Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Untuk Apa Lima Jabatan, Tuan Scott Morrison

Mantan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menolak mundur dari parlemen setelah ketahuan diam-diam memegang lima jabatan selama berkuasa.

20 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Scott Morrison, di Albanese, Sydney, Australia, 21 Mei 2022. REUTERS/Loren Elliott/File Photo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Scott Morrison diam-diam memegang lima jabatan tambahan selama menjadi Perdana Menteri Australia.

  • Pemerintah Iran mengaku tak terlibat dalam serangan terhadap sastrawan Salman Rushdie.

  • Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan vonis 34 tahun penjara kepada aktivis hak-hak perempuan.

Australia

Scott Morrison Dituduh Menjadi Diktator

MANTAN Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menolak mundur dari parlemen setelah muncul kabar bahwa dia diam-diam memegang lima jabatan tambahan selama berkuasa. Dia mengklaim keputusannya tersebut dibuat demi kepentingan nasional jika menteri tidak mampu bertindak karena pandemi Covid-19. “Saya percaya bahwa memiliki kewenangan dan kekuatan darurat yang efektif untuk digunakan dalam situasi ekstrem itu diperlukan,” katanya pada Rabu, 17 Agustus lalu, seperti dikutip BBC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masalah itu terungkap setelah wartawan New Corp memaparkannya dalam buku terbaru mereka tentang pemerintahan Morrison selama masa pandemi. Morrison ternyata menjadi menteri gabungan untuk portofolio kesehatan, keuangan, perbendaharaan negara, urusan dalam negeri, dan sumber daya alam selama Maret 2020-Mei 2021. David Hurley, Gubenur Jenderal Persemakmuran Australia yang diangkat Ratu Elizabeth II, mengaku telah meneken “aturan administratif” yang memungkinkan Morrison memegang jabatan itu. Sebagian menteri tak tahu bahwa mereka berbagi jabatan dengan Morrison.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan akan menyelidiki kasus ini dan menyebut tindakan itu aneh dan tak dapat diterima. “Ini adalah jenis ‘kepemimpinan yang buruk’ yang akan kami olok-olok jika dilakukan di negara non-demokrasi,” kata Albanese. Jim Chalmers, Bendahara Negara Australia, menyebut Morrison punya “kecenderungan diktator”.


Inggris

Iran Bantah Terlibat Penyerangan Salman Rushdie

PEMERINTAH Iran mengaku tak terlibat dalam serangan terhadap sastrawan Salman Rushdie. “Kami tidak menganggap siapa pun selain (Rushdie) dan pendukungnya yang patut disalahkan dan bahkan dikutuk,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, dalam konferensi pers pada Senin, 15 Agustus lalu. “Kami dengan tegas dan serius menyangkal adanya hubungan penyerang itu dengan Iran,” ucapnya, sebagaimana dikutip CNN.

Penulis Salman Rushdie diangkut ke sebuah helikopter setelah dia ditikam di Chautauqua Institution, Chautauqua, New York, Amerika Serikat, 12 Agustus 2022. TWITTER @HoratioGates3 /via REUTERS

Salman Rushdie ditikam berkali-kali oleh Hadi Matar, warga New Jersey, saat menyampaikan kuliah di Chautauqua Institution, New York, Amerika Serikat, pada Jumat, 12 Agustus lalu. Rushdie kini masih dirawat di rumah sakit dan polisi masih menyelidiki kasus ini.

Rushdie adalah pengarang India dan penulis novel kontroversial Ayat-ayat Setan. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, menilai novel itu menghina Islam dan Nabi Muhammad serta mengeluarkan fatwa kematian Rushdie pada 1989. Rushdie mengungsi ke Inggris lalu ke Amerika Serikat karena sering mendapat ancaman dan serangan.


Arab Saudi

Aktivis Perempuan Dihukum 34 Tahun Penjara

PENGADILAN Pidana Khusus Arab Saudi menjatuhkan vonis 34 tahun penjara dan larangan ke luar negeri kepada Salma al-Shehab, aktivis hak-hak perempuan, pada Jumat, 12 Agustus lalu. Kandidat PhD di University of Leeds, Inggris, itu dihukum karena cuitannya di Twitter yang menuntut hak-hak perempuan di negerinya. Ibu dua putra berusia empat dan enam tahun itu ditahan sejak Januari 2021.

Lina Hathloul, kepala pemantauan dan komunikasi ALQST, kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, menilai hukuman itu bertentangan dengan klaim reformasi pemerintah Saudi untuk perempuan. “Mereka tetap bertekad untuk menghukum dengan keras siapa pun yang mengekspresikan pendapat secara bebas,” ujarnya kepada Middle East Eye pada Senin, 15 Agustus lalu.

Bethany Vierra Alhaidari, cendekiawan Saudi dan Manajer Kasus The Freedom Initiative Saudi, menyatakan ada ratusan perempuan yang kini ditahan Saudi karena menggunakan media sosial, termasuk Twitter. Ia mengkritik kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Jeddah dan bertemu Putra Mahkota Saudi Mohamad bin Salman. Padahal Biden sebelumnya bersumpah akan menjadikan Saudi negara pariah setelah terjadinya pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus