PERSIS seperti yang dikhawatirkan para, pengamat, perang Teluk akhirnya berkobar menjadi perang ekonomi Atau setidaknya menjurus ke sana. Pihak-pihak yang bermusuhan, Iran dan Irak, mengalihkan sasaran tembakan ke arah kapal barang dan tanker yang keluar masuk Selat Hormu. Fidelity, sebuah kapal barang berbendera Panama, tenggelam Jumat pekan lampau di terminal minyak Pulau Kharg di perairan Iran. Berbobot mati 17.000 ton, kapal dengan muatan baja itu sedang dalam perjalanan menuju bandar Khomeini tatkala rudal Irak menghantam dan mengirimnya ke dasar Teluk Persia. Sekitar 33 awak kapal diselamatkan, lainnya belum diketahui. Inilah satu dari 19 kapal yang mengalami nasib sial, diserang membabi buta, kalau tidak oleh Irak, ya, oleh Iran. Dilancarkan sejak akhir Februari berselang, serangan meningkat mulai dari 13, 14 16, sampai 19 Mei baru lalu. Menurut majalah The Economist terbitan London, Irak-lah yang mendahului serangan tak bertanggung jawab itu. Dalam dua pekan terakhir rudal Irak sudah melabrak tiga tanker, satu di antaranya milik Arab Saudi, donor dan kreditor Irak terbesar selama ini. Mengapa Irak bertindak terlalu riskan? Gagal mengimbau Iran ke meja perundingan, sementara kemenangan militer semakin jauh dari jangkauan, Baghdad rupanya mencari jalan lain. Dengan menembak kapal-kapal yang melintas di perairan Teluk, Irak secara tak langsung berusaha mencegah banyak negara untuk tidak menggunakan terminal minyak Iran di Pulau Kharg. Singkatnya, berusaha memutus hubungan luar dengan Iran, mendiskreditkan Iran, menciptakan kegawatan perang. Kalau sudah demikian, negara-negara pembeli minyak akan terpancing untuk campur tangan mengatasi Perang Iran-Irak. Saat itulah agaknya yang ditunggu presiden Irak, Saddam Hussein. Namun, Teheran bukan tidak membaca siasat itu. Tidak mau kalah, tentara Khomeini juga menghajar kapal-kapal tanker, bahkan lebih agresif dari Irak. Seperti yang dituduhkan enam negara Teluk (Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Persatuan Emirat Arab, dan Oman) pekan lalu saja Iran telah menembaki dua tanker Kuwait dan satu tanker Saudi. Semua menlu negara Teluk, yang bersidang darurat, segera membawa soal "keganasan Iran" ke Dewan Keamanan PBB dan sidang Liga Arab di Tunis. "Serangan Iran mengancam kepentingan vital negara Teluk," begitu bunyi kecaman mereka. Tapi sidang Liga Arab tidak bisa berbuat banyak. Mata acara yang khusus membahas kerawanan Teluk diveto Syria dan Libya, dua sekutu Iran. Dan dari Teheran, kantor berita resmi IRNA menandaskan, kepada superpower, supaya "menghindar saja". Namun, seorang diplomat Arab berpendapat lain. "Negara-negara Teluk tidak berdiri sendiri dalam krisis ini. Kekalutan di situ melibatkan semua negara yang membeli minyak ataupun menjual senjata kepada Iran." Pernyataan ini ada benarnya. Jauh dari Teluk, dl London, premi asuransi dari perusahaan Lloyd untuk kapal-kapal yang melewati Teluk naik sedikit dari 1,5% menjadi 2%. Kabarnya, premi ini bisa lebih melonjak bila AS "ikut main" dalam krisis Teluk. Sabtu lalu memang disebut-sebut tawaran "perlindungan udara" dari AS untuk negara Teluk, tapi itu sudah sebulan lampau, mana kala krisis belum meruncing. Yang pasti, kini harga minyak ikut melonjak diam-diam. Minyak Brent dari Inggris naik US$ I, minyak Venezuela naik US$ 0,63 dan minyak Meksiko US$ 0,50 per barel. Jepang mulai cemas, padahal negeri itu punya persediaan 94 juta barel untuk keperluan tiga bulan. AS juga punya cadangan yang hampir sama banyaknya. TINGGAL negara-negara Eropa Barat yang sedikit kewalahan karena suplai minyak mereka sebagian berasal dari negara Teluk. Andaipun Libya, Venezuela, Nigeria, dan Meksiko menaikkan kapasitas produksi mereka, toh suplai minyak Teluk yang 7,4 Juta barel per hari itu hanya blsa ditutup 3,5 juta oleh mereka. Tidak heran bila Jepang, AS, dan Eropa Barat segera menyiapkan rencana darurat untuk melancarkan suplai bila sesewaktu aliran minyak tertunda dari Teluk. Arab Saudi, yang sudah lama menduga akan terjadi kegawatan semacam ini, diperkirakan sudah mengapungkan 50 juta barel minyak dalam sejumlah supertanker yang berlayar di laut bebas. Kabarnya, salah satu supertanker itu juga terlihat di Bandar Sri Begawan, Brunei, siap melayani Jepang. Saudi juga tidak mau lebih lama hanya menjadi penonton belaka, demikian kantor berita Tunis TAP melaporkan. Dan Persatuan Emirat Arab Senin ini akan mengadakan latihan perang di lautan dalam tempo 2 x 24 jam. Menggertak Iran, barangkali. Teheran tidak kalah sigap. "Kedua negara itu secara militer lemah, bisa cepat dlterobos angkatan udara kami," begitu ancam surat kabar Kayhan, yang terbit di Teheran. Dari Washington terakhir ada penegasan bahwa AS tidak akan mengambil tindakan militer di Teluk kecuali: sekutunya ikut ambil bagian, dan hal itu memang diminta negara-negara Teluk. Irak, sebagai biang krisis ini, masih berdiam diri. Iran, yang suka gembar-gembor itu, konon menyiagakan 500.000 tentaranya di perbatasan, siap menerkam. Tapl kapan ter aman itu akan terJadi, agaknya Khomeini sendiri pun tak tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini