Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Koalisi untuk masa depan

Setelah pemilu diumumkan, tampaknya kamboja menuju ke suasana aman. tentara rakyat kamboja siap bergabung dengan angkatan bersenjata kamboja dari pemerintahan hasil pemilu.

19 Juni 1993 | 00.00 WIB

Koalisi untuk masa depan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KAMBOJA tampaknya adalah sebuah negeri pernyataan. Khmer Merah menyatakan akan menggagalkan pemilu Hun Sen menyatakan pemilu di lima provinsi penuh kecurangan Sihanouk menyatakan berdirinya pemerintahan koalisi sementara antara Funcinpec dan Negara Kamboja, dan sejak itu tak ada lagi faksi-faksi. Yang paling mutakhir adalah pernyataan enam provinsi sebagai provinsi otonom. Dan segera saja Ranariddh, Ketua Funcinpec, yang menang pemilu, menyatakan enam provinsi itu tidak sah. Keenamnya harus kembali bergabung dengan pemerintahan pusat. Kalau perlu, ia akan mengerahkan tentara untuk memaksakan pemerintahan di enam provinsi tersebut. Bila kecenderungan membuat pernyatan itu terus berjalan, tampaknya Kamboja bakal aman-aman saja. Setidaknya dalam waktu tiga bulan ini, selama dewan konstituante bekerja menyusun konstitusi baru, yang dimulai Senin pekan ini dan selama itu masih ada pasukan perdamaian PBB. Pernyataan Ranariddh yang terdengar keras itu, umpamanya, tampaknya tak bakal benar-benar terwujud. Ini bukan karena Ranariddh tak berani mengirimkan tentaranya ke enam provinsi yang ''membelot'', melainkan karena pembelotan itu rasanya cuma setengah matang dan tak benar-benar kuat. Soalnya, pembelotan itu jelas didalangi oleh kelompok Negara kamboja, yang merasa bahwa di enam provinsi itu penghitungan suara dilakukan dengan curang dan membuat Partai Rakyat Kamboja, partainya Negara Kamboja, kalah. Tapi kemudian muncul pernyataan dari pimpinan Tentara Rakyat Kamboja, tentaranya Negara Kamboja, bahwa mereka bersedia melebur dalam sebuah angkatan bersenjata Kamboja bersama tentara dari kelompok Funcinpec dan kelompoknya Son Sann. Banyak pengamat berpendapat, perubahan sikap Tentara Rakyat Kamboja, yang selama ini de facto menjadi tentara Kamboja, menandakan kepemimpinan Hun Sen dan Chea Sim (Presiden Negara Kamboja) tak lagi sekuat sebelum pemilu. Melihat posisi Hun Sen belakangan ini, tak mengherankan bila Ketua UNTAC, Yasushi Akashi, menganggap enteng segala ancaman yang datang dari pihak Negara Kamboja terhadap UNTAC, pemerintahan transisi PBB di Kamboja. Misalnya, pekan lalu ratusan orang, kebanyakan tentara, polisi, dan milisi bersenjata pendukung faksi Negara Kamboja, unjuk rasa menentang kehadiran pasukan perdamaian UNTAC di Provinsi Kompong Cham dan Svay Rieng dua di antara enam provinsi yang ingin melepaskan diri itu. ''Itu cuma ungkapan kekesalan sejumlah orang yang tak puas,'' kata Akashi. Seandainya Tentara Rakyat Kamboja benar-benar berubah sikap, tak perlu lagi kini dicemaskan soal pemindahan kekuasaan dari Negara kamboja ke pemerintahan baru hasil pemilu nanti. Semula, banyak pihak khawatir, Hun Sen, yang partainya kalah dalam pemilu, tak bersedia menyerahkan kekuasaannya. Sebab, memang harus diakui, Negara Kamboja yang membawahkan sekitar 70% wilayah itulah yang sudah benar-benar siap menjalankan administrasi sebuah negara. Faksi yang lainnya, termasuk Funcinpec pemenang pemilu, praktis tak punya pengalaman itu. Sejak hampir 20 tahun lalu, kelompok tersebut, bersama Khmer Merah dan faksinya Son Sann, bergerilya di hutan. Tanpa dukungan tentara, sulit bagi Hun Sen bertingkah macam- macam. Meskipun seorang diplomat menilai Hun Sen bisa saja ''selicin junta militer di Myanmar'', kekuatan utamanya untuk memerkosa hasil pemilu tentu sulit dilakukan. Tapi mengapa Tentara Rakyat Kamboja berubah sikap? Tak banyak diungkapkan bahwa sebenarnya administrasi Negara Kamboja hampir bangkrut. Sejumlah pegawai negeri mengeluh bahwa pembayaran gaji mereka ditunda-tunda. Juga gaji polisi. Dan meski hanya terdengar satu-dua, tentara pun mengeluh soal pembayaran yang telat itu. Faktor kedua, tentu saja, terbukti hitam di atas putih bahwa rakyat Kamboja lebih mendukung Funcinpec daripada Partai Rakyat Kamboja yang didirikan oleh faksi Negara Kamboja. Ini menyiratkan bahwa rakyat Kamboja masih berharap kembalinya Pangeran Norodom Sihanouk ke kursi kekuasaan tertinggi. Ini memang pilihan yang sulit bagi rakyat, tapi setidaknya Sihanouk diharapkan bisa menyatukan semua faksi di Kamboja yang bertikai itu. Sihanouk terbukti bisa bekerja sama dengan Hun Sen. Lalu ia pun bisa memberikan toleransi kepada Son Sann, perdana menteri di zaman Presiden Lon Nol, tokoh kanan Kamboja yang mengkudeta Sihanouk. Dan kemudian hubungan Sihanouk dengan Khmer Merah mungkin lebih dekat dibandingkan dengan hubungan Sihanouk-Hun Sen. Ketika rezim Negara kamboja berkuasa karena dukungan Vietnam, Sihanouk-Khmer Merah-Son Sann membentuk satu koalisi. Dan koalisi inilah, sampai dengan Perjanjian Paris 1991, yang mewakili Kamboja di PBB. Yang penting, dikabarkan sudah ada kesediaan Pangeran Sihanouk diangkat menjadi Presiden Kamboja, nanti, setelah dewan konstituante menyelesaikan tugasnya. Komposisi anggota dewan itu didasarkan pada hasil pemilu. Karena itu, wakil dari Funcinpec paling besar meskipun tidak mayoritas. Jadi, setidaknya bisa diperkirakan bahwa suara Funcinpec akan mewarnai keputusannya nanti tentang konstitusi baru Kamboja. Berdasarkan konstitusi itulah, sebuah Kamboja yang aman bisa dibentuk. Ada yang berkata, bila saja ditemukan pemimpin-pemimpin baru dalam faksi Negara Kamboja serta faksi Son Sann, dan juga pemimpin baru dalam Khmer Merah, suatu pemerintahan koalisi Kamboja yang dipimpin oleh Funcinpec yang diterima semua pihak lebih mudah diwujudkan. Soalnya, pemerintahan koalisi tak bisa dihindarkan, karena Funcinpec tak menang secara mayoritas, yakni setidaknya merebut 80 kursi dari 120 kuris parlemen. Funcinpec hanya meraih 58 kursi, atau hanya menang tujuh kursi dibandingkan dengan Partai Rakyat Kamboja pimpinan Hun Sen itu. Lalu, meskipun Sihanouk diharapkan bisa menyatukan Negara Kamboja terutama Khmer Merah prakteknya tidak mudah. Duduknya tokoh Khmer Merah semacam Khieu Samphan dalam kabinet koalisi tentu hanya akan membuat risi Hun Sen atau Chea Sim dari faksi Negara Kamboja, yang mestinya juga diajak oleh Sihanouk. Masih belum bisa dibayangkan, bagaimana kekompakan kabinet koalisi ini bila di dalamnya duduk tokoh-tokoh Khmer Merah dan Negara Kamboja. Tapi, tak adanya tokoh Khmer Merah dalam kabinet hanya akan memancing pertempuran kembali. Meskipun, pertempuran itu mungkin tak akan seseru di masa lalu karena kekuatan Khmer Merah diduga sudah merosot. Maka, paling aman bagi Sihanouk adalah bila tokoh-tokoh baru dari Negara Kamboja dan dari Khmer Merahlah nanti yang duduk berkoalisi dalam kabinet. Mungkin, dalam masa damai karena masih ada tentara UNTAC, antara lain inilah kesempatan melobi faksi-faksi yang selama ini berkonfrontasi mencalonkan wakil-wakil mudanya untuk duduk dalam kabinet Kamboja nanti. Didi Prambadi dan Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus