Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menerjang Sang Penghalang

Barisan Nasional dipastikan menang pemilu. Masih mengandalkan taktik pembusukan pribadi.

10 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua cakram padat yang disebar di kaca semua mobil yang parkir di Hotel Emerald Puteri di Kedah, Kamis lalu, sudah cukup menggambarkan potret pemilu Malaysia. Pilihan Raya Umum ke-12—begitu Malaysia menyebut pemilu itu—sudah berlangsung pada Sabtu lalu. Selama masa kempen (kampanye), seperti tergambar dalam cakram pada itu, taktik pembusukan pribadi masih menjadi senjata.

Bertitel ”Isu Semasa”, cakram itu berisi rekaman dakwah pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim di masjid. Rekaman itu kemudian dikontraskan dengan gambar ketika mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia itu menyanyi dan berjoget di berbagai acara, termasuk di acara Kick Andy di Metro TV.

Satu cakram lagi memuat pengakuan pemuda Partai Keadilan Rakyat (PKR), partai oposisi pimpinan Wan Azizah Wan Ismail, istri Anwar, yang mengeluhkan manipulasi di tubuh partai itu. Cakram berjudul ”Anwar Dalang Yahudi” ini bercerita bahwa pernah terjadi pertemuan antara istri Anwar dengan George Soros, pendiri Open Society itu. Kebenarannya? Wallahualam.

Anwar memang menjadi bidikan tunggal kubu Barisan Nasional, koalisi 14 partai yang dipimpin Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Para petinggi Barisan Nasional menyebut Anwar sebagai penghalang terbesar bagi mulusnya kemenangan Barisan Nasional.

Barisan Nasional dipastikan menang pemilu yang memperebutkan 222 kursi Dewan Rakyat (parlemen) dan 505 kursi Dewan Utusan Negara (semacam DPRD). Hanya saja angka kemenangannya diperkirakan tak sebesar empat tahun lalu. Barisan Nasional merebut 198 dari 219 kursi di parlemen atau sekitar 90 persen pada 2004. Kini, dengan 10,9 juta pemilih, Deputi Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak hanya memasang target dua pertiga kursi.

Analis memprediksi turunnya suara itu. ”Tahun ini, rakyat tak lagi merasa perlu memberikan mandat yang kuat ke pemerintahan Abdullah karena mereka tak melihat banyak perubahan dalam empat tahun terakhir,” ujar seorang analis.

Riuhnya aksi menentang pemerintah belakangan ini adalah penanda. Mereka memprotes naiknya harga minyak dan bahan pangan, juga ketidakadilan terhadap etnis minoritas di Malaysia. ”Ini akhir dari hegemoni politik,” kata Sekretaris Jenderal Parti Tindakan Demokratik (DAP) Lim Kit Siang.

DAP bergabung dalam Barisan Alternatif—ini sebutan untuk koalisi oposisi. Partai Islam se-Malaysia (PAS) juga berbaris bersama kelompok oposisi. ”Kami maju dengan cepat dan ini menyebabkan kebingungan pemerintah,” kata Anwar saat berada di Singapura pekan silam.

Suara-suara optimistis Barisan Alternatif itulah yang membikin kubu penguasa semakin ”menerjang” Anwar selama 13 hari masa kampanye. Badawi, misalnya, menuduh Anwar bukan pemimpin yang baik karena tindak-tanduknya tak bertanggung jawab. ”Dengan UMNO cakap lain, dengan orang lain cakap lain, semua dia nak untung,” katanya di depan 5.000 warga keturunan Cina di Air Itam, Pulau Pinang.

Menteri Penerangan Zainudin Maidin menuding Anwar alat negara lain. ”Kalau berobat dia pergi ke Eropa; dia disambut karpet merah di Amerika. Dia cakap bicara, tapi tak ada lagi tempat baginya dalam politik Malaysia,” ujar Zainudin, Kamis lalu di Kedah.

Seorang pengamat memperhatikan kebencian Barisan Nasional terhadap Anwar semakin mencuat sejak ia menjanjikan penurunan harga minyak sehari setelah pemilihan jika oposisi menang. ”Ini tanda mereka melihat Anwar sebagai ancaman serius. Jika tak ketakutan, tentu tak perlu ada serangan,” ujar Tricia Yeoh, direktur Centre for Public Policy Studies.

Seperti membalas serangan atas pribadi Anwar, tabloid Harakah yang pro barisan pembangkang, sehari sebelum pencoblosan memuat foto Perdana Menteri Badawi bersama bintang film Michelle Yeoh. Foto ini pernah membuat heboh tahun lalu. Di atas foto itu tertulis headline berita: ”Selamatkan Malaysia”.

Seorang orator kampanye untuk kandidat PKR di Batu, Kuala Lumpur, Tian Chua, menghina Lim Si Pin, lawan politiknya dari Barisan Nasional. ”Lim Si Pin lebih pantas berganti nama menjadi Lim Sleeping,” ucapnya.

Pemimpin PAS Nik Abdul Aziz Nik Mat pun tak ketinggalan. Ia menyebut para politikus Barisan Nasional sebagai ”orangutan” karena dinilai mengabaikan etika politik.

Di atas perang kebencian itulah demokrasi Malaysia kini berdiri. Dan rakyat Malaysia telah menjatuhkan pilihan mereka.

Toriq Hadad dan Nezar Patria (Malaysia), Purwani Diyah Prabandari (The New Strait Times, Bernama, Utusan, Malaysia Kini)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus