Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berpidato di hadapan sidang gabungan Kongres AS, saat negaranya melancarkan perang di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Netanyahu pada Rabu menyampaikan pembelaan atas perang Israel, yang diluncurkan pada 7 Oktober, pada hari ketika Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina lainnya melakukan serangan ke wilayah Israel yang menewaskan 1.139 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perdana Menteri berbicara tentang sebuah rencana untuk apa yang ia sebut sebagai "Gaza pasca-perang yang telah diradikalisasi" namun hanya memberikan sedikit rincian selain pernyataan bahwa Israel akan mempertahankan kontrol keamanan atas jalur tersebut.
Jadi, apa saja klaim-klaim penting yang disampaikan Netanyahu dalam pidatonya, dan seberapa benar klaim-klaim tersebut? Al Jazeera melakukan pengecekan fakta atas pidato perdana menteri tersebut:
Mengenai Serangan Rafah
Netanyahu: "Ingat apa yang dikatakan banyak orang? Jika Israel masuk ke Rafah, akan ada ribuan, bahkan mungkin puluhan ribu warga sipil yang terbunuh. Minggu lalu, saya pergi ke Rafah. Saya mengunjungi pasukan kami ketika mereka selesai memerangi batalion teroris Hamas yang tersisa.
Saya bertanya kepada komandan di sana, "Berapa banyak teroris yang telah Anda hancurkan di Rafah?" Dia memberi saya angka pasti: 1.203. Saya bertanya, "Berapa banyak warga sipil yang terbunuh?" Dia menjawab, "Perdana Menteri, hampir tidak ada. Kecuali satu insiden, di mana pecahan peluru dari sebuah bom menghantam sebuah gudang senjata Hamas dan secara tidak sengaja menewaskan dua lusin orang, jawabannya adalah tidak ada."
Fakta-fakta: Sedikitnya 45 orang, termasuk anak-anak, terbunuh hanya dalam satu serangan ketika Israel menembakkan rudal ke sebuah kamp yang menampung para pengungsi Palestina di kota Gaza selatan pada akhir Mei lalu. Ketika adegan-adegan mengerikan dari pembantaian itu muncul, yang mengundang kecaman dari seluruh dunia, PBB mengatakan bahwa Rafah bagaikan "neraka di Bumi".
Pada saat itu, sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza berdesakan di kota tersebut dan daerah-daerah tetangganya setelah melarikan diri dari daerah kantong lainnya karena perang dan perintah Israel untuk mengungsi. Sejak 6 Mei hingga Rabu, Israel telah menewaskan lebih dari 4.300 orang di jalur tersebut dan berulang kali menyasar sekolah-sekolah dan "zona aman" yang ditetapkan Israel.
Israel juga menewaskan puluhan, bahkan ratusan orang di Rafah dalam serangan roket sebelum pasukannya memasuki kota tersebut.
Dan meskipun Netanyahu mengatakan bahwa militer Israel telah membunuh 1.203 pejuang Palestina, belum ada verifikasi independen atas pernyataan bahwa mereka yang digambarkan sebagai "teroris" memang merupakan individu-individu yang menjadi bagian dari kelompok-kelompok bersenjata.
Mengenai truk-truk bantuan ke Gaza
Netanyahu: "Israel telah mengizinkan lebih dari 40.000 truk bantuan masuk ke Gaza. Itu berarti setengah juta ton makanan. Dan itu lebih dari 3.000 kalori untuk setiap pria, wanita dan anak-anak di Gaza. Jika ada warga Palestina di Gaza yang tidak mendapatkan cukup makanan, itu bukan karena Israel memblokirnya. Itu karena Hamas mencurinya."
Fakta-fakta: Pada awal perang, Israel menerapkan blokade penuh terhadap Gaza yang sudah terkepung, yang mencakup larangan makanan, air, obat-obatan, dan pasokan penting lainnya. Meskipun hal ini agak dilonggarkan setelah adanya tekanan global, fakta di lapangan - seperti yang dilaporkan oleh PBB, liputan Al Jazeera dan organisasi-organisasi independen lainnya - sangat berbeda dengan apa yang dilukiskan oleh Netanyahu.
Sebelum perang dimulai, Gaza menerima rata-rata 500 truk bantuan per hari. Sejak perang dimulai, PBB telah mencatat total 30.630 truk bantuan - bukan 40.000 seperti yang dikatakan Netanyahu. Itu berarti rata-rata 104 truk per hari, hanya seperlima dari jumlah sebelum perang.
Dan berlawanan dengan klaim perdana menteri Israel bahwa ada cukup makanan untuk penduduk Gaza, para ahli PBB pada bulan Juli menyatakan bahwa kelaparan telah menyebar ke seluruh Gaza.
Mengenai Protes anti-Israel
Netanyahu: "Baru-baru ini kami mengetahui dari direktur intelijen nasional AS bahwa Iran mendanai dan mendorong protes anti-Israel di Amerika. Mereka ingin mengacaukan Amerika."
"Yang kami tahu, Iran mendanai protes anti-Israel yang sedang berlangsung saat ini di luar gedung ini - tidak terlalu banyak, namun mereka ada di sana - dan di seluruh kota. Nah, saya punya pesan untuk para pengunjuk rasa ini: Ketika para tiran di Teheran, yang menggantung kaum gay di crane dan membunuh para wanita karena tidak menutupi rambut mereka, memuji, mempromosikan dan mendanai kalian, kalian telah resmi menjadi idiot yang berguna bagi Iran."
Fakta-fakta: Netanyahu tidak memberikan bukti bahwa Iran mendanai para pengunjuk rasa.
Pada 10 Juli, Avril Haines, direktur intelijen nasional AS, mengatakan bahwa pemerintah Iran secara diam-diam mendorong protes di Amerika untuk memicu kemarahan sebelum pemilihan umum AS pada November.
"Iran menjadi semakin agresif dalam upayanya untuk mempengaruhi urusan luar negeri, yang bertujuan untuk menabur perselisihan dan merusak kepercayaan terhadap institusi-institusi demokratis kita," kata Haines.
Namun Haines tidak menyebutkan pendanaannya.
Protes anti perang meletus di kampus-kampus di seluruh Amerika Serikat dan di seluruh dunia pada bulan April. Ketegangan meningkat ketika polisi New York melakukan penangkapan massal selama protes di Universitas Columbia.
Mengenai penargetan warga sipil
Netanyahu: "Jaksa penuntut ICC (Mahkamah Pidana Internasional) menuduh Israel dengan sengaja menargetkan warga sipil. Apa yang dia bicarakan? Militer [Israel] telah menjatuhkan jutaan selebaran, mengirim jutaan pesan teks, melakukan ratusan ribu panggilan telepon untuk menjauhkan warga sipil Palestina dari bahaya. Namun pada saat yang sama, Hamas melakukan segala cara untuk membuat warga sipil Palestina berada dalam bahaya. Mereka menembakkan roket dari sekolah, dari rumah sakit, dari masjid."
Faktanya: Hingga Senin, militer Israel telah menandai 83 persen dari Jalur Gaza sebagai wilayah yang tidak aman bagi warga sipil Palestina. Bagian dari daerah kantong ini telah dinyatakan sebagai "zona terlarang" oleh Israel atau penduduknya telah diberi perintah untuk mengungsi, seperti yang dilaporkan oleh PBB. Seluruh lingkungan di Gaza utara telah dihancurkan, sementara "zona aman" di Gaza selatan menyusut.
Warga sipil yang mengungsi dari lingkungan mereka atas perintah Israel telah berulang kali mendapat serangan. Hal ini juga terjadi ketika pasukan Israel mengeluarkan perintah evakuasi yang berdampak pada 400.000 orang di Khan Younis pada hari Selasa.
"Perintah evakuasi dikeluarkan dalam konteks serangan yang sedang berlangsung oleh militer Israel dan tidak memberikan waktu bagi warga sipil untuk mengetahui dari daerah mana mereka harus pergi atau ke mana mereka harus pergi. Meskipun ada perintah evakuasi, operasi militer Israel terus berlanjut di dalam dan di sekitar wilayah tersebut tanpa henti," kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dalam sebuah siaran pers.
Israel juga sangat bergantung pada "bom bodoh", yang tidak dimaksudkan untuk mencapai target yang tepat tetapi menyebabkan kehancuran di wilayah yang luas. Pada bulan Desember, di tengah meningkatnya serangan di Jalur Gaza yang terkepung, sebuah penilaian intelijen Amerika Serikat mengungkapkan bahwa hampir separuh amunisi yang digunakan Israel di Gaza adalah bom tak terarah.
"Pengungkapan [bahwa] hampir setengah dari semua bom yang dijatuhkan di Gaza oleh Israel adalah bom bodoh yang tidak terarah benar-benar meruntuhkan klaim mereka untuk meminimalisir bahaya bagi warga sipil," tulis Marc Garlasco, seorang mantan penyelidik kejahatan perang untuk PBB di media sosial.
Ada juga beberapa contoh ketika tentara membunuh warga sipil tak bersenjata yang mengibarkan bendera putih. Pada Juni, OCHA merilis sebuah laporan yang mengatakan bahwa lebih dari 76 persen sekolah di Gaza membutuhkan "rekonstruksi penuh atau rehabilitasi besar-besaran". Secara terpisah, menurut pihak berwenang Palestina, 8.572 siswa terbunuh di Gaza dari tanggal 7 Oktober hingga 3 Juli.
Mengenai negosiasi gencatan senjata
Netanyahu: "Perang di Gaza bisa berakhir besok jika Hamas menyerah, melucuti senjata dan mengembalikan semua sandera, tetapi jika tidak, Israel akan berperang sampai kami menghancurkan kemampuan militer Hamas, mengakhiri kekuasaannya di Gaza, dan membawa pulang semua sandera."
Faktanya: Netanyahu telah berulang kali mengindikasikan bahwa ia tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang menetapkan penghentian perang kecuali jika Hamas dihancurkan. Tujuan untuk menghabisi Hamas telah digambarkan sebagai sesuatu yang tidak mungkin dicapai oleh Daniel Hagari, juru bicara militer Israel.
AL JAZEERA