Menurut seorang jenderal Amerika, dalam Perang Teluk yang lalu ada misi untuk membunuh Saddam. PRESIDEN Bush dan para jenderalnya berdusta? Kini baru terungkap bahwa salah satu misi Amerika Serikat dalam Perang Teluk yang lalu adalah menghabisi Presiden Irak Saddam Hussein. Padahal, selama perang sekitar enam minggu itu, bila wartawan bertanya apakah Saddam termasuk sasaran Operasi Badai Gurun, Bush dan para jenderalnya selalu menyangkal. Mereka mengatakan bahwa Saddam adalah seorang pemimpin politik, sedangkan prioritas untuk menghancurkan Irak dipusatkan pada penyingkiran para petinggi militer. Kebohongan itu baru terungkap belum lama ini ketika seorang perwira tinggi di Pentagon (Departemen Pertahanan) bercerita pada wartawan surat kabar Washington Post. "Kami sungguh-sungguh memburunya," kata jenderal itu. Menurut dia, perburuan itu telah dimulai sejak awai perang, ketika pengebom siluman F 117A dengan rudal pintar Tomahawk digunakan untuk menghajar markas besar Saddam yang ada di kota bawah tanah Baghdad. Ketika bungker yang semula diduga tak akan tembus oleh senjata apa pun itu ternyata bobol, para jenderal Amerika menyangka Saddam mati sudah. Eh, keesokan harinya pemimpin berkumis tebal itu muncul di layar televisi Baghdad. Setelah melihat kegagalan ini, para jenderal Amerika makin bernafsu menghabisi Saddam. Beberapa pesawat pemburu dan pengebom Amerika mendapat tugas khusus membunuh Saddam. Bahkan, menurut sumber Washington Post yang tak disebutkan identitasnya itu, di angkatan udara Amerika, perburuan atas Saddam pernah lebih diprioritaskan dari mencari dan menghancurkan sarang-sarang rudal Scud. Itu dilakukan setelah ada informasi bahwa Saddam tinggal dalam "hotel berjalan" berupa bus mewah berwarna hijau daun buatan Amerika. Dari bus itulah ia memberi komando pada jenderal Irak. Rahasia tentang pusat komando dalam mobil itu terungkap tak sengaja. Sebelum perang pecah, masih dalam suasana Krisis Teluk, sebuah foto terpampang di berbagai media massa internasional. Di situ terlihat Saddam sedang memberikan brifing kepada para panglima perangnya di sebuah ruang sempit. Mula-mula tempat itu diperkirakan sebagai ruang bawah tanah. Beberapa hari kemudian datang informasi dari perusahaan Fort Valley, pembuat bus-bus mewah. Kata orang Fort, ruang tempat Saddam berada dalam foto itu adalah bagian dalam salah satu dari sembilan bus tipe Wander Lodge buatannya. Pada tahun 1980-an perusahaan ini memang menjual sembilan bus mewah pada Irak. Bus sejenis dibeli oleh bintang film Tom Cruise -- aktor yang jadi tenar karena To Gun, juga Born on Fourth of July. Maka, sejumlah pesawat Amerika yang khusus mendapat perintah mengakhiri hidup Saddam diinstruksikan mencari bus yang mirip milik Tom Cruise. Beberapa hari kemudian dua bus mewah yang dipantau dari atas sebagai pusat komando dilumatkan oleh bom-bom pintar. Ternyata, Saddam tak berada di dua bus itu. Tak jelas berapa akhirnya bus mewah Irak yang hancur dibom. Menurut jenderal itu, tampaknya Saddam hampir terserempet bom pun tidak. Yang hampir membuat sukses misi ini bukanlah bom, tapi dua pilot F-16 yang sedang berpatroli rutin dan memergoki sebuah konvoi yang terdiri dari 50 kendaraan. Tembakan dari kedua pesawat itu menghancurkan kendaraan-kendaraan yang ada di kepala dan ekor konvoi tersebut. Ketika kedua pilot akan menyerang bagian tengah, yang diduga adalah kendaraan Saddam, mereka kehabisan amunisi. Saddam tetap segar-bugar. Selain tembak langsung, Amerika dan Sekutu juga menjalankan cara lain untuk mengalahkan Saddam, yakni melenyapkan kepercayaan rakyat Irak pada Saddam. Caranya, menghancurkan instalasi-instalasi sipil, antara lain pusat tenaga listrik. Angkatan udara Amerika mengatakan bahwa 17 dari 20 pembangkit listrik Irak hancur kena bom. Sarana perhubungan dan minyak juga menjadi sasaran. Ini juga gagal. Sampai Saddam menarik pasukannya dari Kuwait, tak terdengar upaya kudeta atau pembunuhan terhadap Saddam oleh rakyatnya. Kini, lima bulan setelah peran berakhir, rupanya upaya melenyapkan Saddam masih belum berhenti, meski tak dengan bom atau peluru. Barat sampai sekarang belum mau memberi bantuan peri kemanusiaan secara penuh. Belum ada uluran tangan untuk memperbaiki sarana listrik, misalnya. Juga makanan dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan, terutama, oleh bayi dan anak-anak. Menurut dugaan tim medis dari Universitas Harvard yang belum lama ini meninjau Irak, bila bantuan tak juga datang dalam jumlah memadai, 170 ribu balita Irak akan meninggal dalam waktu dekat. Kebijaksanaan tak memberi bantuan ini, menurut pihak Amerika, konon, memang disengaja. Kata Kolonel John A. Warden, Deputi Direktur Urusan Strategi Angkatan Udara Amerika, bila Irak nanti terpaksa minta bantuan agar rakyatnya tak berbuat macam-macam karena menderita akibat prasarana sosial tak kunjung normal kembali, ketika itulah "pihak Sekutu akan mengatakan kepada Saddam untuk melakukan perubahan-perubahan tertentu sebelum bantuan diberikan". Ini memang menyedihkan. Dalam setiap konflik, korban utama tetap saja orang sipil, bahkan anak-anak yang tak berdosa. Bambang Harymurti (Washington) dan A. Dahana (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini