Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nayib Bukele terpilih kembali sebagai Presiden El Salvador dengan dukungan sekitar 83% pemilih. Ia sangat populer di masyarakat negara Amerika Tengah itu karena berhasil menindak gangster dan menurunkan jumlah migran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghitungan suara masih berlangsung pada hari Senin, 5 Februari 2024, tetapi Bukele dan partainya, Ide Baru, akan mendapatkan 58 kursi di kongres yang memiliki 60 kursi, meskipun baru 5% suara yang dihitung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan telah ini membuat Barat dan gerakan HAM dan demokrasi khawatir, karena bisa mendorong El Salvador kembali ke pemerintahan otoriter dan negara satu partai. Tanda-tanda ke sana sudah telihat dengan cara Bukele menguasai lembaga peradilan, sehingga memungkinkan dirinya bisa maju pilpres meskipun ada larangan konstitusional untuk masa jabatan berturut-turut.
Dalam pidato kemenangannya pada Minggu malam, Bukele mengatakan oposisi telah "dihancurkan" berkat tindakan keras anti-gengnya dan menekankan bahwa kemenangannya adalah hasil dari pemungutan suara yang bebas.
“Demokrasi berarti kekuatan rakyat,” katanya, mengecam pemerintah asing, jurnalis, dan kelompok hak asasi manusia yang telah memperingatkan adanya penyimpangan otoriter dan mencela AS atas perannya dalam perang saudara brutal di negara tersebut pada tahun 1979-1992.
El Salvador telah “menciptakan sejarah” dengan memilih satu partai “dalam sistem yang sepenuhnya demokratis,” katanya.
Namun kelompok hak asasi manusia mengatakan mereka khawatir tentang arah negara ini dan memperkirakan akan ada pembatasan lebih lanjut terhadap hak-hak sipil.
“Fakta adanya pemusatan kekuasaan menunjukkan bahwa tidak ada lagi jaminan di El Salvador,” kata Gabriela Santos, direktur Institut Hak Asasi Manusia di Universitas Amerika Tengah (IDHUCA).
Popularitas Bukele menggarisbawahi bagaimana beberapa negara Amerika Tengah berjuang untuk meluncurkan model demokrasi yang berkelanjutan setelah konflik sipil antara gerilyawan sayap kiri dan rezim otoriter sayap kanan yang didukung AS.
Sebagian besar pemilih tampaknya tidak terpengaruh oleh dominasi politik Bukele, atau penangguhan kebebasan sipil yang menyebabkan penangkapan 76.000 warga El Salvador, seringkali tanpa proses hukum, sejak ia melancarkan tindakan kerasnya pada Maret 2022.
Mereka bersyukur ia menumpas kekerasan geng yang melanda El Salvador selama beberapa dekade sehingga warga masyarakat bisa keluar lagi setelah gelap.
Menurunnya tingkat kejahatan dan emigrasi yang menyertai tindakan keras tersebut menghadirkan dilema bagi para pembuat kebijakan AS yang berharap dapat mendorong demokrasi namun juga ingin membendung penyeberangan perbatasan.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengucapkan selamat kepada Bukele pada hari Senin, seraya mengatakan AS akan memprioritaskan jaminan peradilan yang adil dan hak asasi manusia sebagai bagian dari upayanya untuk mengekang penyebab migrasi.
Bukele berjanji untuk terus menerapkan garis kerasnya terhadap geng. Ia telah mengisyaratkan bahwa ia kini juga akan beralih ke perekonomian, yang pertumbuhannya paling lambat di Amerika Tengah dan kemungkinan akan semakin menimbulkan kekhawatiran bagi para pemilih pada masa jabatan keduanya.
Nayib Bukele Jadi Presiden saat Berumur 38 Tahun
Pria keliharian 24 Juli 1981 ini, adalah pengusaha dan politisi yang menjadi Presiden El Salvador pada 2019. Ia merintis karie politiknya dengan menjadi wali kota di Nuevo Cuscatlán pada 2012 hingga 2015, dan kemudian menjabat tiga tahun sebagai walikota ibu kota negara San Salvador dari 2015 hingga 2018.
Setelah memenangkan kedua pemilihan walikota mewakili partai FMLN (Front Pembebasan Nasional Farabundo Martí) yang berhaluan kiri, ia dipecat lalu mendirikan partai sendiri Nuevas Ideas (Ide Baru).
Ia menggandeng partai sayap kiri-tengah Perubahan Demokratik untuk Pilpres 2019. Namun Mahkamah Agung Pemilihan membubarkan Perubahan Demokratik, ehingga Bukele menggandeng Aliansi Besar untuk Persatuan Nasional (GANA) yang berhaluan kanan-tengah. Dia memenangkan pemilu 2019 dengan 53 persen suara.
Nayib Armando Bukele Ortez, demikian nama lengkap Presiden Salvador itu, membuat gerakan populis yakni dengan keras memerangi para gengster yang menguasai Salvador dalam beberapa dekade terakhir.
Tingkat pembunuhan di El Salvador menurun selama masa kepresidenan Bukele. Meskipun ia mengaitkan penurunan jumlah pembunuhan dengan pengerahan ribuan polisi dan tentara ke markas geng dan peningkatan keamanan penjara, pemerintahnya dituduh diam-diam bernegosiasi dengan pimpinan gangster Mara Salvatrucha untuk mengurangi pembunuhan.
Setelah lebih dari 80 orang dibunuh oleh penjahat selama satu akhir pekan di bulan Maret 2022, pemerintah Bukele menangkap lebih dari 75.000 orang yang diduga berafiliasi dengan geng dalam tindakan keras nasional.
Perang yang dilakukan Bukele terhadap geng dianggap telah melumpuhkan mereka secara efektif, sehingga menyebabkan penurunan angka pembunuhan sebesar hampir 60 persen pada 2022. Upaya ini menyebabkan negara tersebut memiliki tingkat penahanan tertinggi di dunia pada tahun 2023, dan menuai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan El Salvador
Namun, tingkat pembunuhan menurun sebesar 70 persen pada tahun 2023 menjadi 2,4 per 100.000, rekor terendah di bawah hampir semua negara lain di Amerika Latin .
REUTERS