SIAPA sebenarnya yang beroposisi terhadap pemerintahan Toshiki Kaifu yang baru saja terbentuk? Apakah Partai Sosialis (JSP) di bawah Takako Doi yang menjadi lambang kebangkitan wanita, partai-partai oposisi kecil lainnya, atau yang lain lagi? Pertanyaan itu dijawab secara bercanda oleh Asahi Shimbun. "Amerika adalah oposisi terbesar bagi LDP dewasa ini," tulis salah satu koran paling besar di Negeri Matahari Terbit itu. Seloroh itu kelihatannya ada benarnya juga. Lihat saja, kata koran itu, hanya dua hari setelah kabinetnya diresmikan petang hari Jumat lalu, Kaifu dengan didampingi Menlu Toru Nakayama sudah buru-buru terbang ke Palm Springs, dekat Los Angeles, untuk memenuhi undangan Presiden George Bush. Ia berada di negeri itu hanya 25 jam. Enam jam dari kunjungannya dimanfaatkan untuk berunding dengan Bush, walaupun ia masih sempat berenang. Ia harus berada lagi di Tokyo pada hari Senin untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan oposisi dalam Majelis Rendah. Gejala itu sebenarnya sudah terlihat sejak pertengahan Februari lalu, hanya empat hari setelah pemilu selesai. Dalam perundingan yang disebut Structural Impediments Initiatives Talks yang diadakan di Tokyo dua minggu lalu, sekali lagi pemerintahan Bush menggugat struktur ekonomi Jepang yang dianggap penyebab friksi perdagangan. Untuk itu, Amerika menuntut peningkatan persentase investasi dari 6% menjadi 10% terhadap GNP dalam waktu 3-5 tahun mendatang. Amerika juga menuntut penghapusan peraturan yang menyulitkan masuknya PMA dalam perdagangan eceran. Jepang menjawab tuntutan Washington itu dengan kata "tidak". Resep yang dipakai Washington tentu saja tekanan politik. Dalam pertemuan di Palm Springs itu, Bush menuntut agar Jepang memberi "pedoman politik". Mendapat tekanan tersebut, Kaifu terpaksa berkompromi dengan menjanjikan bahwa isu struktural ekonomi itu sebagai "prioritas puncak" dalam pemerintahnya. Bush, yang merasa berhasil menekan Kaifu, mengatakan dalam konperensi pers setelah perundingan, "Kami telah memperoleh apa yang kami harapkan." Di dalam negeri tantangan yang dihadapi Kaifu tak kurang besarnya. Kabinet yang telah disusunnya lebih menyerupai cerminan kekuatan berbagai haibatsu (fraksi) dalam LDP sendiri. Penyusunannya sangat alot. Maklumlah, Kaifu berasal dari fraksi yang termasuk kecil saja -- 33 orang dalam kedua majelis. Ia, misalnya, mendapat tekanan keras dari fraksi Michio Watanabe, dengan anggota berjumlah 67, yang melanjutkan kepemimpinan Nakasone. Watanabe menuntut agar Kaifu mengajak Takayuki Sato, anggota kelompok Watanabe, duduk dalam kabinet. Usul itu ditolak Kaifu lantaran Sato pernah terlibat dalam kasus Lockheed. Ia ingin agar kabinetnya terdiri dari tokoh-tokoh "bersih". Hasilnya, 20 posisi menteri itu dibagi-bagi menurut tingkat kekuatan setiap fraksi. Enam untuk kelompok Takeshita (fraksi terbesar dengan 107 anggota), empat kursi masing-masing buat fraksi Abe (86 anggota), Miyazawa (83 anggota), dan Watanabe. Sisanya, dua kursi didapat oleh fraksi Komoto. Kaifu termasuk ke dalam fraksi terakhir itu. Dengan demikian, susunan kabinet tersebut sudah menunjukkan betapa lemahnya posisi Kaifu. Komposisi kabinet baru itu memang telah memuaskan setiap haibatsu dalam LDP. Tapi itu mendatangkan ketidakpuasan di kalangan wanita, kaum yang belakangan ini makin besar kekuatannya. Tahun silam Kaifu telah menunjuk dua wanita. Sumiko Takahara sebagai Dirjen Badan Perencanaan Ekonomi, dan Mayumi Moriyama sebagai Menteri Sekretaris Negara. Dalam kabinet baru ternyata nama wanita tak tertera lagi. Muncullah kritikan bahwa langkah Kaifu mengangkat kedua wanita itu tak lain hanya untuk menarik suara kaum wanita. Di dalam LDP sendiri bukan rahasia lagi bahwa ada beberapa orang yang berambisi menggantikan Kaifu. Oposisi pun sudah bersiap-siap menekan Kaifu dengan tuntutan penghapusan shohizei (pajak konsumsi). Seiichi Okawa (Tokyo) dan ADN (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini