersenjata lengkap Meksiko, Jumat dua pekan lalu. Edgar Jimenez, 14 tahun, tampak tenang sewaktu dihadapkan dengan puluhan wartawan di kantor Kejaksaan Agung Meksiko di Cuernavaca.
Wajah polosnya membuat banyak kalangan tak percaya, remaja berambut keriting itu terlibat dalam kartel narkoba dan diduga menjadi pembunuh bayaran. ”Saya merasa bersalah. Saya dipaksa melakukan itu. Mereka akan membunuh jika saya tidak melakukannya,” katanya dengan tenang dan menunjukkan penyesalan. Suaranya terdengar halus.
Remaja yang dikenal sebagai El Ponchis alias bocah yang suka musik tekno ini ditangkap militer Meksiko di bandara di Cuernavaca, selatan Kota Meksiko. Dia bersama kakaknya, Elizabeth Jimenez Lugo, 19 tahun, Kamis malam dua pekan lalu itu, sedang mencoba naik pesawat ke Tijuana, kota yang berbatasan dengan Amerika Serikat. Mereka hendak pergi ke rumah ibu tiri yang tinggal di San Diego, California.
Namun upaya mereka gagal. Militer telah memburu El Ponchis sejak Oktober lalu, pada saat mereka menangkap enam tersangka anggota kartel Pasifik Selatan. Salah satu tersangka mengatakan pembunuh berdarah dingin dalam kelompok itu adalah Edgar Jimenez.
Para pejabat Meksiko menyatakan El Ponchis selama ini bekerja untuk bos kartel di Pasifik Selatan, Julio ”El Negro” Padilla, yang sedang berupaya mengendalikan perdagangan narkoba di Morelos. El Ponchis dikenal sangat keji. Dalam aksinya, ia dan kelompoknya tak segan memenggal leher korban. Kekejian El Ponchis terlihat dalam video yang beredar di Internet. Dari rekaman gambar terlihat sejumlah orang tergantung di jembatan Cuernavaca. Remaja itu disebut bertanggung jawab atas mutilasi organ vital dan kepala para korban yang digantung.
Cuernavaca adalah sebuah kota tempat bertarungnya dua kubu kartel narkoba paling terkenal di Meksiko. Mereka berebut wilayah Arturo Beltran Leyva, setelah pemimpin yang memegang wilayah tersebut dibunuh oleh militer pada Desember lalu.
Dengan suara lembutnya, El Ponchis mengatakan tak pernah menggantung mayat di jembatan. ”Saya hanya memenggal kepala mereka, tidak menggantung mayat di jembatan,” kata remaja yang menerima bayaran US$ 2.500 atau Rp 22,5 juta per kepala ini.
Menggantung mayat di jembatan di lokasi yang ramai merupakan praktek yang dilakukan kartel narkoba Meksiko untuk menakuti pesaingnya. Lebih dari 28 ribu orang tewas akibat kekerasan yang terjadi sejak Presiden Felipe Calderon menerjunkan tentara untuk memberantas kartel pada akhir 2006.
Penangkapan El Ponchis ini untuk kedua kalinya. Sebelumnya, dia pernah ditangkap oleh polisi tapi dilepas karena usianya masih di bawah umur. El Ponchis mengaku melakukan tindakan keji sejak usia 12 tahun—tatkala kartel narkoba Julio ”El Negro” Padilla membawanya. ”Saat itu saya hanya diberi dua pilihan, bekerja untuknya atau mati,” ujarnya.
Meski ia masih di bawah umur, pihak pengadilan tak mau kecolongan untuk kedua kalinya. Hakim Armando David Prieto Limon mengatakan kasus El Ponchis tetap akan diproses menurut hukum yang berlaku. Pelaku kejahatan di bawah usia 18 tahun akan dituntut dalam sistem hukum yang terpisah. El Ponchis akan menghadapi hukuman maksimal tiga tahun penjara.
Gubernur Morelos, Marco Adame Castillo, mengatakan, meski El Ponchis lahir di San Diego, dia tumbuh di lingkungan miskin di wilayah dekat Kota Cuernavaca. Pejabat Meksiko sedang memeriksa apakah ia punya kewarganegaraan ganda.
Juru bicara Kedutaan Besar Amerika, Alexander Featherstone, mengatakan pemerintah Amerika masih belum menentukan status kewarganegaraan El Ponchis. Namun pemerintah Amerika Serikat akan menawarkan bantuan konsuler. ”Jika dia benar warga negara Amerika Serikat,” katanya.
Jaksa Agung Pedro Luis Benitez membenarkan mudahnya anak laki-laki di Meksiko saat ini dimanipulasi. Karena kemiskinan di beberapa wilayah, sangat mudah mempengaruhi anak muda dengan iming-iming imbalan yang tinggi.
Para pengamat mengatakan kasus El Ponchis adalah bagian kecil dari aksi geng narkoba Meksiko yang semakin gila. Mereka mulai gencar merekrut pemuda untuk membantu pertempuran mereka.
Sylvia Longmire, mantan perwira Angkatan Udara Amerika Serikat dan analis intelijen senior yang mengkhususkan diri di Amerika Latin dan perang narkoba Meksiko, menuturkan, ”Sepertinya ini bukan yang terakhir kali kita mendengar cerita tentang anak-anak muda yang membawa senjata dan membunuh orang karena dibayar, dan mereka pikir itu keren.”
Suryani Ika Sari (AP, CNN, Dailymail, Guardian, Herald Tribune)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo