Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat Aboubakar Soumahoro masih remaja, di negara asalnya Pantai Gading, ia adalah penyemir sepatu. Ia pun bermimpi pergi ke Italia, mengisi lembar memo dengan gambar-gambar desain busana Italia yang dipotong dari majalah.
Baca: Italia Terbitkan Kebijakan untuk Memperkuat Hak LGBT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Soumahoro berhasil menjejakan kaki di Roma pada 1999, di usia 19 tahun. Namun kehidupan sebagai imigran di Italia, negara yang diidolakannya, sangat tidak mudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tidur nyenyak di jalanan sangat traumatis, terutama ketika saya menyadari bahwa ini adalah hasil dari keputusan politik yang menargetkan para migran," kata Soumahoro dilansir dari Reuters, Kamis, 13 Oktober 2022.
Kini, pria berusia 42 tahun itu telah menjadi warga negara Italia. Ia juga berkesempatan membuat keputusan politik untuk para migran karena Soumahoro tercatat sebagai salah satu anggota parlemen.
Dia memenangkan kursi di majelis rendah untuk partai Hijau dan Kiri dalam pemilihan nasional 25 September 2022. Dia berharap menorehkan jejaknya di barisan oposisi, menghadapi pemenang pemilu dari koalisi konservatif yang berjanji untuk menindak pencari suaka.
"Satu hal yang akan saya coba lakukan adalah memastikan bahwa tidak ada yang berakhir tinggal di jalanan seperti saya. Orang perlu diperlakukan sebagai manusia terlepas dari paspor apa yang mereka miliki," katanya, saat berbicara menjelang pembukaan parlemen pada 13 Oktober lalu. Dia akan menjadi satu-satunya anggota parlemen kulit hitam di majelis rendah yang terdiri dari 400 deputi, satu dari segelintir yang pernah terpilih dalam 160 tahun sejarah Italia.
Soumahoro mengatakan sambil tersenyum bahwa di parlemen, dia akan memiliki kulit terbaik hasil berjemur. Dia bersikeras bahwa dia akan berbicara atas nama orang miskin dan terpinggirkan, terlepas dari warna kulit mereka.
"Saya tidak ingin mewakili hanya satu bagian dari masyarakat. Saya ingin memastikan bahwa setiap orang, baik yang dirampas maupun mereka yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan, dapat mengenali diri mereka sendiri," katanya.
Terpilihnya Soumahoro adalah buah dari perjalanannya yang menakjubkan. Dia sebelumnya adalah pemetik hasil panen di ladang, memasang batu bata, bekerja di pompa bensin, belajar sosiologi di Universitas Naples dan menulis buku "Kemanusiaan dalam Pemberontakan".
Dia diam tentang kehidupan pribadinya. Dia hanya mengatakan bahwa dia memiliki anak kecil dan tetap berhubungan dengan keluarganya di Afrika. "Lebih penting untuk berbicara tentang kita dan bukan saya," katanya. Ia menambahkan bahwa politik Italia terlalu personal.
Dalam beberapa tahun setelah kedatangannya di Italia, ia menjadi seorang aktivis yang membantu para migran tanpa dokumen resmi, dengan fokus pada eksploitasi buruh tani. Dia kemudian mendirikan serikat pekerja yang mewakili pekerja pertanian.
Dia mengatakan partai-partai sayap kanan yang akan mengambil alih kekuasaan telah mempolitisir isu migran untuk keuntungan elektoral. Partai Brothers of Italy pimpinan Giorgia Meloni, yang memperoleh suara terbanyak bulan lalu, dan partai Liga pimpinan Matteo Salvini, berjanji memblokir migran perahu dari Afrika Utara. Mereka mengklaim akan mendahulukan orang Italia dibandingkan migran.
Baca: Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni: Menentang Aborsi, Tak Setuju Eutanasia, Anti-LGBT
REUTERS