Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Maut di sebuah loteng

33 orang ditemukan mati bersama di desa yongin, kor-sel. diduga mereka sengaja bunuh diri masal, karena pengaruh ajaran sesat ny. park soon-ja yang dijuluki dewi kebajikan. park terlilit utang banyak.

5 September 1987 | 00.00 WIB

Maut di sebuah loteng
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEBUAH upacara keagamaan berkedok ajaran Kristen, Jumat pekan lalu, menggegerkan Desa Yongin, yang terletak 80 km di selatan Seoul, 33 penduduk ditemukan mati di loteng sebuah pabrik kerajinan tangan tradisional milik Nyonya Park Soon Ja. Diduga, mereka sengaja bunuh diri masal, karena pengaruh ajaran sesat Park, 48, yang mereka juluki Dewi Kebajikan. Mayat-mayat itu -- semuanya mengenakan kemeja dan celana piyama warna jambon -- tumpang tindih, dengan tangan serta kaki terikat satu sama lain. Sekujur tubuh penuh luka tikaman dan leher dijerat tali nilon. Mulut mereka yang mengeluarkan buih disumpal kertas tisu dan pakaian. Mayat ke-33 ditemukan mati tergantung -- diduga melakukan bunuh diri setelah membantu korban-korban yang sekarat. Dari ruangan yang dipergunakan untuk bunuh diri masal itu, polisi menemukan enam botol kosong bekas obat penenang dosis tinggi, kitab Injil, sejumlah buku nyanyi-nyanyi pujian, dan beberapa bungkus mi. Siapakah Park Soon-Ja? Ia berasal dari keluarga terpandang di Taejon, Korea Tengah, pemeluk Kristen yang saleh, dan aktif dalam kegiatan sosial. Wanita karier yang sembuh dari kanker karena Tuhan, beberapa tahun lalu, juga dikenal sebagai dermawan, serta supel dalam pergaulan. Tak jelas sejak kapan Park mulai berpaling dari ajaran Kristen. Itu tak mengurangi pengaruhnya di lingkungan masyarakat. Bahkan mereka yang terkesan dengan amal kasihnya tak segan-segan memberikan pinjaman untuk kepentingan Park. Sementara itu, pengikut Park juga makin bertambah, terutama dari kaum gelandangan, anak-anak yatim piatu, dan keluarga yang memberinya utang. Mereka dibujuk Park tinggal di asrama, yang sekaligus menjadi pabrik kerajinan tangan, dengan berbagai kelengkapan fasilitas -- termasuk sekolah dari tingkat SD dan SLP. Yang tak ada di Yongin cuma kebebasan. Di pabrik kerajinan tangan Odaeyang (Lima Samudra), yang dikelola Park, setiap hari diproduksi cendera mata ukiran khas Korea dan kerajinan tradisional lainnya. Sebagian besar hasil pabrik diekspor. Tahun lalu, berhasil diekspor hasil kerajinan Korea senilai US$ 200.000. Kedok Park baru terbongkar gara-gara para penagih utang dihajar sampai babak belur oleh centeng pabrik Odaeyang. Dari hasil pemeriksaan polisi, Park ketahuan terlibat utang US$ 8 juta. Setelah kedoknya ketahuan polisi, Rabu pekan silam, Park kabur dari kediamannya di Taejon. Ia bersembunyi di Yongin bersama 130 pengikutnya. Setiap malam, menurut keterangan penduduk, berlangsung upacara "keagamaan" disertai nyanyian pujaan. Syair nyanyian antara lain menyebutkan, "Odaeyang adalah surga, tempat kita tinggal untuk selama-lamanya." Suami Park, Lee Ki-Jung, pejabat tinggi di Provinsi Chung Chongnam, ketika diberi tahu tentang kegiatan istrinya segera berangkat ke Yongin. Tapi Park sudah jadi mayat dengan luka-luka di kepala. Tragedi di pabrik Odaeyang mengingatkan orang pada peristiwa bunuh diri masal, 913 orang, pengikut Kuil Rakyat pimpinan Pendeta Jim Jones di Guyana pada 1978. Yulia S. Madjid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus