Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka datang dari selatan. Orang-orang Pashtun, bersorban hitam, pernah sangat berkuasa beberapa tahun silam. Tahun 2001, ketika pesawat-pesawat Amerika Serikat menghujani dengan bom, dan artileri Aliansi Utara tak henti menghantam, mereka meninggalkan Kabul. Ya, Taliban tidak mati tergencet. Mereka pulang ke rumah-rumah lumpur di desa-desa kelahiran mereka di selatan Afganistan.
Hari itu, 2 September, di distrik Panjwayi, dekat Kandahar, pasukan Kanada yang didukung pasukan Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris, mengetes dalamnya air. Itulah pasukan terbesar yang pernah diterjunkan selama ini. Pertempuran hebat pecah beberapa hari dan mereka menyaksikan seribu Taliban muncul. Kali itu, Kanada kehilangan lima tentaranya—satu di antaranya karena peluru tentara Amerika. Sedangkan di pihak Taliban, menurut keterangan pasukan sekutu, kehilangan 300 orang.
Minggu lalu, medan Afganistan menuntut banyak korban. Di Provinsi Helmand, serangan mendadak Taliban telah menewaskan lima serdadu Inggris. Di Kabul, 14 tentara Inggris meninggal setelah pesawat mereka jatuh. Ya, Afganistan bukan negeri yang gampang dilipat. Solusinya, ”Kita membutuhkan 2.000 sampai 2.500 serdadu tambahan, juga helikopter pemburu dan pesawat pengangkut,” kata Jenderal James L. Jones, komandan pasukan NATO di sana.
Inilah bulan kedua ketika pasukan NATO, gabungan pasukan negara-negara Atlantik Utara, menggantikan posisi pasukan Amerika. Tapi inilah Afganistan yang punya aneka masalah: pemerintahan pusat yang tak berdaya, wilayah yang seolah-olah tidak bertepi, dan jumlah pasukan yang tak memadai. Sekitar 18 ribu personel pasukan NATO (dari 37 negara), ditambah tentara nasional Afganistan, sisa pasukan Amerika, mencoba menghadapi musuh yang tak terduga: Taliban, kadang-kadang juga para warlord.
”Konflik di Afganistan lebih intens dibanding di Irak,” kata Jones. Dan masing-masing negara yang mengirimkan pasukan harus menghadapi dua medan sekaligus: memenangi medan Afganistan, meringankan tekanan dari dalam negeri masing-masing. Majalah The Economist menyebut betapa pihak Amerika suka membesar-besarkan pemilu 2004 dan 2005 sebagai alasan memperkuat legitimasi pasukannya di sana. Sedangkan Jerman selalu menekankan betapa pentingnya keberadaan pasukannya di sana, kendati sedapat mungkin mereka menghindari medan berbahaya. Ya, meyakinkan publik dalam negeri sendiri tak begitu mudah. Apalagi meyakinkan rakyat Afganistan.
Tahun ini Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengumumkan produksi opium Afganistan naik 49 persen. Bahkan di Provinsi Helmand, pangkalan 3.000 tentara Inggris, panen opium sukses besar; naik 162 persen dibanding tahun lalu. Diperkirakan Taliban menggunakan uang opium untuk membeli senjata dan kebutuhan tempur lain.
Mengambil hati rakyat Afganistan memang tak mudah. Tapi kesempatan emas mungkin terbuka tak lama lagi: musim dingin, ketika pertempuran mereda. Pasukan NATO bisa memperluas jaringan listrik di negeri itu—kurang dari satu persen rakyat yang menikmati listrik. Di musim dingin nanti, pertempuran Taliban-NATO mungkin tidak banyak menggunakan amunisi, melainkan uang tunai. Uang tunai buat menawan hati masyarakat yang selama ini luput dari perhatian para petarung di medan perang.
Tapi inilah Afgansitan yang tak pasti. Jumat pekan lalu, sebuah sedan Toyota Corolla biru melesat melewati mobil lain. Pengendaranya seorang pemuda, seraya memacu kendaraan di jalanan tak lebar itu lebih cepat. Tak lama, orang pun tahu yang bersembunyi di dalam pikirannya. Ia menabrakkan kendaraannya pada sebuah kendaraan iring-iringan patroli pasukan Amerika Serikat tak jauh dari Kedutaan Amerika Serikat di dekat Lapangan Ahmad Shah Masoud, Kabul. Ada 16 orang tewas, termasuk dua serdadu Amerika, Jumat pekan lalu. Seorang saksi mata memberikan keterangan ini kepada kantor berita AFP.
Idrus F. Shahab (AFP, Reuters, The Economist)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo