Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Hampir dua pekan gempa Turki dan Suriah, jumlah korban tewas telah lebih dari 46.000 orang. Sebanyak 84.000 bangunan rusak parah, perlu dibongkar segera atau runtuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Korban tewas di Turki mencapai 40.642 akibat gempa sementara negara tetangganya, Suriah telah melaporkan lebih dari 5.800 kematian. Angka ini belum berubah selama beberapa hari terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para pekerja dari Kyrgyzstan pada Sabtu berusaha menyelamatkan sebuah keluarga Suriah beranggotakan lima orang dari puing-puing sebuah bangunan di kota Antakya di selatan Turki. Tiga orang, termasuk seorang anak, diselamatkan hidup-hidup. Ibu dan ayahnya selamat tetapi anak itu kemudian meninggal karena dehidrasi, menurut tim penyelamat. Satu kakak perempuan dan saudara kembar tidak berhasil.
Sementara itu, seorang anak bayi yang lahir di Suriah utara saat gempa telah dipertemukan kembali dengan bibi dan pamannya, setelah orang tua dan saudara kandungnya meninggal dalam bencana tersebut. Rekaman yang beredar luas di media sosial setelah gempa menunjukkan seorang penyelamat bergegas menuruni bukit puing sambil membawa bayi mungil yang tertutup debu.
Bayi yang baru lahir itu kemudian diidentifikasi sebagai anak Abdallah dan Afraa Mleihan, yang meninggal dalam gempa bumi bersama anak-anak mereka yang lain di kota Jandaris yang dikuasai pemberontak di provinsi Aleppo, Suriah. Pada hari Sabtu, bibi dari pihak ayah Hala dan pamannya melalui pernikahan Khalil Al-Sawadi akhirnya menjemput keponakan mereka, yang mereka beri nama Afraa.
Kepala Program Pangan Dunia (WFP) telah mendesak pihak berwenang di Suriah barat laut untuk menghentikan pemblokiran akses ke daerah tersebut. WFP berusaha menyalurkan bantuan untuk ratusan ribu orang yang dilanda gempa bumi.
Direktur WFP David Beasley mengatakan badan itu kehabisan pasokan dan meminta lebih banyak penyeberangan perbatasan dibuka dari Turki. “Masalah yang kami hadapi (adalah dengan) operasi lintas garis ke Suriah barat laut di mana otoritas Suriah barat laut tidak memberi kami akses yang kami butuhkan,” kata Beasley di sela-sela Konferensi Keamanan Munich.
Di Suriah, yang telah hancur oleh lebih dari satu dekade perang saudara, sebagian besar korban jiwa terjadi di barat laut. Daerah tersebut dikuasai oleh para pejuang yang berperang. Pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad mempersulit upaya pengiriman bantuan kepada masyarakat.
Turki maupun Suriah tidak mengatakan berapa banyak orang yang masih hilang setelah gempa. Kemarahan meningkat di antara penduduk Turki dan Suriah karena hancurnya apartemen serta rumah. Bangunan di Turki ternyata berkualitas buruk sehingga tak tahan gempa.
“Konon (bangunan) aman gempa, tapi lihat hasilnya,” kata Hamza Alpaslan, 47 tahun, yang saudara laki-lakinya pernah tinggal di blok tersebut. “Ini dalam kondisi yang mengerikan. Tidak ada semen atau besi yang layak di dalamnya. Ini benar-benar neraka.”
Turki telah berjanji untuk menyelidiki siapa pun yang diduga bertanggung jawab atas runtuhnya bangunan. Lebih dari 100 orang tersangka ditahan termasuk pengembang.
AL JAZEERA | REUTERS
Pilihan Editor: Korea Utara Uji Coba Rudal antar-Benua, Peringatan untuk AS dan Korea Selatan