Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kisah dari <font color=#FF0000>Negeri Puing</font>

Inilah gempa terdahsyat yang menghantam Cile dalam 50 tahun terakhir. Tentara bersenjata lengkap pun diturunkan untuk mengatasi penjarahan yang kini marak.

8 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARUM jam baru menunjukkan angka 3.34. Sabtu pagi, 27 Februari lalu, sebagian besar warga San Juan Bautista masih lelap dibuai mimpi ketika Martina Maturana, 12 tahun, perlahan bangkit dari ranjangnya. Sayup-sayup ia mendengar suara ayahnya, Ignacio Maturana, berbicara dengan kakeknya, yang tinggal di kota pelabuhan Valparaiso, 500 kilometer dari San Juan, di telepon.

Tiba-tiba dia merasakan lantai di kamarnya bergoyang. Dari pembicaraan telepon, ia menangkap kakeknya menyampaikan: telah terjadi gempa bumi dan kini gelombang besar menghantam Valparaiso. Refleks, lewat jendela di kamarnya ia pun memandang ke arah pantai: perahu yang ditambatkan berderet-deret di dermaga tampak berbenturan, berderak-derak.

Gadis kecil itu segera berlari ke pusat kota, yang hanya berjarak setengah kilometer dari rumahnya. Dia menarik lonceng sekuat-kuatnya, membangunkan penduduk satu-satunya kota di Pulau Robinson Crusoe itu, sekitar tiga jam penerbangan dari Santiago, ibu kota Cile. Menyadari ancaman tsunami dari arah pantai, 800-an warga San Juan pontang-panting lari ke arah perbukitan.

Hanya berselang lima menit, tsunami meluluhlantakkan San Juan. Lima penduduk tewas dan sebelas hilang. Miguel Rojas, 38 tahun, beserta istri dan putranya selamat. ”Martina menyelamatkan hidup kami. Tapi kami kehilangan semuanya. Tidak ada lagi yang tersisa,” katanya. Kini kota itu tinggal tumpukan serpihan kayu dan puing.

l l l

GEMPA bumi kali ini merupakan yang terdahsyat dalam 50 tahun terakhir di Cile. Pada 1960, negeri itu pernah diguncang gempa berkekuatan 9,5 skala Richter yang berpusat di lepas pantai Canete, bagian barat Cile. Lindu itu tercatat sebagai gempa paling dahsyat sepanjang sejarah. Bandingkan dengan gempa yang memicu tsunami yang menghancurkan pantai Aceh, Thailand, Sri Lanka, hingga India, pada Desember 2004, yang berkekuatan 9,3 skala Richter.

Kali ini pusat lindu berkekuatan 8,8 skala Richter ini di lepas pantai, hanya delapan kilometer ke arah barat dari Kota Curanipe dan 115 kilometer barat laut Kota Concepcion, metropolitan kedua di Cile. Hingga akhir pekan lalu, menurut versi pemerintah, jumlah korban tewas 279 orang. Mereka memangkas jumlah korban, setelah sempat mengumumkan 802 orang tewas. ”Angka awal tidak akurat karena belum jelas yang meninggal dan yang hilang,” kata Patricio Rosende dari Kementerian Dalam Negeri Cile.

Bukan hanya angka yang tidak akurat. Walaupun sudah berpengalaman dengan bencana serupa, ketika gempa besar terjadi dan berpusat di lepas pantai, Angkatan Laut menyepelekan kemungkinan tsunami dan alpa memberikan peringatan. ”Angkatan Laut melakukan kesalahan,” Menteri Pertahanan Francisco Vidal mengakui. Kesalahan itu dibayar sangat mahal dengan ratusan korban tewas di sepanjang kota-kota pantai Cile yang diterjang tsunami.

Gempa sudah berlalu dan air sudah surut, lalu lahirlah chaos: penjarahan di mana-mana. Sebagian orang tidak sabar dengan bantuan yang lambat mengalir, sebagian yang lain memang berniat mencuri. ”Tidak ada alasan bertahan hidup jika yang mereka jarah itu kulkas,” ujar Presiden Cile Michelle Bachelet dengan geram.

Para penjarah itu menyerbu apa saja: supermarket, apotek, rumah sakit, bahkan pemadam kebakaran. Mereka, kata Miguel Reyes, Presiden Asosiasi Pemadam Kebakaran, pura-pura menelepon minta dikirimi branwir untuk memadamkan api. Ketika mobil pemadam kebakaran datang, penjarah merebut branwir dan menyedot habis airnya. Ketika sebagian penjarah itu kalap dan membakar sebuah toko, pemadam kebakaran tak berkutik. Tak ada lagi air tersisa di mobilnya.

”Saya terpana. Bukan hanya mereka yang kekurangan, mereka yang cukup mampu pun ramai-ramai mencuri,” kata Catalina Sandoval, mahasiswi di Kota Concepcion. Masing-masing tak peduli dan hanya memikirkan perut sendiri. ”Dan membiarkan yang lainnya makan seperti anjing,” ujar Leonardo Sanhueza, warga Concepcion lainnya. Untuk melindungi diri dari penjarah, warga setiap kampung membuat barikade dan berjaga-jaga dengan sepotong tongkat besi di tangan.

Untuk menghentikan penjarahan, Presiden Bachelet menerjunkan ribuan tentara bersenjata lengkap dan memberlakukan jam malam di beberapa kota, seperti Concepcion, Constitucion, dan Talcahuano. Kedatangan ribuan carabineros itu berhasil menekan para pencoleng.

Warga sipil Cile yang antimiliter kini berbalik memuji korps baju hijau itu lantaran polisi tak bisa berbuat banyak. ”Saya tidak mendukung Jenderal Augusto Pinochet, tapi sekarang ini mungkin kita membutuhkan seorang Pinochet,” kata Caroline Poblete, 34 tahun, ibu rumah tangga di Concepcion, dengan gemas. Pinochet adalah diktator yang berkuasa di Cile sejak 1973 hingga 1990.

Sapto Pradityo (El Pais, Independent, LA Times, BBC, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus