Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Hong Kong pada Sabtu, 28 Desember 2019, menahan puluhan demonstran dan menggunakan semprotan merica untuk membubarkan unjuk rasa di sebuah mal. Unjuk rasa itu ditujukan untuk mengganggu bisnis retail di dekat wilayah perbatasan Hong Kong – Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Unjuk rasa di penjuru Hong Kong sejak awal pekan ini mulai mengincar pusat-pusat perbelanjaan yang diikuti oleh ratusan orang. Mereka yang protes memakai pakaian hitam dan penutup wajah. Pada Sabtu, 28 Desember 2019, demonstran melakukan aksi jalan ke sebuah mal di Sheung Shui sambil meneriakkan kalimat ‘kembalilah ke Cina’.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polisi anti huru hara berjaga di salah satu mal Hong Kong selama Malam Natal, 24 Desember 2019.[Benjamin Yuen/United Social Press/Hong Kong Free Press]
Sheung Shui terletak di wilayah perbatasan Hong Kong – Kota Shenzhen, Cina. Wilayah ini di Hong Kong dikenal sebagai tempat perdagangan grosir bebas pajak dan menjualnya ke Cina.
Para pedagang Cina di Sheung Shui menjadi sasaran demonstran di Hong Kong. Mereka dituding oleh demonstran sebagai biang keladi penyebab kepadatan di Hong Kong, menaikkan harga dan sewa properti.
“Tujuan kami adalah membuat toko-toko itu tutup. Ada banyak pedagang dan kami ingin mereka keluar,” kata Kelly, 17 tahun, demonstran yang menggunakan penutup wajah.
Unjuk rasa pada Sabtu kemarin telah mendesak toko-toko tutup lebih awal dan para pembeli bergegas keluar dari mal. Unjuk rasa di Hong Kong terhitung sudah enam bulan berjalan sebagai respon RUU ekstradisi yang memungkin para pelaku criminal diadili di Cina, dimana peradilan di sana dikendalikan oleh Partai Komunis Cina. RUU Ekstradisi sudah ditangguhkan, namun tuntutan unjuk rasa sudah meluas menjadi permintaan demokrasi yang lebih luas pada Hong Kong