MENJELANG ulang tahun kelima Republik Islam Iran, 30 Maret, kantor, berita Irna, sejak dua pekan berselang, terus-menerus melaporkan gelora Perang Teluk. Mulai dari penyiagaan 500.000 tentara Iran di perbatasan Irak sampai cerita penerobosan sejauh 25 km ke wilayah musuh bahkan diberitakan berhasil menggunting jalan raya Basra-Baghdad. Tidak cuma itu. Iran juga mengaku - seperti biasanya - telah menewaskan 7.000 tentara Irak. Reaksi Baghdad? Meski pasukannya berada dalam posisi bertahan, Irak mencanangkan bahwa mereka telah menggilas 14.598 prajurit Khomeini dalam waktu dua minggu. Sementara kedua negara yang bermusuhan itu saling menepuk dada, negara-negara Teluk dan AS memandang sengketa Iran-Irak dengan dag-dig-dug. Mengapa? Tak lain karena Radio Teheran menyiarkan ancaman akan menutup Selat Hormuz jika ekspor minyaknya dihalang-halangi Irak atau siapa saja. Pernyataan Iran itu langsung ditanggapi AS dengan meningkatkan kesiagaannya di sekitar perairan Teluk. Juru bicara Armada Ketujuh AS membenarkan bahwa sejumlah kapal perang AS sedang mengawal di utara Laut Arab. Satuan tugas ini dikirim untuk menjamin bahwa Selat Hormuz tetap terbuka seperti biasa. Selang beberapa hari kemudian, seorang bekas direktur CIA, dinas intel AS, tiba-tiba bersuara. "AS akan menyerang jantung Iran apabila rezim Teheran benar-benar memblokir jalur pelayaran kapal-kapal tangki minyak melalui Selat Hormuz," katanya. Bekas tokoh CA ini tampak ingin memancing sikap tegas AS, mengingat Washington sendiri secara resmi belum menentukan sikap. Mendengar ancaman itu, Menlu Iran Ali Akbar Vellayati langsung membalas. "Kesombongan global yang diperagakan AS dengan mengirim armada mereka ke kawasan Teluk benar-benar menandakan adanya inisiatif petualangan," katanya sengit lewat Radio Teheran. "Setiap tindakan gila yang diprakarsai rezim Irak atau petualangan yang dilancarkan AS atau kekuatan mana saja pasti akan membahayakan kepentingan Barat di wilayah ini." Sebelumnya, presiden Iran Ali Khamenei cuma menandaskan bahwa pemerintahnya akan memblokir Selat Hormuz "jika haknya berlayar di selat itu tidak diakui." Ancaman blokade Hormuz bagaimanapun telah menimbulkan reaksi berantai. Pasar uang dan emas mengalami keguncangan. Arab Saudi menyiagakan sejumlah besar kapal tangki. Andai kata Iran sampai menutup Selat Hormuz, maka kapal tangki itu dapat melanJutkan suplai mirlyak ke negara konsumen. Seperti diketahui, 1/3 dari suplai minyak untuk negara-negara Barat diangkut lewat Selat Hormuz. Di samping itu, ada hal lain yang tidak kurang mengejutkan. RRC, yang selama ini memihak Irak dalam sengketa Perang Teluk, tiba-tiba berbalik 180 derajat. Koran Daily Mail, London, memberitakan bahwa Beijing baru-baru ini menandatanam kontrak Jualbeli senjata bernilai 1 miryar secara rahasia dengan Iran. Transaksi selesai dalam dua tahun, sedangkan penyerahan senjata pertama dimulai bulan depan. Disebutkan, pembelian senjata itu memungkinkan Iran menghantamkan pukulan maut pada Irak. Mengapa Beijing ganti haluan? Alasannya sederhana: RRC tidak sudi menyaksikan Uni Soviet mendapat angin di kawasan rawan itu. Mereka yakin, selagi revolusi Islam Iran mengalami gelombang pasang, maka gerak Uni Soviet bisa dibatasi. Tapi Irak juga tak tinggal diam. Negara itu dikabarkan memperkuat pertahanannya dengan jenis persenjataan baru yang "bisa menghancurkan Iran dalam serangan enam hari." Mingguan Jane's Defence memastikan bahwa Uni Soviet telah mensuplai Bahdad dengan apa yang disebut SS-12 - khusus untuk menahan apa yang disebut serangan gelombang manusia seperti dilancarkan Iran dalam lima kali Serangan Fajar. Sementara memperkuat diri, pendekatan damai sudah pula dilancarkan oleh Baghdad, baik atas inisiatif sendiri maupun lewat Juru penengah. Tapi masih tanpa hasil. Sebab, Iran cenderung memperpanjang perang yang sampai kini sudah berlangsung 42 bulan itu - terutama untuk membuktikan pada rakyat akan kehebatan revolusi yang dicanangkan Khomeini. Oleh karena itu, medan pertempuran Iran-Irak, dalam waktu dekat ini, tampak belum akan reda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini