Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Ancaman setelah pemilu

Pemilu di kamboja, bagi pbb, dianggap sukses. rakyat berduyun- duyun ke tempat pemungutan suara tanpa gangguan khmer merah. kekhawatiran muncul usai pemilu, pecah perang antara partai rakyat dengan funcipec dukungan pangeran sihanouk.

19 Juni 1993 | 00.00 WIB

Ancaman setelah pemilu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BAGI Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemilihan umum yang baru saja dilangsungkan di Kamboja dapat dianggap sukses. Lebih dari sembilan puluh persen pemilih yang terdaftar menggunakan hak pilihnya. Dan hebatnya, hampir tak seorang pun dari para pemilih diserang oleh pihak Khmer Merah, yang sebelumnya telah bersumpah untuk mengganggu jalannya pemilu. Pemilihan berlangsung dengan tertib, dan rakyat Kamboja tampaknya ingin mengekspresikan pandangan politik mereka secara rahasia, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Beberapa di antara mereka menempuh perjalanan sepanjang malam dari desa-desa yang terpencil agar tiba tepat saat tempat pemungutan suara dibuka pada pagi harinya. Hasil pemilu itu dapat dianggap menyenangkan atau membahayakan, tergantung sudut pandang yang dipakai. Dari sudut pandang itu, pihak yang kalah tampaknya adalah 1,4 juta pemilih, 45% dari keseluruhan pemilih, yang tidak memilih Partai Rakyat Kamboja, organ politik Negara Kamboja. Partai Rakyat Kamboja berharap dapat meraih suara mayoritas setelah 13 tahun berkuasa. Para pemimpin partai melihat Pemilu yang berlangsung sebagai suatu komedi, dan beranggapan bahwa para pemilih dapat dibujuk atau diintimidasi untuk menerima status quo yang ada berikut kekuasaan yang menyertainya. Ketika suara-suara yang masuk dihitung, partai tersebut hanya mendapat kurang dari 38%, bukan 70% atau 80% seperti yang mereka perkirakan. Mereka langsung menyatakan bahwa pemilu tersebut tidak sah, suatu tuduhan palsu yang langsung ditolak oleh pihak PBB. Mengapa partai tersebut kalah? Mereka telah lama berkampanye melawan musuh bebuyutan mereka, Khmer Merah yang memboikot pemilu, dan juga melawan partai nonkomunis terbesar yang dipimpin oleh Pangeran Norodom Ranariddh, Funcinpec. Slogan kampanye Partai Rakyat, antara lain, ''Memilih Ranariddh berarti memilih pembunuh'' untuk menunjuk pada Khmer Merah. Partai Rakyat pun berjanji, jika mereka menang tak akan ada pajak, dan perang melawan Khmer Merah akan diteruskan. Partai Rakyat memperkuat kampanyenya dengan kekerasan dan intimidasi. Lebih dari lima puluh pekerja partai-partai lain, kebanyakan dari Funcipec, terbunuh dalam enam bulan pertama tahun 1993. Tak seorang pembunuh pun dijatuhi hukuman. Pejabat UNTAC menuduh Partai Rakyat mendalangi sebagian besar pembunuhan itu. Dalam beberapa kasus, bukti-bukti memberatkan mereka. Seperti semua partai yang pernah berkuasa dalam sejarah Kamboja (ide tentang partai politik di Kamboja baru muncul kurang dari setengah abad), Partai Rakyat tidak memiliki peng- alaman tentang pluralisme, dan menganggap partai oposisi sebagai pengkhianat. Partai Rakyat didirikan dengan nama lain oleh pihak komunis Vietnam pada tahun 1979, ketika mereka menduduki Kamboja dan mengusir Khmer Merah. Para pemimpin Partai Rakyat, termasuk Chea Sim, Sekretaris Jenderal Partai, dan Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, adalah bekas pengikut Khmer Merah yang melarikan diri pada tahun 1978. Yakni ketika usaha pembersihan terhadap ''musuh-musuh Vietnam'' hampir membinasakan pergerakan Khmer Merah. Sedangkan negara-negara anti-Vietnam, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Cina, waktu itu mensponsori terbentuknya pemerintahan anti-Phnom Penh di pengasingan. Pemerintahan yang terdiri dari Khmer Merah, Funcinpec, dan kelompok-kelompok non- komunis lainnya yang lebih kecil. Ketika perang dingin berakhir, kelompok-kelompok kecil itu melebur dalam Negara Kamboja pimpinan Hun Sen. Kelompok yang besar tak mengacuhkan posisi mereka dalam percaturan politik Kamboja. Karena beberapa alasan, termasuk kewaspadaan yang berlebihan dan mandat yang tidak jelas, pemerintahan transisi PBB di Kamboja (UNTAC) tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Negara Kamboja ketika ''kekuasaan'' PBB terbentuk di Phnom Penh pada tahun 1992. Sudah jelas, UNTAC berharap melakukan hal yang terbaik. Tentara Partai Rakyat, yang seharusnya dilucuti oleh pihak PBB, tetap bersenjata dan kekerasan serta intimidasi yang mereka lakukan kurang terawasi. Karena latar belakang inilah maka hampir separuh rakyat Kamboja tidak memilih Partai Rakyat. Penolakan Partai Rakyat terhadap hasil pemilu memperlihatkan ketidakmampuan para pemimpinnya untuk memahami apa yang telah terjadi. Partai ini pun menuntut pemilu diulang di beberapa provinsi dan di Phnom Penh. Ketika usulan ini ditolak, mereka membentuk koalisi dengan Pangeran Sihanouk. Koalisi ini hanya berlangsung kurang dari 18 jam. Baru-baru ini beberapa provinsi mengancam akan ''mengundurkan diri''. Maksudnya, tetap berada di bawah kontrol Partai Rakyat jika Funcinpec mendapat peranan dalam pemerintahan Kamboja. Karena beberapa hal, termasuk belum dibayarnya sejumlah tentara Partai Rakyat, akan mendorong Partai ini bersedia membentuk pemerintahan koalisi transisional, atau sedikitnya perjanjian kerja sama dengan Pangeran Ranariddh, selama konstistusi baru disusun dalam beberapa bulan mendatang. Peranan Pangeran Sihanouk dalam perjanjian ini sangat penting dan tidak mudah diprediksi. Sang pangeran akan sulit dikontrol jika ia mencari akses untuk mendapatkan kekuasaan mutlak. Kecil kemungkinan Pangeran Sihanouk akan mendahulukan ambisi politik putranya daripada ambisi pribadinya. Jika ia gagal memadamkan perseteruan antara Partai Rakyat dan Funcinpec, partai yang ia dirikan pada tahun 1980, perang antara keduanya bisa pecah lagi. Bila ini terjadi, kemungkinan besar Funcinpec akan bergabung dengan Khmer Merah lagi, meski dengan setengah hati. Dan jika Sang Pangeran meninggalkan Kamboja, seperti yang sudah sering ia lakukan, situasi mendatang akan lebih memburuk. Pemerintahan yang akan muncul dari situasi tersebut kemungkinan besar akan menguntungkan Partai Rakyat, yang mengontrol sebagian besar wilayah Kamboja. Jadi, munculnya partai yang dominan, sebutlah Funcinpec, suaranya akan menjadi sia-sia, karena mereka melawan suatu rezim semacam yang ada di Myanmar pada tahun 1990. *)Penulis adalah direktur riset di Center of Southeast Asian Studies, Monash University, Australia, yang sudah menulis beberapa buku tentang Kamboja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus