LIMA dari enam kursi itu, menurut mereka, semestinya dimenangkan pihak oposisi. Ternyata tidak. Akibatnya, 5.000 orang mengamuk, menyerbu Balai Kota Cebu, mengobrak-abrik gedung tempat penghitungan suara ini. Aksi protes meledak, Sabtu dan Minggu pekan lalu. Tentara dikabarkan menembak ke arah kaki para demonstran yang bersenjatakan batu, molotov koktail, dan senjata api. Tak urung, dua tewas, belasan luka-luka, termasuk enam tentara. Beginikah corak pemilu yang dianggap paling tenang sepanjang sejarah Filipina? Peristiwa berdarah itu terjadi di Cebu, sebuah pulau 576 km tenggara Manila, hanya empat hari sesudah pemilu berlangsung, Senin pekan silam. Pihak oposisi mencurigai penghitungan suara yang tiba-tiba berbalik memenangkan KBL, partai Presiden Marcos. Menanggapi kecurigaan itu, di Manila, Marcos berkomentar, "Anda tahu, dalam pemilu, seumur hidup saya tidak pernah mempu." Adakah ia berani mengucapkan kalimat ini hanya karena KBL untuk sementara memenangkan 66 kursi lawan 41 kursi di pihak oposisi dan UNIDO? Atau sebab Kardinal Sin sempat berkata di Roma, "Tampaknya pemilu itu jujur berdasarkan informasi yang saya terima?" Ataukah karena utusan IMF (Dan Moneter Internasional) sedangkan berada di Manila, mempelajari kemungkinan penyehatan ekonomi negara itu seraya mengamat-amati praktek "demokrasi" ? Banyak alasan bisa dikemukakan, tapi pemilu ini merupakan taruhan bagi kepemimpman Marcos yang selama 18 tahun berkuasa, baru sekarang mengalami tantangan sedemikian hebatnya. Kerusuhan yang tidak putus-putus sejak pembunuhan Benigno S. Aquino, Agustus tahun lalu, hampir-hampir saja menamatkan riwayat kekuasaannya. Tapi pihak oposisi yang terpecah-belah,. karena pro dan kontra pemilu, telah menguntungkan posisi Marcos. Di bawah berbagai tekanan politik dan ekonomi, Marcos menyusun strategi dan kekuatan kembali. Dan pemilu 14 Mei, yang sudah lama dijadwalkan ini, hanyalah satu tahap dari usaha Marcos untuk mengutuhkan kembali keabsahan (legitimasi) kekuasaannya. Pemilu diselenggarakan untuk memilih 183 wakil rakyat anggota Batasang Pambansa (Majelis Nasional). Badan legislatif ini resminya beranggotakan 200 orang, tapi 17 di antaranya ditunjuk Marcos. Kecurangan dalam pemilu bukanlah hal baru, khususnya selama Marcos berkuasa, tapi kali ini ada segi lam yang patut dicatat. Meski di daerah konon ada 200 kotak suara yang entah bagaimana bisa dipertukarkan - hingga suara yang masuk palsu semua rakyat sudah tidak bisa lagi ditakut-takuti. Kalaupun, misalnya, ada yang menerima sogok, kabarnya uang itu tidak mengubah pilihan mereka. Dari kelompok pemilih seperti itulah partai oposisi UNIDO memperoleh kemenangan. Penghitungan suara sementara, dua hari sesudah pemilu, malah menunjukkan bahwa oposisi unggul, hingga orang mulai bicara tentang "anjing geladak yang mulai menggigit Marcos". Terlebih bila diikuti penghitungan suara yang dilakukan Namfrel (Gerakan Warga Nasional untuk Kebebasan Pemilu), oposisi unggul terus sampai harihari terakhir. Namfrel, yang dibentuk oleh kaum pengusaha dan pihak Gereja, bertujuan ikut melakukan kontrol atas penghitungan suara. Baaimana cara Namfrel menghitung tidak diketahui, tapi bahwa mereka bisa ikut menghitung, itu juga hal baru sama sekali. Tidak syak lagi, angka-angka Namfrel mengunggulkan oposisi, sedangkan angka-angka panitia pemilu yang resmi - Comelec - (Komisi Pemilu) mendukung KBL. Sekali waktu, perbedaan angka kedua pihak begitu menyolok, hingga pemimpin UNIDO, Salvador Laurel, menuduh orang-orang Marco penipu, seraya mendesak para pendukungnya menghentikan tiap kecurangan. Kala perlu, lewat kekerasan. Di depan pawai obo pekan lalu, ia menganjurkan penahanan sipi untuk mencegah penipuan dan membentu "pemerintah bayangan" untuk memata-matai pejabat dan perusahaan pemerintah. Agapito "Butz" Aquino, adik Almarhun Aquino menegaskan, "Saya yakin sekali akan tipu daya Marcos." Dia tidak member alasan, tapi tokoh yang sejak mula menen tang pemilu ini mungkin tahu banyak tentang praktek curang, khususnya di daerah Misalnya saja, anak seorang kepala desa memilih tidak kurang dari lima kali. Begitu pula pejabat-pejabat setempat yang terbiasa "memainkan suara" dengan cara-cara khas mereka. Adalah Ketua Namfrel, Jose Conception, yang mengungkapkan fakta kecurangan itu, tapi menolak menyalahkan Marcos. Ia pun tidak menyebut adanya sekelompok pemilih bebas yang setia pada Presiden dan menunjang kemenangan KBL. Di Tarlac, kota kelahiran Aquino, misalnya, justru KBL yang menang. Mengapa begitu sulit diungkapkan. Sebaliknya di Metro Manila, pihak oposisi masih unggul. Sementara itu PM Cesar Virata terpilih kembali, sebaliknya beberapa menteri dalam kabinet Marcos ternyata gugur. Tanpa ragu, Jumat pekan silam, Marcos memerintahkan ke-28 menterinya segera mengundurkan diri, karena dia akan menyusun kabinet baru yang diumumkan 30 Juni mendatang. Sejak pemberlakuan UU Darurat, 1972, baru kali ini presiden itu mendemisionerkan kabinetnya sebelum pemilu selesai. Seperti diketahui, UU yang kini berlaku di Filipina mewajibkan bahwa tiap menteri harus anggota Parlemen. Karena itu, mereka yang tidak terpilih tidak berhak jadi menteri. LEPAS dari warna-warna politik yang membedakan pemilu tahun ini dengan pemilu sebelumnya, masih ada warna kewanitaan yang agak istimewa. Untuk pertama kali, ada dua perempuan mencalonkan diri dengan nama keluarga yang sama. Mereka itu siapa lagi kalau bukan Aurora Pijuan Manotoc dan Imee Marcos Manotoc. Aurora, bekas ratu kecantikan itu, juga bekas istri Tommy Manotoc. Tommy sekarang suami Imee, putri sulung Presiden Marcos. Tanpa sedikit pun pengalaman politik, Aurora alias Au Au, entah bagaimana, sedia maju dalam pemilu mewakili UNIDO. Ini mungkin berkat Laurel, yang berhasil meyakinkannya. Ketika Imelda mendengar pencalonan Au Au, Ibu Negara ini konon marah besar. Dia tersinggung. Oposisi seakan bercanda, mengadu si cantik itu dengan putrinya, Imee. Au Au tidak peduli. Ia berkampanye di Makati, gayanya lumayan. Tapi malang, Au Au kalah suara dari calon KBL Ruperto Gaite. Salah satu pembantunya, Ernesto Cionelo, telah pula tertembak mati oleh seorang pembunuh yang tidak dikenal. Sebaliknya, Imee menang mudah di Llocos Norte, kampung halaman Marcos. Mungkin karena baru sembuh dari keguguran anaknya yang kedua, Imee belum terdengar suaranya. Imelda demikian pula. Para pengamat diamdiam sampai pada kesimpulan bahwa Imelda, yang diduga menang mutlak di Manila (dia 'kan gubernur Metro Manila), kemungkinan besar kalah. "Kalau benar, ini pertanda buruk baginya," ucap seorang senator. Sementara itu, seorang jenderal dari kalangan atas membocorkan bahwa, sebelum insiden Cebu, sudah 91 orang tewas, 61 di antaranya tentara dan polisi. Mereka sebagian terbunuh menjelang 14 Mei 1984, ketika gerilayawan komunis NPA (Tentara Rakyat Baru) mengacaukan persiapan pemilu di beberapa daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini