PENDENGAR radio di seantero Nikaragua, pekan lalu, kaget dan bertanya-tanya. Pidato kemenangan Nyonya Violeta Chamorro, presiden baru terpilih Nikaragua, mendadak berhenti. Yang terdengar kemudian, musik mengalun. Setelah beberapa saat, barulah pidato Violeta diteruskan. Ada apakah gerangan? Ternyata, selagi asyik membaca teks pidato, tokoh wanita Nikaragua yang sedang naik daun ini tiba-tiba bingung. Dengan santai ia menyetop pidato dan memberi tahu seorang penasihatnya bahwa ia tak bisa membaca isi teks pidato. Bahwa Violeta, pemimpin UNO (koalisi 14 partai oposisi) yang mengalahkan pemerintah kiri Sandinista dalam pemilu Ahad dua pekan lalu itu, sangat bergantung pada para penasihatnya sudah menjadi rahasia umum. Konon, Violeta cuma bisa diajak bicara yang "ringan-ringan" saja. Padahal, sebagai presiden baru Nikaragua, janda berusia 60 tahun ini menghadapi sejumlah masalah pelik dan berat. Alih kekuasaan saja sudah menjadi masalah yang tidak enteng. Presiden Daniel Ortega, yang sudah mengakui kekalahannya, baru akan menyerahkan kursinya dengan damai April depan disertai syarat. Yakni pembubaran pasukan pemberontak Contra. Untuk membuktikan niat baiknya, dua hari setelah dikalahkan Violeta, Ortega memberlakukan gencatan senjata sepihak dan siap berdamai. Namun, para gerilyawan Contra dukungan AS, yang bermarkas di negara tetangga Honduras, bertahan dan menolak membubarkan diri. Imbauan Washington dan Violeta agar pasukan Contra segera membuang senjata dan pulang ke tanah air tak dihiraukan. "Contra ingin suatu imbalan. Mereka ingin semacam hadiah dari Washington atau UNO," ujar seorang pengamat politik di Managua. Tapi, tampaknya, baik AS maupun Violeta enggan memenuhi tuntutan pemberontak yang sudah bergerilya 8 tahun lebih itu. Menurut para pimpinan Contra di Honduras, Violeta tak menanggapi dua surat permintaan bertemu dari para komandan gerilyawan. Sedang Gedung Putih, Jumat lalu, mengirim utusan khusus, Harry Shlaudeman, ke markas Contra di Honduras. Tugas Shlaudeman yakni membujuk agar Contra mau membubarkan diri dan pulang tanpa syarat. Problem lain yang dihadapi Violeta adalah angkatan bersenjata Nikaragua. AB Nikaragua -- yang dikuasai kelompok Sandinista -- berkekuatan 70.000 orang atau terkuat di Amerika Tengah. Mereka tampaknya masih sukar menerima kenyataan bahwa Pemerintah Sandinista bisa dikalahkan pihak oposisi. Untunglah, Daniel Ortega masih bisa mengerem kelompok garis keras. Kubu UNO, yang sejak awal ingin menciutkan personel AB dan mengubahnya dari tentara partai menjadi tentara nasional, belakangan mau kompromi. Menurut koran La Prensa, milik keluarga Violeta, presiden terpilih itu menawarkan jalan keluar bahwa tentara Sandinista bakal menjadi satu-satunya unsur AB yang resmi. Dan, Violeta akan menjadi "satu-satunya penguasa AB". Sementara itu, warisan krisis ekonomi juga meminta Violeta segera turun tangan. Ekspor, yang pada 1979 mencapai US$ 566 juta, tahun 1989 cuma US$ 298. Tingkat inflasi melangit, harga barang rata-rata naik 2.000% tiap tahun, pengangguran membengkak. Obat satu-satunya yang diharapkan yakni bantuan ekonomi dari AS dan negara-negara Barat lainnya. Untuk itu para penasihat ekonomi Violeta sudah terbang ke Washington, Ahad kemarin, dan akan melanjutkan perjalanan ke Tokyo. Violeta mengharapkan bantuan darurat US$ 300 juta dari AS dan US$ 600 juta dari negara-negara Barat lainnya. Presiden AS George Bush sudah menjanjikan "paket bantuan penting" dan akan segera mencabut embargo ekonominya atas Nikaragua. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini