Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Abu Mustafa mengaku kebingungan karena Israel berencana menyerang Rafah, kota di Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Ia bersama sekitar sejuta warga Palestina mengungsi ke wilayah itu yang selama ini aman dari terjangan peluru Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setiap hari, kami dalam pelarian. Menjadi pengungsi itu berat karena saya mempunyai dua anak perempuan yang cacat. Saya tidak bisa membawa mereka kemana-mana. Saya tidak punya mobil atau gerobak,” kata Laila Abu Mustafa seperti dikutip Reuters, Senin, 12 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau nanti ada pengungsian lagi, saya tidak akan pindah,” ujarnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan rencana evakuasi bagi warga sipil yang berkerumun di Rafah, berkemah di jalanan dan lahan kosong, di pantai dan seperti keluarga Abu Mustafa di jalur berpasir di sepanjang perbatasan Mesir.
Dalam panggilan telepon, Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa Israel tidak boleh melanjutkan operasi militer di Rafah tanpa rencana untuk menjamin keselamatan orang-orang yang berlindung di sana, kata Gedung Putih.
Seruan itu muncul beberapa hari setelah Biden mengatakan tanggapan Israel di Gaza “berlebihan”.
Rafah, yang sebelum perang Gaza dihuni 150 ribuan warga Palestina, mempunyai sejarah panjang. Bahkan nama wilayah ini sudah ada sejak Zaman Perunggu di masa Mesir diperintah para Firaun.
Namanya pertama kali dicatat dalam prasasti Firaun Seti I Mesir pada 1303 SM sebagai Rph, dan sebagai perhentian pertama upaya Firaun Shoshenq I dalam perluasan wilayah ke Levant pada 925 SM. Pada tahun 720 SM, Rafah menjadi tempat kemenangan raja Asyur Sargon II atas Mesir.
PETA RAFAH (REUTERS)
Tempat Cleopatra Menikah
Raja Yunani, Antiokhus III (223 hingga 187 SM) bersedia berdamai dengan penguasa Mesir Ptolemy V, menikahkan putrinya Cleopatra I dengan Ptolemy V. Pernikahan mereka dilangsungkan pada tahun 193 SM di Raphia.
Kelak Cleopatra menjadi wali Mesir pada masa putra mereka, Ptolemeus VI, masih kecil, sejak kematian suaminya pada tahun 180 SM hingga kematiannya sendiri pada tahun 176 SM.
Dalam perkemabangan di masa modern, Rafah sebagai bagian dari Gaza masuk wilayah Palestina sebelum pembentukan negara Israel pada 1948, ketika lebih dari 750.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka dalam apa yang oleh orang Palestina disebut al-Nakba, atau “Bencana.”
Mesir merebut Gaza selama perang Arab-Israel tahun 1948, dan akibatnya tidak ada perbatasan di Rafah.
Semenanjung Sinai Mesir – tempat Rafah berada – diinvasi oleh Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Sinai kemudian dikembalikan ke Mesir setelah Perjanjian Camp David dan perjanjian damai tahun 1979 antara Israel dan Mesir. Tentara Israel terakhir menarik diri dari semenanjung itu pada tahun 1982.
Israel membuka penyeberangan Rafah setelah perjanjian damai tahun 1979, dan pergerakan orang dari Gaza ke Mesir tetap berada dalam kendali Israel dari tahun 1982 hingga 2005. Sejak November 2005, penyeberangan Rafah berada di bawah kendali Mesir, Otoritas Palestina, dan Uni Eropa — untuk pertama kalinya. Palestina telah memperoleh sebagian kendali atas salah satu perbatasan internasional mereka.
Setelah Hamas menguasai Gaza pada Juni 2007, Uni Eropa menarik kendali atas perbatasan tersebut. Israel dan Mesir kemudian menutup penyeberangan Rafah setelah pengambilalihan Hamas secara efektif menutup Jalur Gaza dari semua sisi. Sejak itu, penyeberangan hanya sesekali dibuka untuk warga Palestina.
Ratusan Terowongan
Untuk menghindari blokade ekonomi yang diberlakukan Israel, para penyelundup menggali ratusan terowongan di bawah perbatasan Rafah, sehingga memungkinkan segala jenis barang masuk ke Jalur Gaza. Dulunya merupakan pekerjaan rahasia para penjahat, penyelundupan menjadi penyelamat bagi warga Palestina di Gaza setelah blokade tahun 2007. Rafah segera menjadi pusat penyelundupan.
Mulai dari rokok hingga pakaian telah diselundupkan ke Gaza melalui terowongan yang menghubungkan Mesir dan Palestina. Pada tahun 2015, Mesir membanjiri terowongan tersebut dengan tujuan mengakhiri penyelundupan.
Upaya Mesir untuk menghancurkan terowongan tersebut sebagian besar berhasil dan memberikan dampak buruk terhadap perekonomian Gaza. Ada laporan dalam beberapa tahun terakhir tentang warga Palestina di Rafah yang berupaya memulihkan terowongan tersebut.
REUTERS, NPR, SMH