Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Makin seru, makin mengguncang

Presiden reagan untuk pertama kalinya mengakui adanya kesalahan pelaksanaan kontak upaya hubungan baik as-iran. israel, arab saudi dan brunei ikut terlibat skandal penjualan senjata as ke iran. (ln)

13 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKANDAL penjualan senjata AS ke Iran ternyata makin seru dan mengguncang. Untuk pertama kalinya Presiden Reagan, Sabtu pekan lalu, mengakui adanya kesalahan dalam pelaksanaan kontak upaya hubungan baik AS-Iran. "Saya berjanji akan meluruskan semuanya," kata Reagan dalam pidato radio mingguan yang disiarkan dari Camp David, dengan nada minta maaf. Dalam enam kali pernyataan di muka umum sejak terbongkarnya skandal Watergate-nya Reagan" itu awal November lalu, presiden AS ini selalu bersikeras menolak mengakui adanya kesalahan. Bahkan telah pemecatan Letkol Oliver North dua pekan lalu karena peranannya menyelewengkan uang hasil penjualan senjata AS-Iran ke kelompok kontra, Reagan tetap menyanjung tokoh kontroversial ini sebagai pahlawan nasional. Sang presiden juga menolak menyalahkan atasan North, bekas Penasihat Keamanan Nasional AS John Poindexter, yang telah mengundurkan diri karena kasus itu. Langkah pengakuan Reagan ini -- yang dilakukan setelah gencar didesak rekan-rekannya di DPR dan Senat -- diharapkan akan meredakan badai politik yang melanda Washington belakangan ini. Sejumlah pengamat menyatakan, langkah terakhir Reagan itu menolong mencegah adanya risiko krisis model Watergate. Pengamat lain menyebut skandal Iran ini berbeda dengan kasus Watergate, karena dianggap bukan tindakan kriminal. Tapi tak sedikit pihak yang menyesalkan mengapa Reagan tak mengambil langkah lebih lanjut: secara khusus mengakui tindakan pemasokan senjata ke Iran yang melanggar embargo sebenarnya tindakan keliru. Para wakil rakyat di DPR dan Senat gencar menuntut Reagan ikut membantu pengusutan dan memberi tahu masyarakat AS semua fakta tentang penjualan senjata ke Iran dan bagaimana keuntungan yang US$ 30 juta sampai pada para pemberontak Nikaragua. "Banyak orang heran mengapa Reagan tak memanggil Poindexter dan North untuk menceritakan semua fakta," kata Senator Robert Dole, pemimpin Partai Republik di Senat. Para anggota di DPR dan Senat rasa kecewa dan gusar setelah Poindexter dan North mengambil sikap bungkam atas penyelidikan Komisi Intel DPR dan Senat. Gerakan tutup mulut ini dibenarkan berdasarkan Amendemen Kelima dalam Konstitusi AS, yang memberikan jaminan menolak bicara tentang hal-hal yang dianggap bisa memberatkan dalam pengadilan. Senator Paul Laxalt, kawan karib Reagan, dalam wawancara TV Ahad pekan lalu menyatakan kekhawatirannya bahwa hasil penyelidikan atas kasus ini akan dapat melumpuhkan pemerintahan Reagan. Penyelidikan atas skandal yang memojokkan posisi Reagan ini semakin gencar dilakukan. Selain tim dari Departemen Kehakiman, Komisi Intel DPR dan Senat, serta tim 3 orang yang dibentuk Reagan untuk mengusut keterlibatan Dewan Keamanan Nasional AS NSC, Senat dan DPR pun telah membentuk komisi khusus yang akan melaksanakan pengusutan secara independen dan rahasia. Tim penyelidik, kabarnya, juga telah tiba di Israel untuk menyelidiki peran Tel Aviv dalam skandal itu. Sejak terbongkarnya kasus penjualan senjata AS ke Iran, Israel dituduh berperan penting di situ. Pihak Bank di Swiss pun, Senin pekan ini, menyatakan telah membekukan rekening kelompok Contra atas permintaan Deplu AS, untuk memudahkan penyelidikan tim pengusut. Media AS pun kini seakan berlomba membongkar fakta tentang kasus menghebohkan ini. Koran Miami Herald, Ahad pekan lalu, mengungkapkan bahwa NSC yang dituduh sebagai badan pelaku utama skandal ini -- tetap melaksanakan transaksi jual-beli senjata dengan Iran walaupun sebelumnya telah mengetahui peran penting Iran dalam pengeboman Kedubes dan markas pasukan perdamaian AS di Beirut tahun 1983. Dalam serangan itu 258 warga AS, kebanyakan pasukan marinir AS, tewas. Menurut Miami Herald, NSC melalui Badan Keamanan Nasional Super-Rahasia NSA, berhasil menyadap pesan-pesan diplomatik Iran yang memerintahkan pengeboman, tapi tak punya waktu untuk menggagalkan aksi itu. Letkol North -- pelaku utama kontak AS-Iran konon, ditugasi menyelidiki peristiwa pengeboman itu. Menurut koran ini, keterlibatan Iran lebih diyakinkan setelah pelaku utama peledakan itu mengaku operasi peledakan maut itu dibiayai Iran. Berita ini kembali menghangatkan skandal yang menyebabkan krisis pemerintahan Reagan itu. Deplu AS, sejauh ini, masih bungkam. Kian hari kasus ini tampaknya semakin luas, ruwet, dan melibat lebih banyak negara. Brunei pun, menurut koran The Los Angeles Times, Sabtu pekan lalu, diberitakan ikut membantu kelompok Contra atas desakan Menlu George Shultz. Menurut koran ini, Shultz menghubungi Sultan Brunei Hasan al Bolkiah dalam suatu kunjungan ke Bandar Seri Begawan Juni lalu. Kabarnya, dalam pertemuan itu Shultz secara pribadi membujuk Sultan Bolkiah untuk mengirimkan uang kepada pemberontak Contra. Sedang gagasan untuk melibat bantuan keuangan Brunei -- yang termasuk salah satu negara terkaya di dunia -- kepada kelompok Contra, konon, berasal dari Elliot Abrams Deputi Menlu urusan Masalah Antar Amerika, yang merupakan orang dekat Shultz. Selain Brunei, negara lain yang konon telah didekati adalah Israel dan Arab Saudi. Kedua negara terakhir sebelumnya diduga ikut berperan penting dalam kasus penjualan senjata AS-Iran yang merembet ke soal dana untuk Contra itu. Namun, Shultz -- yang dalam transaksi penjualan senjata AS-Iran diduga tak banyak berperan -- di muka sidang dengar pendapat DPR AS, Senin pekan ini, membantah berita itu. Menurut Shultz, bukan dia yang secara pribadi melakukan pendekatan pada pihak Brunei, melainkan Abrams, setelah pembantu dekat Shultz. Menurut menlu AS ini, memberikan wewenang untuk membicarakan bantuan buat Contra dengan negara ketiga adalah, "Kegiatan biasa yang tak melangkahi hukum." Ini untuk pertama kalinya pejabat dan bekas pejabat pemerintahan Reagan secara resmi didengar keterangannya di muka umum, sejak skandal Iran terbongkar. Shultz mendapat giliran pertama. Di muka sidang itu ia tampak masam ketika angkat sumpahnya untuk menyatakan hal-hal yang benar. Menurut dia, saat itulah untuk pertama kalinya sebagai pejabat pemerintah diambil sumpah di muka DPR AS. Namun, Shultz ternyata mengungkap fakta baru: keterlibatan Dubes AS di Beirut John Kelly, dalam skandal penjualan senjata ke Iran tanpa diketahuinya. Untuk itu, ia telah menarik pulang Kelly, untuk dimintai keterangan oleh penyelidik. "Pengetahuan saya tentang soal itu nihil," kata Shultz, memberikan keterangan soal operasi jalannya kontak AS-Iran. Bekas Penasihat Keamanan Nasional Presiden AS Robert McFarlane -- yang diutus Reagan ke Teheran Mei silam untuk upaya kontak AS-Iran -- akan mendapat giliran kedua di sidang dengar pendapat DPR AS berikutnya. Hasil penyelidikan menyebut North sebagai pelaku utama kasus ini, sesuatu yang tidak dipercaya kebanyakan orang. Poindexter diberitakan sebagai pejabat tertinggi pemerintahan Reagan yang mengetahui kasus penyelewengan dana keuntungan transaksi penjualan senjata AS-Iran ke kelompok Contra. Untuk itu keduanya telah dibebastugaskan -- North dipecat dan Poindexter mengundurkan diri. Juru bicara Gedung Putih, Larry Speakes, Jumat pekan lalu, juga telah menyatakan pengunduran dirinya. Alasannya: karena telah mendapat pekerjaan baru di suatu perusahaan besar, yang memberikan gaji lebih besar. Umum menganggap pengunduran diri Speakes buntut skandal Iran. Tapi Speakes akan bertahan pada jabatannya di Gedung Putih itu, "Sampai Reagan mendapatkan pengganti," katanya. Sementara itu, Presiden Reagan pun semakin gencar didesak anggota DPR dan Senat untuk memecat Kepala Staf Gedung Putih, Donald Regan, dan Direktur Dinas Intel AS CIA, William Casey, yang diduga banyak tersangkut dalam kasus Iran ini. Namun, Reagan tegas-tegas menolak desakan ini. "Saya tak akan melemparkan setiap orang ke tangan serigala tanpa sebab yang jelas," kata Reagan seperti dikutip seorang anggota DPR AS yang mengusulkan pemecatan kedua orang itu. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus