HANYA dalam tempo sepekan, Antonio Zumel, Satur Ocampo, dan istrinya, Carolina 'Bobbie' Malay, telah membintangi cakrawala TV dan berbagai forum terbuka di Manila. Tidak cuma lancar dan fasih, tapi kelihaian mereka berdebat telah memukau banyak orang. Mereka meyuarakan aspirasi golongan kiri sedemikian bagus dan seronok hingga publik Filipina terpesona menyaksikan lahirnya apa yang disebut seorang diplomat sebagai "komunisme koktail". Mereka memanfaatkan media massa untuk melancarkan propaganda, bahkan memperbaiki citra komunis yang dulu identik dengan pemeras dan pembunuh. Ketiga tokoh NDF (National Democratic Front), sayap politik CPP (Partai Komunis Pilipina) itu memilih gedung pers nasional bagai kantor. Sesuai dengan bunyi gencatan senjata yang ditandatangani 27 November, para perunding komunis ini diberi kesempatan untuk bekerja dalam suasana terbuka. Ada biro pengaduan di situ yang menampung keluhan orang-orang yang diperlakukan tidak adil oleh pemberontak komunis. Lagi satu propaganda yang menarik. Dubes AS Stephen Bostworth sampai-sampai mempertanyakan apakah sukses perjuangan mereka memang bisa sedramatis itu. 'Mereka tampaknya tidak punya saingan,' kata Bostworth. Dia sampai pada kesimpulan bahwa sesudah gencatan senjata, tujuan pihak komunis selanjutnya adalah meraih gengsi atau wibawa politik tertentu. "Saya tidak tahu apakah wibawa ini bisa dicapai sementara komitmen mereka untuk menggulingkan pemerintah yang sah tetap tidak berubah," tambah Bostworth. Kubu komunis sebaliknya tetap saja merasa kurang puas. Jenderal Ramos akhir pekan silam menginstruksikan agar patroli di daerah yang dikuasai komunis tetap berlanjut selama gencatan senjata. Tentara juga diperintahkannya menangkap gerilyawan komunis bersenjata, suatu hal yang ditentang keras oleh Zumel. Dalam sepucuk surat kepada Presiden Aquino, perunding komunis mengakui hak militer untuk melakukan patroli, tapi bukan untuk melucuti senjata pemberontak. Menyadari sikap tegar pihak militer dan komunis, Menhan Rafael Ileto menyerukan agar gencatan senjata dihormati karena "gara-gara satu kesalahan saja peluang untuk damai bisa musnah." Ada kesan kalangan militer kurang yakin bahwa gencatan senjata yang mulai berlaku 10 Desember ini tidak akan terselenggara sebagaima mestinya. Menurut mereka, pemberontak akan tetap saja menarik pajak, mempersenjatai dan mengonsolidasikan diri, serta meningkatkan citra mereka di mata rakyat. Dalam suasana curiga-mencurigai seperti itu, Presiden Aquino membekukan untuk sementara perombakan kabinetnya, sesudah membebastugaskan Menteri Pemerintahan Daerah Aquilino Pimentel pwkan silam. Pimentel, yang dituduh berhaluan kiri itu, kemudian dipercaya memegang jabatan baru: penasihat presiden untuk masalah nasional. Dengan kebijaksanaan ini, Cory tampaknya mempertahankan Pimentel, padahal bekas menteri itu dianggap tidak becus oleh militer. Pimentel, yang biasa bicara blak-blakan itu, mengatakan bahwa ia kehilangan jabatan karena "unsur-unsur militer berusaha keras menyingkirkan dirinya." Seorang bekas anggota parlemen, Jaime Ferrer, ditunjuk menggantikan Pimentel. Sementara itu, dua tokoh berhaluan kiri lainnya, Joker Arroyo dan Augusto Sanchez, tetap dipertahankan Cory, suatu sikap yang membuktikan adanya kontrol dan wibawa penuh Presiden, terutama sejak Enrile disingkirkan akhir bulan lalu. Bahkan adanya berita tentang 350 marinir pro-Enrile yang bersemmbunyi di perbukitan luar Manila tidak diubris Malacanang. Tidak pula dihiraukan proklamasi MNLF, yang pekan lalu membentuk pemerintahan sendiri mencakup pulau-pulau Mindanlo, Sulu, dan Palawan. Sesudah banyak membuang energi untuk perang Urat saraf melawan Enrile, Cory tampaknya sekarang memusatkan perhatiannya pada masalah ekonomi yang juga sangat mendesak dan plebisit kontitusi Februari tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini