Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kisah si bungsu Imah

Aswarjo yento, perantau asal pasaman, sum-bar, di vonis pn padang sidempuan hukuman 2 tahun penjara. di tuduh menculik imah dari perak, malaysia, selama 8 bulan. terbongkar atas laporan imah ke polisi. (ln)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUAN Tupin, 48, tak kuasa menahan keharuan, ketika Halimah, 13, muncul dihadapannya. "Imah ....Imah," Tupin menjerit sambil merangkul anak bungsunya yang telah delapan bulan menghilang. Maka, suasana siang yang lengang di Bandara Subang, Kuala Lumpur, dua pekan lalu itu, pecah oleh suara tangis ibu dan anak ini. "Saya merasa Imah seperti bangkit dari kematian," ujar Lahakim bin Haji Yusof, 58, ayah Halimah. Imah, yang hari itu dipulangkan dari Medan, segera dibawa pulang ke rumahnya, dan disambut upacara. Delapan bulan silam, Imah meninggalkan rumah bersama Aswarjo Yento, alias Abdul Chair Chaniago, 39. Kala itu, perantau asal Pasaman, Sum-Bar, ini pamit kepada Puan Tupin hendak mengajak Imah ke Johor Baru, menengok Nurjaya, seorang kakak gadis itu. Karena Aswarjo sudah diangap keluarga sendiri, permintaan itu diluluskan. Tapi Aswarjo tak pernah sampai ke rumah Nurjaya. Pendatang haram ini membawa Imah ke Pakanbaru. Untuk bekal perjalanan, Aswarjo membawa kabur uang dan perhiasan milik Puan Tupin, yang bernilai sekitar Rp 1,9 juta. Sejak empat bulan silam, petualang itu memboyong Imah ke Padangsidempuan, Sum-Ut. Di kota ini mereka tinggal di sebuah pondok tanpa kamar, dan Aswarjo mencari nafkah sebagai penjual balon. Tiga hari setelah kepergian Imah, keluarga Lahakim mulai cemas. Sebab, Aswarjo berjanji hanya akan menginap dua malam. Di hari-hari kerikutnya, keluarga Lahakim disibukkan oleh upaya menemukan Imah. Berbulan-bulan, Lahakim, ayah delapan anak, ini melacak kepergian si bungsu, tapi ikhtiar itu tak berhasil. Kepada para tetangga, Aswarjo memperkenalkan Imah sebagai anak kandungnya, yang dibawa dari Pasaman. Dan Imah, di kota ini, harus menjalani kehidupan yang berat: hampir setiap hari keliling kota menjajakan balon, makan tak cukup, dan perlakuan kasar. "Aswarjo sering menyiksa saya," ujar Imah kepada TEMPO. Bahkan Aswarjo tega memperlakukan Imah secara tak senonoh. Merasa tak tahan, Halimah mengadu kepada tetangga. Dia ceritakan pula kisah penculikan atas dirinya. Maka, perkara ini pun dilaporkan ke polisi. Awal Desember lalu, Halimah dijemput polisi ketika Aswarjo pergi. Kepada polisi, Halimah menceritakan siapa dirinnya, Juga bagaimana sang "ayah" memperlakukannya. Aswarjo panik ketika sampai di rumah tak menemukan Imah. Karena tak berhasil menjumpai Imah, Aswarjo melapor ke polisi. Nah, saat itu pula polisi meringkusnya. Berita soal Imah segera dikirim ke Perak. Di hadapan polisi Aswarjo tak mampu berkelit. Dia mengaku menculik Imah dari Perak, Malaysia. Mengapa? "Imah mirip marhum anak sulungku," kata Aswarjo. Kemiripan itu mendorongnya menculik Imah dan mengangkatnva sebagai anak. Tapi, karena sering tidur seranjang dengan gadis yang mulai mekar itu, niat Aswarjo berbelok. "Tapi saya tak sampai merenggut kegadisannya," ujar Aswarjo. Menurut visum dokter, kegadisan Imah memang belum terampas. Aswarjo adalah laki-laki malang. Sebelumnya, dia adalah kepala keluarga yang baik, dengan istri dan tiga anak. Kabarnya, istri dan ketiga anaknya menemui ajal secara berturur-turut, antara awal dan pertengahan 1985. Untuk melupakan bencana itu, Aswaro pergi merantau ke Perak, Malaysia, sebagai pendatang gelap. Di tempat baru itu dia sempat bekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit. Di situlah dia berkenalan dengan Azis, abang kandung Imah. Melalui Azis, ia mengenal keluarga Lahakim, yang kebetulan berasal dari Riau. Hingga akhirnya, penculikan atas diri Halimah terjadi. Ketika Imah mendarat di Subang, majelis hakim PN Padangsidempuan mengetukkan palunya buat Aswarjo. Laki-laki malang itu divonis hukuman penjara dua tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus