Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kompromi masih alot

Konperensi damai timur tengah putaran keenam di washington belum menghasilkan sesuatu yang berarti bagi perdamaian israel dan negara-negara arab. delegasi palestina pesimis.

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA musuh besar bakal bertemu di meja makan, Yitzhak Rabin dan Hafez Assad? Leah Rabin, istri Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, yang dikenal jago masak, sudah menyatakan kesediaannya setiap saat memasak makanan untuk Presiden Suriah Hafez Assad. "Seandainya saya dapat menjamu Assad, saya sudah sangat siap," kata sang ibu negara kepada koran Israel Yedioth Ahronoth pekan lalu Tapi itu memang baru sebuah harapan. Konperensi Damai Timur Tengah putaran keenam di Washington, yang berakhir Kamis pekan lalu, belum menghasilkan sesuatu yang berarti bagi perdamaian Israel dan negara-negara Arab. Malah delegasi Palestina dengan terus terang merasa pesimistis. "Proses damai ini tak membawa apa-apa bagi bangsa Palestina, kecuali penderitaan. Padahal, kami sudah berusaha agar ada perubahan konstruktif," kata Hanan Ashrawi, juru bicara delegasi Palestina. Mengapa macet? Israel-Suriah: Masalah dua negara ini adalah Dataran Tinggi Golan. Dalam perundingan putaran keenam yang lalu, tahap tawar-menawar dicapai: apakah Golan diserahkan seluruhnya sekaligus seperti maunya Suriah, atau sebagian-sebagian seperti yang ditawarkan oleh Israel. Tapi tiba-tiba Rabin membekukan soal Golan ini. Antara lain karena ribut-ribut di Israel yang memprotes pengembalian Golan yang strategis dari sudut militer itu. Di sisi lain, Suriah pun direpotkan oleh kecurigaan delegasi negara Arab lain, terutama Palestina. Mereka khawatir bila terjadi kesepakatan Suriah-Israel, perundingan Israel dengan negara Arab yang lain akan terabaikan. Maka, Suriah diminta mengaitkan soal Golan dengan wilayah Palestina lain yang diduduki Israel. Dan tentu saja Israel menolaknya. Israel-Palestina: Soal pokok di sini adalah diterapkannya pemerintahan otonomi di Jalur Gaza dan Tepi Barat oleh warga Palestina. Yang menyebabkan dialog macet, ternyata Israel tak ingin menarik tentaranya dari wilayah itu meski otonomi sudah diberlakukan di dua wilayah tersebut. Tentara Israel baru akan ditarik setelah dua atau tiga tahun otonomi berjalan baik. Palestina pun curiga bahwa pihak Israel sebenarnya tidak serius mau mundur dari wilayah pendudukan yang dihuni 1,3 juta warga Palestina itu. Apalagi belakangan angin perubahan yang menguntungkan bangsa Palestina mulai macet di Israel. Pekan lalu, misalnya, Kementerian Kehakiman Israel menunda pengajuan RUU yang mencabut pelarangan kontak warga Palestina di wilayah pendudukan dengan PLO. Selain itu, delegasi Palestina mendesak agar Yerusalem Timur dibicarakan dalam Konperensi Damai. Ini sulit bagi Israel, sebab Knesset (parlemen Israel) sudah menggabungkan Yerusalem Barat dan Timur dan disahkan sebagai ibu kota Israel. Bangsa Palestina bercita-cita menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina. Israel-Yordania Masalah utama yang mengganjal perundingan kedua negara tetangga ini adalah soal pengungsi Palestina di Yordania. Dari 3,5 juta warga Jordania, 1,6 juta adalah pengungsi Palestina. Yordania berkeras, masalah pengungsi ini dicantumkan dalam perundingan di Washington. Dan Yordania juga memperjuangkan agar pengungsi Palestina diberi hak pulang ke Tepi Barat, Jalur Gaza, atau ke Yerusalem Timur. Israel-Libanon Israel menekankan pembicaraan pada kemungkinan pembentukan tim keamanan militer bersama Israel-Libanon. Tapi pemerintah Beirut bertahan dengan Resolusi PBB tentang penarikan mundur pasukan Israel dari Libanon Selatan Karena macetnya pembicaraan damai antardelegasi itu, para pengamat umumnya berpendapat bahwa jalan masih bakal amat panjang bagi solusi damai Tim-Teng. Apalagi, pertemuan damai ronde ketujuh, yang dijadwalkan sebulan penuh mulai 21 Oktober depan, bakal diselingi pemilihan presiden AS. Para pengamat umumnya berpendapat, pertemuan mendatang bakal tak menghasilkan apa-apa. "Kemungkinan adanya perubahan penguasa di Gedung Putih menyebabkan tak satu pihak pun mau mengajukan konsesi lebih dulu," kata seorang pengamat dari Institut Washington Kebanyakan pengamat yakin, pihak Arab dan Israel tak mampu mencapai perdamaian sendiri. Harus ada tokoh yang menjembatani. James Baker, menteri luar negeri AS yang kini meninggalkan posnya untuk memimpin kampanye pemilihan Bush, dinilai satusatunya tokoh yang mampu mendorong pihak Arab-Israel mencapai solusi damai. Khusus untuk kasus Suriah-Israel, Presiden Husni Mubarak dari Mesir tampaknya berpotensi besar sebagai tokoh yang mampu menjembatani Damaskus-Tel Aviv. Dua pekan lalu Presiden Assad mendadak terbang menemui Mubarak di Kota Iskandariah. Konon, Assad membahas kemungkinan perdamaian Suriah-Israel semacam yang pernah dilakukan Mesir pada masa Presiden Anwar Sadat. Dja'far Bushiri (Kairo) dan FS (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus