Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengapa darah harus tertumpah?

Penyanderaan hakim mariana yahya di malaysia oleh agus salim, sulaiman dan ahmad noor dari indonesia mungkin karena mereka frustasi atas ancaman hukuman berat & penahanan yang lama, sel yang buruk.(ln)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"POLISI telah bertindak zalim." Komentar ini dilontarkan seorang pengusaha di Kuantan, Malaysia, dengan nada geram. Bagi bekas karyawan di kementerian penerangan ini, kasus penyanderaan di penjara Kuantan, sebenarnya,bisa diselesaikan tanpa harus ada darah tertumpah dan nyawa melayang. "Sejahat-jahatnya orang Indonesia, mereka itu Melayu dan beragama Islam. Mereka pasti akan bertoleransi bila segi keislamannya disentuh," katanya lagi. Ia rupanya tak senang mengapa dua penyandera Hakim Mariana Yahya, 27, harus ditembak mati, dan seorang lagi terluka parah. Sumber-sumber terpercaya di Kuantan mengakui bahwa cukup alasan bagi Agus Salim, Sulaiman, dan Ahmad Noor untuk frustrasi dan kemudian melakukan penyanderaan atas hakim yang akan mengadili mereka. Ancaman hukuman yang berat yaitu ancaman mati - dan penahanan yang sampai 2 tahun (lihat Hukum) adalah penyebab yang jelas. Penyebab lain adalah kondisi dalam penjara yang, agaknya, tak begitu diperhatikan. Penjara yang berkapasitas 100 orang itu, di saat kejadian, ternyata, dihuni oleh 525 orang. Jumlah orang Indonesia ada 58. Yang 36 adalah narapidana, dan yang 22 masih berstatus tahanan. Penghuni lainnya antara lain terdiri dari orang Melayu (303 orang), Cina (79 orang), dan India (23 orang). Muatan yang melebihi kapasitas itu membuat penghuni harus berjejal-jejal. "Kamar seluas 16 m2 dihuni oleh 8-9 orang. Betapa sesaknya," kata sumber itu. Dikatakan bahwa di hari kejadian, dua pekan lalu, ada sekitar 100 orang yang akan diadili Hakim Mariana. Saat Agus Salim dan kedua temannya yang memperoleh giliran diperiksa, tiba-tiba saja mereka menodong Mariana dengan sepotong besi runcing. Mariana dengan paksa dibawa ke ruang komandan penjara, Encik Abdul Rahim. Lengan dan kaki Mariana diikat. Ikatan itu kata sumber tadi, kemudian dilepas. Memang, Mariana beberapa kali ditempeli besi runcing di lehernya. Tapi itu dilakukan hanya untuk menggertak, agar petugas mengabulkan tuntutan mereka: kabur dari penjara mengendarai mobil Mariana. Dokter Elyas Ariffin, suami Mariana, menyatakan kepada TEMPO bahwa istrinya memang tak diperlakukan kasar oleh para penyanderanya. "la mendapat layanan yang baik, tidak dikasari," tutur Elyas. Itu mungkin karena Mariana, ketika disandera, mengaku sedang hamil muda, padahal sebenarnya tidak. Para penyandera, seperti pendapat pengusaha bekas karyawan kementerian penerangan di atas, agaknya memang bisa disadarkan. Seperti yang disaksikan Mariana, keberingasan para penyandera itu mereda ketika, di sore hari, seorang petugas mengumandangkan azan. Dan dua orang di antaranya kemudian terus salat. Subuh keesokan harinya, mereka kembali menunaikan salat. Istri, anak-anak, dan mertua Sulaiman yang didatangkan dari Kampung Kulai, Johor, sebenarnya, mungkin juga bisa berperan meredakan Sulaiman. Sayangnya, sebelum sempat mereka dipertemukan untuk mencoba membujuk Sulaiman, petugas Unit Tindak Khas (UTK) sudah keburu menyergap. Melihat salah seorang penyandera menggenggam pistol, yang diambil dari dalam tas milik Encik Abdul Rahim, petugas agaknya tak mau mengambil risiko. Ahmad Noor, menurut sebuah sumber tertembak pahanya dengan peluru tembus keluar. Tapi cederanya yang lebih parah adalah yang di bagian kepala, akibat pukulan petugas. "Selama dirawat di rumah sakit, beberapa kali ia mencabut infus atau selang transfusi darah. Apa boleh buat, akhirnya, ia terpaksa diborgol," kata sumber itu. Atas kejadian yang menimpa dirinya, Mariana - yang kini memperoleh cuti panjang, 3 bulan - tak menaruh dendam. "Dia tak dendam terhadap siapa pun. Juga terhadap orang Indonesia. Datuk-neneknya 'kan berasal dari Pagaruyung," tutur Elyas. Mariana malah mendoakan agar arwah Agus Salim dan Sulaiman diterima di sisi Tuhan. Masih akan tetap menjadi hakim? "Tentu. Begitu memang cita-citanya sejak kecil. Usai cuti, dia akan balik bertugas," kata Dokter Elyas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus