Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Obituari bagi Palestina

Abdul Aziz al-Rantissi dibunuh Israel setelah sebulan menduduki kursi Ketua Hamas. Konflik Palestina-Israel kian menjadi bom waktu.

26 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kematian tak menakutkan kami,
O Palestina,
saksikanlah di depan Tuhan dan sejarah,
kami akan menumpahkan darah untukmu

—penggalan sajak Our Palestine

Dengarlah kata-kata Al-Rantissi: "Kita semua akan mati. Bila penyebabnya serangan jantung atau Apache, saya memilih Apache." Dan Apache itu tiba pada Sabtu malam dua pekan silam. Menderu di atas langit Kota Gaza, helikopter buatan Amerika itu memuntahkan roket ke mobil Al-Rantissi yang tengah melaju di jalanan kota—cuma satu blok dari apartemen Sheik Radwan yang didiaminya selama ini. Ledakan dahsyat diikuti percikan api membakar udara malam. Al-Rantissi jatuh bersimbah darah. Dia sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun hari akhir Ketua Hamas itu rupanya sudah tiba: el-maut menjemputnya sesaat setelah Al-Rantissi tiba di rumah sakit.

Peluru dari Apache tentara Israel itu merenggut pula nyawa Muhammad, 27 tahun, putra Al-Rantissi. Istrinya, Rasha al-Rantissi, yang ikut di dalam mobil, tak diketahui lagi berada di mana. Sekitar 90 meter dari lokasi itu, tentara Israel membunuh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual Hamas, sekitar sebulan silam. Bagi Al-Rantissi sendiri, ini bukan serangan pertama yang dia terima.

Juni tahun lalu, tujuh roket melumatkan mobil jip yang ditumpanginya, menewaskan dua pengawal dan melukai Ahmad, anaknya. Tapi Al-Rantissi lolos dan cuma menderita luka di saluran arteri betisnya. Kali ini keberuntungan tak lagi berpihak kepadanya. Maka suara tahlil pun bertalu-talu membenamkan Gaza dalam kesedihan. Suara tembakan membelah udara di tengah seruan nama Al-Rantissi.

Abdul Aziz al-Rantissi baru 25 hari menggantikan Syekh Ahmad Yassin memimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas yang disebut organisasi teroris oleh Israel dan Amerika. "Saya bersumpah tak akan ada satu pun Yahudi di tanah Palestina," kata Al-Rantissi dalam pengangkatannya. Untuk ukuran pentolan organisasi segalak Hamas, Al-Rantissi boleh dibilang nyentrik. Sementara teman-temannya hidup berpindah-pindah di bawah penyamaran, ia malah tinggal di Sheik Radwan, sebuah kompleks apartemen di tepi Kota Gaza.

Namanya juga terpampang di pintu masuk yang cuma dijaga satu pengawal. Al-Rantissi hampir tak pernah menolak bertemu wartawan, ada kalanya ia menerima wawancara di tempat terbuka. Dia juga tercatat sebagai dosen di Universitas Islam Gaza. Sebuah gaya hidup yang memudahkan agen rahasia Israel, Mossad, membidiknya.

Sebelum naik ke kursi ketua, dia pernah menjadi juru bicara Hamas karena ia pintar dan menguasai bahasa Inggris. Profesor Gawad Hamada, salah satu dosennya di Universitas Alexandria Mesir, mengenang Al-Rantissi muda sebagai mahasiswa yang pintar, tegas, yang kerap ditunjuk menjadi pemimpin oleh teman-temannya. "Tapi ia agak pendiam," katanya. Di negara itulah ia mulai bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan perlawanan terhadap Israel.

Bergabung dengan Ikhwanul memperkenalkannya kepada Yassin, yang di kemudian hari mengajaknya mendirikan Hamas. "Kegiatan di Ikhwan menurunkan sedikit prestasi akademisnya, namun ia tetap bisa lulus sebagai dokter," kata Hamada kepada TEMPO.

Ketika dipenjara oleh Israel, ia rajin mengumpulkan serpihan karton susu, kotak rokok, dan pembungkus sikat gigi yang disusunnya menjadi kolase Masjid Al-Aqsa. Itulah buah tangannya, sebentuk kenangan penjara yang hingga kini masih tergantung di dinding ruang tamu rumahnya. Hidup Al-Rantissi sejatinya penuh warna, namun sering terlihat cuma campuran hitam dan putih yang kontras. Menjadi seorang dokter dan psikiater spesialis terapi bayi membuatnya mencintai anak-anak. Tapi ia juga siap membantai wanita dan anak-anak Israel untuk menjamin masa depan anak-anak Palestina. Semua dilakukannya dengan dingin seperti tak punya konflik batin.

Al-Rantissi juga orang yang pragmatis. Meskipun berteriak akan menghabisi Israel, hampir sebulan—setelah dilantik menjadi Ketua Hamas—dia tak melakukan serangan. Alih-alih akan menggiring seluruh Yahudi ke tengah Laut Mediterania, ia justru mau merundingkan permukiman Yahudi di tanah Palestina. Sikap itu membikin bingung banyak orang, terutama wartawan yang meliput konflik Palestina-Israel.

Al-Rantissi condong menyetujui adanya kawasan permukiman Yahudi di Jalur Gaza, bahkan ia menawarkan sebuah skema kepada Israel: "Sepuluh tahun untuk menarik diri dan memerdekakan Palestina", sembari tetap getol menyusun rencana aksi bom bunuh diri.

Dunia meradang karena pembunuhannya. Hampir semua negara di kawasan Timur Tengah mengutuk pembunuhan itu. Gabungan 21 negara Eropa dan Asia dalam ASEM mengeluarkan pernyataan senada. Dan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadakan sidang luar biasa membahas Al-Rantissi. Perdana Menteri Palestina Ahmad Qorei menuduh kebijakan Amerika terhadap Israel memperlancar pembunuhan demi pembunuhan di sana.

Amerika, yang dituduh merestui pembunuhan itu, tak hendak mengucapkan belasungkawa. "Israel berhak melindungi dirinya," kata Penasihat Dewan Keamanan Nasional Amerika, Condoleezza Rice, dengan suara datar—ini berlawanan dengan dunia yang meradang karena perilaku Israel: mengirim pasukan pembunuh ke negara orang lain lalu menghabisi pemimpin mereka. Negara-negara Eropa, salah satu sponsor Peta Damai Palestina, menganggap pembunuhan itu akan menjauhkan kelompok garis keras dari meja perundingan.

Apa pun ujung perdebatan itu, Palestina telah kehilangan seorang pejuang besar. Tubuhnya terbujur di dalam tanah yang telah dijanjikan Tuhan kepada sebuah bangsa.

I G.G. Maha Adi (Jakarta), Zuhaid el-Qudsy (Mesir)


Perjalanan 57 Tahun

Tak sampai sebulan Al-Rantissi duduk di kursi Ketua Hamas. Tapi banyak tahun hidupnya dia persembahkan kepada organisasi itu dengan sepenuh hati. Berikut ini rentang perjalanan hidup Al-Rantissi selama hampir enam dasawarsa.

23 Oktober 1947
Abdul Aziz al-Rantissi lahir di Kota Yebna, di selatan Tel Aviv. Dia memiliki tiga saudara perempuan dan sembilan saudara laki-laki.

Maret 1948
Pada saat Al-Rantissi berusia 6 bulan, keluarganya membawa dia ke Jalur Gaza ketika pecah perang Arab-Israel. Tumbuh di kamp pengungsi Khan Younis, mengenyam pendidikan di sekolah AS.

1967
Lulus dari sekolah menengah atas.

1972
Lulus sebagai dokter di Universitas Alexandria, Mesir. Melanjutkan pendidikan ke tingkat master spesialis terapi bayi.

1976
Bekerja sebagai psikiater di Rumah Sakit Nasser di kamp Khan Younis. Mendapatkan enam anak dari pernikahan dengan Rasha.

1978
Bekerja di sekolah perawat di Universitas Islam Gaza.

1983
Dipenjarakan Israel karena menolak membayar pajak kepada pemerintahan sipil yang dibentuk tentara Israel.

Desember 1987
Mendirikan Hamas bersama lima tokoh lain, termasuk Ahmad Yassin.

1988
Dipenjarakan Israel selama dua setengah tahun karena menjadi pendiri Hamas dan terlibat dalam intifadah I.

1992
Dideportasi ke Libanon Selatan bersama 425 aktivis dan pemimpin Hamas dan Jihad Islam oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin.

1993
Kembali dipenjarakan Israel hingga 1997.

1997
Membenahi Hamas bersama para pendiri lainnya.

1997-1998
Al-Rantissi dipenjarakan 3 kali atau selama 15 bulan oleh Pemerintah Otorita Palestina karena kritikannya. Ia dilepas ketika ibunya meninggal.

1999
Menjadi pemimpin tertinggi Hamas di Jalur Gaza dan merancang serangan bom bunuh diri terhadap Israel.

Juni 2003
Lolos dari percobaan pembunuhan oleh tentara Israel. Pengawalnya tewas dan anaknya, Ahmad, terluka parah.

22 Maret 2004
Pemimpin spiritual Hamas, Syekh Ahmad Yassin, dibunuh Israel. Pada 24 Maret, Al-Rantissi menggantikan Yassin.

17 April 2004
Al-Rantissi tewas dihujani tembakan roket helikopter Apache milik tentara Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus