Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

28 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iran
Iran Membalas Inggris

ENAM marinir dan dua pelaut Inggris berbaris dengan mata tertutup. Mereka berjalan meraba-raba dari perahu motor dengan pengawalan ketat. Mereka tertangkap tangan oleh pasukan Iran di perairan Shatt al-Araab, karena menerobos sejauh satu kilometer dari garis perbatasan Iran-Irak, Senin pekan lalu. Mereka ditahan di dekat perbatasan di Iran barat daya. Dari perahu mereka disita senjata dan peta.

Kantor Perdana Menteri di London pun ribut. Pemerintah Iran ogah menyebut tempat penahanan dan tak memberikan akses bagi pejabat konsulat Inggris di Iran mengunjungi tahanan. Kontan Inggris memprotes cara Iran memperlakukan tahanan. "Mereka harus menjawab pertanyaan kami," ujar juru bicara Kantor Perdana Menteri. Semula Iran akan mengadili mereka, apalagi hubungan Inggris-Iran belakangan tegang karena Inggris menggencet Iran dalam soal program nuklir. Tapi belakangan pejabat militer Iran mengatakan kedelapan serdadu Inggris itu tak sengaja masuk ke wilayahnya. Mereka pun dibebaskan pada Kamis pekan lalu.

Australia
Arab Muslim Kian Tertindas

WARGA Arab muslim Australia ketakutan dengan meningkatnya prasangka sosial, kekerasan, dan diskriminasi akibat serangan 11 September 2001 dan bom Bali. Komisi Hak Asasi Manusia dan Kesetaraan Kesempatan (HREOC) melaporkan banyak kasus pemerkosaan terhadap perempuan Arab muslim di Sydney, pelemparan bom Molotov ke masjid, pelemparan batu, telur, dan diskriminasi terhadap pekerja Arab. Laporan itu juga menyebut banyak perempuan muslim dicopot paksa jilbabnya.

Mereka diumpat sebagai teroris, pembunuh, Arab kotor, dan "pelacur Arab" untuk gadis remaja. Bus kota menolak mengangkut warga Arab muslim. Sialnya, warga Sikh India dan Kristen Maronit juga mengalami tindakan sama gara-gara kemiripan mereka dengan etnis Arab atau muslim. "Dampak paling besar bagi Arab dan muslim Australia adalah peningkatan ketakutan yang sangat besar," tutur laporan itu.

Menurt survei, dua pertiga warga Arab muslim makin mengalami perlakuan rasis—tanpa bisa mengandalkan polisi. Sebab, polisi dan aparat intelijen justru menjadikan komunitas ini sebagai target operasi antiteroris. HREOC meminta pemerintah memberlakukan undang-undang antidiskriminasi.

Chechnya
Pelajaran Chechnya pada Moskow

TIGA ratus gerilyawan Chechnya menyerbu tiga kota di Republik Ingushetia, Rabu pekan lalu. Mereka menghujani kantor polisi, gedung pemerintah, dan pos perbatasan dengan tembakan senjata mesin dan granat di Kota Nazran, Karabulak, dan Sleptsovskaya. Akibatnya, sekitar 50 orang tewas, termasuk Menteri Dalam Negeri Abukar Kostoyev, saat ia meninggalkan rumahnya. Mereka merampas dua kontainer senjata dan amunisi, membunuh pegawai pemerintah, dan berupaya membebaskan tawanan di penjara. Ini serangan terbesar gerilyawan Chechnya ke negara tetangganya.

Moskow segera mengerahkan ribuan pasukan memburu gerilyawan itu. Alu Alkhanov, kandidat presiden Chechnya dukungan Kremlin, menuduh pemimpin gerilyawan Chechnya, Aslam Maskhadov, otak serangan. Analis menduga serangan bertujuan meluaskan konflik Chechnya ke negara tetangganya, setelah perang besar dengan Rusia pada 2002. "Ini serangan melawan pemerintah Rusia dan pihak yang bekerja sama dengan Rusia," kata Alexander Konovalov, pengamat politik di Moskow.

Amerika Serikat
Pasukan AS Tak Kebal Hukum

MAYORITAS anggota Dewan Keamanan PBB menolak permintaan Amerika Serikat memperpanjang setahun status imunitas bagi pasukannya di Irak terhadap hukum internasional usai penyerahan kedaulatan ke pemerintah sementara Irak, 30 Juni pekan ini. Akibatnya, semangat AS kendur untuk mencegah tentaranya diadili pengadilan kriminal internasional. "AS memutuskan tak melanjutkan upaya ini sekarang guna mencegah debat yang memecah belah," ujar Wakil Duta Besar AS di PBB, James Cunningham.

Semula AS mengancam akan memveto operasi penjaga perdamaian PBB jika tuntutan imunitas tak dipenuhi. Pasalnya, imunitas perlu untuk melindungi tentara AS dari gugatan bermotivasi politik. Tapi, sejak muncul skandal penyiksaan tawanan di Penjara Abu Ghuraib, anggota DK PBB ogah memenuhi tuntutan AS, Selasa pekan lalu. Sekjen PBB Kofi Annan malah mencela AS karena tega meminta imunitas setelah skandal penyiksaan tahanan. "Jika imunitas diperpanjang, nama PBB sebagai penegak hukum akan tercemar," ujar Annan.

RFX (BBC, AFP, New Zealand Herald)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus