Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah RI dalam waktu dekat akan boyongan ke IKN alias Ibu Kota Nusantara, meninggalkan Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan selama hampir sepanjang 79 tahun merdeka, karena ibu kota sempat pindah ke Yogyakarta di masa Revolusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Wijaja mengatakan, meski sudah tidak menjadi ibu kota negara, potensi pertumbuhan pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta semakin besar setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan Timur.
Alasannya, setelah ibukota negara pindah, Jakarta akan menjadi pusat perekonomian. Artinya, akan lebih banyak kegiatan perdagangan, salah satunya di pusat perbelanjaan.
"Dengan beralihnya fokus pemerintah kepada perdagangan, ini kan jadi peluang buat pusat belanja. Karena pemerintah akan lebih banyak memprioritaskan, memberikan kemudahan, fasilitas dan sebagainya terhadap sektor perdagangan," kata Alphonzus di Jakarta, Selasa, 30 Juli 2024.
Alphonzus mengatakan, penduduk di Jakarta tidak serta merta berkurang setelah IKN siap huni. Menurut dia, kemungkinan besar jumlah populasi di Jakarta dan wilayah penyangga seperti Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok justru semakin bertambah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut data APPBI, ada 96 mal yang beroperasi di Jakarta. Jakarta Selatan memiliki jumlah mal terbanyak, yakni 28 mal. Selanjutnya ada Jakarta Pusat sebanyak 22 mal, Jakarta Utara sebanyak 18 mal, dan Jakarta Barat sebanyak 16 mal. Terakhir, ada wilayah Jakarta Timur dengan 12 mal.
Pertumbuhan mal juga terjadi di wilayah penyangga. Hasil riset Colliers mengenai mal baru yang beroperasi pada 2019—2023, sekitar 70 persennya dibangun di wilayah Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).
Jakarta tetap pusat ekonomi
Menurut Alphonzus, pusat perbelanjaan membutuhkan populasi untuk tetap tumbuh. Alphonzus menyebut, pertumbuhan penduduk di Jakarta akan terus bertambah, lantaran menjadi pusat ekonomi.
"Kemungkinan malah bisa nambah dengan ada kegiatan pemerintah fokus di bidang perdagangan, perekonomian, kemungkinan populasinya justru bisa bertambah malah. Kalau bertambah, pusat belanja otomatis bisa semakin hidup," ujarnya.
Sementara itu, pertumbuhan pusat perbelanjaan di IKN dinilai baru akan terjadi dalam dua tahun ke depan. Sebab, jumlah penduduk di IKN belum terlalu signifikan.
Alphonzus mengatakan, pemerintah bisa memberikan insentif berupa tambahan modal bagi investor yang ingin membangun pusat perbelanjaan.
"Saya kira harus ada tambahan satu lagi, permodalan yang mudah dan ringan, karena pusat perbelanjaan itu harus berjuang. Kalau untuk pusat perbelanjaan, kami mengusulkan ada tambahan insentif lagi, itu permodalan yang sifatnya ringan," kata Alphonzus.
Berikutnya: Pemburu properti di Jakarta tetap tinggi
Sebuah riset yang dibuat oleh Rumah123, menunjukkan bahwa wilayah Jakarta masih menjadi salah satu pilihan utama bagi pencari rumah seken seiring pemindahan ibu kota ke IKN.
“Pada Juni 2024, pertumbuhan permintaan (enquiries) terhadap rumah di Jakarta yang disewa tumbuh 59,8 persen dan hunian yang dijual sebesar 114,9 persen secara tahunan,” kata Head of Research Rumah123 Marisa Jaya, Selasa.
“Hal ini mengindikasikan bahwa rencana perpindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN belum terlihat berdampak signifikan pada sektor properti hunian di Jakarta. Tren pencarian masih tercatat stabil sejak tahun lalu, dan popularitas Jakarta sebagai lokasi hunian masih akan terus bertumbuh,” kata Marisa.
Marisa mengatakan, secara keseluruhan pertumbuhan permintaan terhadap rumah tapak di Jakarta pada bulan Juni tercatat sebesar 90,1 persen secara tahunan (yoy).
Dari segi harga, jika dibandingkan dengan kota satelit sekitarnya, seperti Tangerang, Depok dan Bogor, pertumbuhan harga di Jakarta relatif stagnan.
Sepanjang Semester I-2024, pertumbuhan harga hunian di Jakarta setiap bulannya berkisar antara 0,8-1,4 persen (yoy), cenderung rendah dibandingkan dengan kota lain, seperti Bogor yang berkisar antara 4,6-7,7 persen.
Ada sejumlah alasan Jakarta mencatatkan stagnasi harga dibandingkan kota lainnya di Jabodetabek. Pertama, Jakarta merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi dan bisnis terbesar di Indonesia sehingga memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
Kedua, pengembangan properti di Jakarta pun telah tersaturasi sehingga tidak lagi banyak pengembangan di Jakarta, terutama untuk sektor perumahan.
Jakarta juga sudah difasilitasi dengan aksesibilitas dan jaringan transportasi publik yang baik, sehingga berbeda dengan area lain yang dapat mengalami lonjakan harga secara signifikan dengan adanya pengembangan baru yang dapat meningkatkan aksesibilitas, seperti tol ataupun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).
Marisa menilai, meskipun kenaikan indeks harga stagnan, rumah seken di Jakarta masih menjadi opsi utama bagi pencari properti yang mencari hunian di tengah kota namun dengan harga terjangkau.
“Hal ini mengingat suplai rumah seken yang ditawarkan di Jakarta terbilang masih sangat beragam dan memiliki rentang harga yang bervariasi, sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan atau preferensi kelas menengah, menengah-atas,” ujarnya.
Dari lima area di Jakarta, Jakarta Selatan menjadi wilayah terpopuler dengan persentase popularitas dalam pencarian sebesar 31,8 persen. Diikuti Jakarta Barat 26,8 persen, Jakarta Utara 17,9 persen, Jakarta Timur 16,6 persen dan Jakarta Pusat 6,9 persen.
Marisa menjelaskan, preferensi di setiap wilayah Jakarta menunjukkan karakteristik segmentasi pasar yang berbeda. Beberapa wilayah memiliki proporsi preferensi yang cukup besar untuk harga rumah di atas Rp5 miliar, seperti Jakarta Selatan (38,5 persen), Jakarta Utara (37 persen), dan Jakarta Pusat (27,6 persen). Sementara di Jakarta Timur, permintaan untuk rentang harga tersebut hanya sekitar 4,6 persen.
Di Jakarta, pencari properti umumnya berasal dari kelompok usia 25-34 tahun, dengan proporsi mencapai antara 33- 35,9 persen. Diikuti kelompok usia 45-54 tahun yang mencakup 19,9- 21,9 persen.
“Data ini menunjukkan bahwa generasi muda dan dewasa produktif adalah kelompok utama yang aktif mencari properti di Jakarta,” tutur Marisa.
Dari segi asal, lanjutnya, sebagian besar pencari properti di Jakarta berasal dari dalam wilayah itu sendiri. Namun, kota-kota satelit di sekitarnya juga mencatatkan proporsi pencarian yang signifikan.
Misalnya yang berasal dari Tangerang merupakan kelompok pencari properti kedua tertinggi di Jakarta Barat dengan proporsi 6,6 persen. Sementara itu, pencari dari Depok dan Bekasi menjadi yang kedua tertinggi di Jakarta Selatan dengan proporsi 4 persen dan Jakarta Timur dengan proporsi 4,6 persen.
Pilihan Editor PP Kesehatan yang Diteken Jokowi Larang Penggunaan Kata 'Light