SEBUAH drama yang menentukan sedang ditunggu di Bosnia: adakah alam akan menghentikan permusuhan, atau sebaliknya. Alam itu adalah datangnya musim dingin, yang diperkirakan akan mulai jatuh pertengahan Oktober ini. Ini tentu saja sangat disadari oleh pasukan perdamaian PBB di sana. Tapi sampai pekan lalu penerbangan kemanusiaan, yang direncanakan tak saja membawa makanan, tapi juga selimut dan bahan bangunan, belum terlaksana. Meski sudah ada janji keselamatan dari tiga pihak yang bertikai di Bosnia, tak ada yang bisa menjamin misi penerbangan bantuan ini aman dari incaran roket, yang sampai kini masih berseliweran, misalnya di Sarajevo. Tanpa bantuan itu, musim dingin akan menjadi musuh yang lebih dahsyat daripada roket Serbia. Suhu bisa anjlok sampai minus 30 derajat Celcius di wilayah Balkan ini. Dalam kondisi hidup normal, musim dingin sudah merepotkan. Kini, selain makanan, selimut tebal, dan bahan bakar tak mudah didapat, juga hampir semua rumah dan gedung di wilayah-wilayah kantung yang masih dikuasai pemerintahan Bosnia tak lagi berjendela atau beratap. Bila lewat darat, pasukan PBB terdekat baru bisa sampai ke tujuan dalam dua minggu, kalau selamat. Ada empat jembatan yang lebih dulu harus diperbaiki sebelum truk-truk berat bisa lewat. "Kita harus berdoa agar musim dingin tidak datang terlalu cepat," kata Phillip Morillon, jenderal Prancis yang diberi tugas PBB untuk memimpin pasokan bantuan, pekan lalu. Sebelum pesawat Italia ditembak jatuh sebulan lalu, yang menyebabkan penerbangan bantuan kemanusiaan dihentikan sampai kini, PBB memasok rata-rata 180 ton makanan dan obat-obatan tiap hari. Ditambah 20 ton bantuan melalui darat. Menurut perhitungan, untuk memberi makan sekitar 380.000 penduduk yang terperangkap di Sarajevo di musim dingin, diperlukan 275 ton makanan per hari. Kalaupun jumlah kebutuhan di Sarajevo bisa dipenuhi, PBB masih harus memasok bantuan untuk 800.000 orang di seantero Bosnia lainnya, yang juga memerlukan bantuan. Lalu dibutuhkan 700 ton bahan bakar per hari untuk Sarajevo saja, untuk menghidupkan api pemanas. Di atas kertas, semua ini di luar kemampuan PBB. Jadi, bila PBB juga merencanakan memperbaiki rumah dan bangunan agar bisa dipakai berlindung selama musim dingin, tampaknya itu fantastis, sulit dilaksanakan, seandainyapun halangan dari Serbia tak ada. Adakah itu berarti kini orang-orang di Sarajevo pasrah pada maut yang segera menjemput mereka? Tuhan mahabesar. Kemauan hidup di wilayah yang hangus karena roket-roket musuh itu tak padam. Dikhabarkan, kaum ibu di ibu Kota Bosnia, yang sudah enam bulan terkepung itu, kini berlomba mengumpulkan kayu. Hutan di bukit-bukit sekitar pun digunduli. "Kami harus melakukan apa saja yang bisa dilakukan. Kaum pria mengumpulkan kayu di bukit-bukit garis depan, kalau sedang tak ada pertempuran," kata Selilah, seorang ibu rumah tangga di Sarajevo, seperti dikutip Reuters. Inilah persiapan untuk api pediangan bila udara mulai beku. Tak ada cerita bagaimana orang-orang itu mencari, mendapatkan, dan mengumpulkan makanan bila bantuan tak datang. Yang jelas, sejumlah orang sudah punya cukup pakaian tebal. PBB beberapa lama lalu sudah memasok 56.000 potong selimut tebal. Tapi rupanya jumlah itu belum cukup. Mungkin karena banyak juga orang yang tak sempat menyelamatkan pakaiannya, ketika roket menghantam tempat tinggal mereka. Kata pria bernama Mohammad, berusia 65 tahun, "Saya tak tahu apa yang harus dilakukan. Saya tinggal punya baju yang saya pakai ini dengan dua jaket." Secara teoretis, dengan hanya menghalangi bantuan ke Sarajevo dan kantong-kantong muslim Bosnia yang lain, bisa terjadi satu pemusnahan etnis yang efektif. Memang ada harapan, musim dingin akan menyetop agresivitas pihak Serbia di Bosnia. Yakni bila pasokan senjata dan bantuan yang lain dihentikan oleh Beograd. Hari-hari belakangan ini, setelah bekas Yugoslavia dikeluarkan dari PBB dan sanksi ekonomi diperketat, Beograd mulai harus berhemat. Pekan lalu mulai tampak antrean panjang mobil di pompa-pompa bensin. Teorinya, bila tekanan ekonomi berlanjut, mestinya Beograd tak akan lagi memasok makanan, senjata, dan bantuan lain. Hal ini pula yang dulu terjadi dalam perang Kroasia dan Serbia. Perang berhenti di bulan Desember tahun lalu, setelah musim dingin menggigit, dan sanksi buat Serbia mulai dirasakan. Lalu Serbia menarik pasukannya, dan setuju mengadakan gencatan senjata. Pertimbangannya, selain soal ekonomi, juga karena kantong-kantong Serbia di Kroasia sudah di tangan Serbia. Dan perang tak meletus lagi karena selama gencatan senjata pihak Kroasia berhasil meningkatkan persenjataannya. Tapi sulitnya untuk kasus Bosnia-Hercegovina, menjelang musim dingin sekarang justru ketegangan bangkit lagi. Kali ini bukan dari pihak Serbia. Kabarnya, kelompok bersenjata muslim Bosnia dan Kroasia-Bosnia justru mulai aktif menyerang. Mereka memakai senjata baru. Bila itu orang Kroasia, sudah jelas dari mana datangnya senjata, yakni dari Republik Kroasia. Di pihak muslim Bosnia, ada spekulasi senjata datang dari Iran dan negara Islam lainnya. Bahkan ada kabar, senjata itu diperoleh dari orang Serbia. Setelah ada gencatan senjata hasil perundingan di London, akhir Agustus lalu, yang antara lain disepakati bahwa senjata berat kedua pihak akan berada di bawah pengawasan PBB, konon ada orang Serbia yang lebih suka menjual senjatanya daripada menyerahkannya ke PBB. Bila berita itu benar, sungguh sulit ditebak, dengan apa orang Bosnia membeli senjata itu. Sampai di sini, skenario yang bisa disusun, pertempuran tampaknya akan berlanjut, dan korban dari perang maupun suhu beku akan jatuh. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini