Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arab Saudi
Bom Mobil Al-Qaidah
DI Riyadh, 22 April lalu, serangan bom mobil terhadap Markas Besar Keamanan Nasional di wilayah Nasiriyah menewaskan empat orang dan melukai 178 lainnya. Brigade Al-Haramain, grup yang terkait dengan Al-Qaidah, mengaku bertanggung jawab atas pengeboman itu, seperti yang juga mereka lakukan pada Desember 2003.
Sasaran bom bunuh diri itu diyakini untuk menumbangkan Kerajaan Arab Saudi, seperti yang juga ditudingkan Presiden AS George W. Bush. ”Mereka (Al-Qaidah) ingin menakut-nakuti dan membunuh orang sebanyak yang mereka inginkan,” katanya.
Irak
Tentara Spanyol Mundur
PERDANA Menteri Spanyol yang baru dilantik, Jose Luis Rodriguez Zapatero, menepati janjinya kepada rakyat. Ahad pekan silam, ia menyatakan akan menarik pulang 1.300 tentaranya dari Irak jika PBB tak mengambil alih kontrol politik dan militer di negeri itu sampai 30 Juni depan.
Isu penarikan mundur ini ”dijual” Zapatero untuk mengalahkan mantan PM Jose Maria Aznar, yang sangat pro-Bush. Popularitas Aznar me- mang anjlok setelah Negeri Matador terlibat dalam invasi Amerika Serikat ke Irak. Apalagi setelah ledakan bom di Madrid beberapa saat sebelum pemilu berlangsung, Maret silam.
Jika rencana Zapatero itu berjalan, kekuatan pasukan multinasional akan pincang. Maklum, tentara Spanyol merupakan bagian dari 9.500 pasukan gabungan 23 negara pimpinan Polandia yang bertugas di selatan Irak. Beleid ini juga akan mencoreng wajah George Bush-Tony Blair, yang tak pernah menduga hal ini dilakukan sekutunya. Apalagi, kabarnya, pemerintah Honduras mulai mempertimbangkan langkah serupa.
Sementara itu, persis sepekan sebelum ulang tahun mantan Presiden Irak Saddam Hussein, yang jatuh Rabu pekan ini, serangkaian ledakan terjadi di Basrah. Sekitar 68 orang tewas dan ratusan lainnya terluka, termasuk empat prajurit Inggris. Tiga bom meledak di pos polisi dan bom keempat meletup di akademi polisi Al-Zubair, tempat serdadu Inggris itu sedang bertugas.
Ledakan bom di pos polisi merusak dua bus sekolah penuh anak-anak TK dan SD. Sepuluh anak langsung tewas di tempat. Menurut Mayor Hisham al-Halawi, juru bicara tentara Inggris di Basrah, ”Kami belum mengetahui siapa yang berada di belakang ini.”
Korea Utara
Sepur Meledak
SEMBILAN jam setelah Presiden Kim Jong-il meninggalkan Stasiun Ryongchon dalam perjalanan pulang dari Beijing, satu ledakan besar menyebabkan sekitar 3.000 orang tewas dan terluka, Kamis pekan lalu. Stasiun sejauh 50 kilometer dari perbatasan Cina itu juga hancur, dan sejumlah rumah penduduk luluh-lantak.
Sekitar 24 jam setelah ledakan, Pyongyang masih belum memberi informasi apa pun soal bencana ini. Konfirmasi tentang tragedi itu justru datang dari Washington dan Seoul. Menurut kantor berita Korea Selatan, Yonhap, sumber ledakan berasal dari kereta api yang sedang mengangkut minyak dan gas cair.
Belum jelas apakah ledakan itu berkaitan dengan kunjungan balasan Kim ke Cina untuk membahas program nuklir negaranya. Teori yang merebak justru menyatakan sepur tersebut tertahan lama di Ryongchon karena harus mengalah pada rombongan Kim, sehingga menimbulkan akibat fatal karena membawa zat eksplosif. Teori lainnya justru menyebutkan gas cair itu merupakan hadiah pemerintah Cina untuk Korea Utara menyusul kedatangan Kim ke sana.
Israel
Pembebasan Vanunu
Bagaimana rasanya disekap dalam sebuah sel pengap seorang diri selama 12 tahun? “Mereka ingin membuat saya gila. Tapi itu tak berhasil. Saya tidak gila,” seru Mordechai Vanunu, ketika keluar dari Penjara Shikma di Israel, Rabu pekan lalu. Jangka waktu selama itu dicatat Guinness Book of World Records sebagai “rekor” tersendiri. Total ia menghabiskan waktu 18 tahun di bui.
“Mereka” yang disebut Vanunu adalah pemerintah Israel, yang berang atas ulah mantan teknisi nuklir itu yang membocorkan rahasia reaktor Dimona yang terletak di Gurun Nejev, Israel Selatan, kepada harian Inggris Sunday Times. Harian itu memuatnya pada edisi 5 Oktober 1986.
Namun pihak Mossad mampu mengendus tindakan Vanunu sebelum artikel itu diturunkan. Pada 28 September 1986, seorang agen Mossad cantik yang berpura-pura memiliki seorang kakak berprofesi wartawan di Roma berhasil mengajaknya keluar dari Inggris. Di ibu kota Italia itulah, pembangkangan Vanunu berakhir setelah ia disergap sejumlah agen lain. Kini, setelah bebas, ia mengharapkan Norwegia mau membantunya keluar dari Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo