Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK lama setelah bekas Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu meluncurkan buku berjudul A Place under the Sun (1997), sebuah novel beredar dengan judul mirip: Nowhere under the Sun. Yang hendak ditegaskan dalam novel ini: tak adanya hak Israel atas tanah mana pun di muka bumi.
Kini hampir sewindu berlalu. Novelis itu mungkin sudah bertengger di daftar teratas target pembunuhan Ariel Sharonpengganti Netanyahuyang dalam jangka waktu 25 hari membantai dua pemimpin Hamas (Harakat al-Muqawwama al-Islamiyah/Gerakan Perlawanan Islam), Syekh Ahmad Yassin dan Abdul Aziz al-Rantissi. Kini dua orang ini telah berkalang tanah.
Sebab, Mahmoud al-Zahar, sang novelis, memang bukan cuma mahir menarikan pena. Ia juga juru bicara Hamas paling terkemuka. Jabatan yang terakhir ini yang membuat dokter lulusan Universitas 'Ain Syams, Kairo, Mesir, itu menjadi salah satu tokoh favorit pengganti Al-Rantissi, kendati ia tak sekarismatis kedua pendahulunya.
Ia sebenarnya nyaris tewas ketika rumahnya di kawasan Rimal, Gaza, dibombardir pesawat F-16 Israel, September 2003. Untungnya, Zahar dan istri, yang sedang berada di kebun samping rumah, hanya terluka ringan. Justru nyawa anak tertua mereka, Khaled, 29 tahun, dan pengawal pribadi Zahar, Shehdeh al-Deiri, yang tak tertolong.
Tapi Zahar adalah satu kemungkinan. Menebak siapa yang duduk di pucuk pimpinan Hamas sekarang memang tak semudah dulu, karena kini mereka tak lagi mempublikasi nama pemimpinnya. Figur lain yang sangat menonjol adalah Khaled Mashaal. Seperti halnya Al-Rantissi, Mashaal, yang kini menjalankan biro politik Hamas dari Damaskus, Suriah, diketahui mengusung sikap tidak berkompromi terhadap Israel.
Namanya mulai dikenal secara luas setelah invasi Irak ke Kuwait, 1990. Mashaal sempat bekerja sebagai guru fisika. Ketika keadaan makin tak menentu, ia pindah ke Yordania dan memfokuskan diri mengumpulkan dana internasional bagi kelancaran gerakan Hamas. Ketika itulah, September 1997, Israel mencoba membunuhnya.
Sekelompok agen Mossad yang menyamar sebagai turis Kanada tiba-tiba mengelilingi dan menginjeksikan racun ke telinganya. Namun, Mashaal sempat meloloskan diri. Kejadian ini membuat berang Raja Hussein, yang kontan meminta Israel mengirimkan obat penawar racun untuk Mashaal. Permintaan itu, ditambah pelepasan Syekh Yassin dan 19 anggota Hamas lainnya, akhirnya dikabulkan Tel Aviv dengan kompensasi pembebasan para agen Mossad yang terlibat.
Namun, Mashaal tak lagi mendapat perlindungan. Putra Raja Hussein, Abdullah, yang kemudian berkuasa, menutup kantor Hamas di Amman. Mashaal sempat dipenjara, sebelum memutuskan pindah ke Qatar lalu ke Suriah untuk mengepalai kantor Damaskus.
Israel tak mungkin terang-terangan membunuhnya selama tinggal di ibu kota Suriah itu. Namun, menurut Magnus Rantorp, Deputi Direktur Pusat Studi Terorisme dan Kekerasan Politik di Universitas St. Andrew, Skotlandia, pemerintah Sharon sangat mungkin meminta bantuan Amerika Serikat untuk menutup kantor Hamas di situ.
Calon lain yang banyak disebut-sebut adalah Ismail Haniya, mantan tangan kanan Syekh Yassin. Sejauh ini, Haniya belum pernah menjadi target pembunuhan Israel secara langsung, seperti yang pernah dilakukan terhadap Zahar dan Mashaal. Namun, sebagai petinggi senior Hamas yang kerap melontarkan komentar-komentar tajam, diperkirakan ia pun menjadi salah kandidat terkuat.
Namun, siapa pun yang terpilih tampaknya tak akan mengubah militansi Hamas, yang siap mengorbankan nyawa kapan pun. "Setiap saat ada seorang syahid jatuh, Hamas malah semakin kuat. Darah yang tertumpah tak akan pernah sia-sia," ujar Haniya ketika Al-Rantissi gugur.
Bagi Zahar sendiri, mungkin ia sedang mengasah pena dan menulis novel terbaru. Boleh jadi tentang salah satu pembantai berdarah dingin di duniayang memerintah dari kursi perdana menteri. Di tangan Zahar, pena bisa lebih tajam dari peluru.
Akmal Nasery Basral (BBC, Al Jazeera)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo