Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Samjhauta Express melaju dengan kecepatan sedang menuju perbatasan India-Pakistan. Tempat tujuan masih 8 km dari Delhi; penumpang masih tertidur lelap. Zubaida, seorang penumpang asal Sharanpur, ikut lelap dalam gerbong yang aman dan murah menuju Pakistan. Sejak dioperasikannya kereta hasil kerja sama Indian Railways dan Pakistan Railways pada tahun 2000 ini, perjalanan penumpang selalu nyaman.
Tepat pukul 23.45 waktu setempat, Zubaida terkesiap. Sekonyong-konyong ia mendengar bunyi ledakan disusul bola api yang menyala hebat. Di dalam kereta yang limbung, ia mendengar penumpang berteriak kebakaran, dan ia berusaha lari keluar gerbong. Zubaida melihat, saking paniknya, banyak penumpang jatuh. ”Saya akhirnya terjatuh dan mengalami luka di tangan,” katanya. Beruntung ia tidak termasuk penumpang yang tewas terbakar.
Pihak forensik kota Haryana, kota terdekat dari lokasi tragedi, menemukan tiga pipa bom, beberapa peledak, dan beberapa botol minyak tanah dalam dua buah koper. Tampaknya teroris ingin membuat kereta itu melaju dengan api berkobar. Dengan detonator mereka meledakkan bom ramuan sulfur atau nitrat yang mengakibatkan botol-botol minyak tanah pecah meluapkan api. Ini modus operandi baru. ”Idenya terlihat untuk mendapatkan efek kehancuran yang luas dengan membakar,” kata J.S. Mahanwal, Direktur Laboratorium Forensik, Rumah Sakit Kota Haryana.
”Serangan itu merupakan konspirasi untuk mengganggu harmoni komunal India serta mengganggu proses perdamaian antara India dan Pakistan,” kata Menteri Muda Dalam Negeri India Sriprakash Jaiswal.
Kereta api ini mengangkut kurang lebih 527 penumpang dari New Delhi menuju Lahore, Pakistan. Ledakan terjadi saat kereta api ini mendekati stasiun Deewana, satu jam setelah meninggalkan New Delhi. Korban tewas sebanyak 68 orang diduga karena terbakar atau lemas akibat menghirup asap. Dua gerbong yang terbakar ini pintunya memang terkunci, sementara jendela-nya ditutup dengan palang. Sebagian besar jasad korban ditampung di kamar mayat Rumah Sakit Panipat.
Alat transportasi umum agaknya salah satu sasaran favorit para teroris. Sebelumnya, 2005, sebuah bus perdamaian India-Pakistan sempat dilempar granat. Juli tahun lalu, serangan bom pada kereta api komuter di Mumbai menewaskan sekitar 185 orang. Efek politisnya, perundingan perdamaian antara India dan Pakistan sempat terhenti. Nah, ledakan kereta Samjhauta ini terjadi menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri Pakistan Kursheed Kasuri ke India guna mempercepat perdamaian kedua belah pihak.
Enam orang telah ditahan oleh kepolisian di Uttar Pradesh dan Rajasthan. Dua ditangkap di Uttar Pradesh dan empat lainnya di Rajasthan, termasuk pasangan suami-istri dari Bikaner. Dari pasangan ini pihak polisi mendapat keterangan yang mengarah pada dua orang lagi yang tertangkap di Bikaner. Sumber kepolisian mengatakan, seseorang yang kemudian ditangkap di kota kecil itu memiliki kesamaan sketsa wajah dengan buron yang dicari polisi Haryana. Saat ini polisi Haryana masih di Bikaner untuk melakukan investigasi lebih jauh.
Kepolisian India selanjutnya merilis sketsa dua orang yang diduga sebagai perencana peledakan bom. Mereka diperkirakan berada di kereta yang sama, namun sempat melompat ketika kereta melambat 15 atau 20 menit sebelum ledakan terjadi. ”Mereka termasuk kelompok yang militan, tapi kami belum tahu dari grup mana,” kata Sharad Kumar, polisi senior setempat.
Sementara itu, Perdana Menteri Pakistan hingga Kamis pekan lalu masih mengunci mulut untuk menyebut perkiraan-perkiraan pelaku bom Samjhauta Express menurut versi Pakistan. Bahkan untuk inisial pun pihaknya masih merahasiakan. Menurut dia, persoalan ini akan menjadi kontraproduktif jika terburu-buru mengatakan mereka dari golongan Hindu atau Islam, India atau Pakistan. ”Ini akan menghancurkan semua proses investigasi yang masih berjalan,” katanya.
Menteri Luar Negeri Pakistan berharap pihak India bersedia melakukan proses investigasi bersama. Ia berharap kerja sama ini segera terwujud sebelum kedua negara duduk semeja dalam pertemuan antiteror pada 6 Maret mendatang.
Andi Dewanto (AP/AFP/ndtv.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo