Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengguncang khomeini?

Orang-orang iran yang menentang khomeini tersebar mulai dari lahore sampai los angeles. di paris ada 40.000 orang pelarian yang terpecah antara kelompok syah & kelompok bani sadr & massoud rajavi. (ln)

5 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI PERKIRAKAN ada dua juta pelarian Iran yang tersebar dari Lahore di Pakistan sampai Los Angeles di Amerika Serikat. Mereka bertemperasan keluar Iran dalam tiga gelombang: yang lari sebelum revolusi Islam Iran memuncak tahun 1979 yang menyelamatkan diri ketika revolusi sedang ganas-ganasnya dan kelompok terakhir yang menyusul belakangan, sesudah rezim Khomeini berhasil menggalang kekuatan. Dalam kelompok buntut ini termasuk Laksarnana Ahmad Madani, bekas kepala staf angkatan bersenjata rezim Khomeini, bekas presiden Abolhassan Bani-Sadr, dan pemimpin organisasi gerilyawan Mujahiddin Khalq, Massoud Rajavi. Dari gelombang pendahulu, di samping keluarga Syah, tentu tak ketinggalan saudara kembar Syah, Putri Ashral, serta dua bekas PM: Ali Amini dan Shahpur Bakhtiar. Mereka bermukim di Paris bersama sekitar 40.000 pelarian lainnya, sebagian berstatus pelarian politik, sebagian adalah turis yang tidak mau pergi-pergi. "Selama kita membatasi urusan politik di kalangan kita saja, Prancis tidak akan keberatan," tutur seorang tokoh kiri. Masalah dana agaknya bukan soal bagi mereka yang punya simpanan jutaan dolar, tapi segi keamanan tampaknya cukup merepotkam Shahriar, putra kedua Putri Ashraf, ditembak mati oleh seorang pembunuh gelap yang gentayangan di Paris tahun 1979. Seorang jenderal bekas pemimpin dinas rahasia Sayak tersungkur mati secara demikian pula, beberapa bulan berselang. Berjaga-jaga terhadap kemungkinan serupa, Bani-Sadr dan Massoud Rajavi dikawal ketat di sebuah vila siap dengan para Mujahiddin yang menjadi pagar betis mereka. Walaupun semua pelarian bercita-cita sama, yakni kembali ke Iran, tampaknya sesudah lima tahun mereka belum juga akan tergiring ke satu wadah. Mereka terpecah, antara kelompok ningrat vang semuanya orang-orang Syah dan kelompok penentang Khomeini. Mana kala Bani Sadr bicara tentang kejatuhan Khomeini dan "... kita akan menjadi satu-satunya pilihan yang diterima rakyat " maka orang-orang seperti Shahpur Bakhtiar dan Ali Amini percaya sampai ke tulang sumsum bahwa hanya putra mahkota Reza, 23, yang akan mempersatukan Iran dalam ikatan kerajaan yang sah. Bani Sadr dengan geram menuduh keduanya sebagai "orang-tua yang bersembunyi di belakang sosok anak kecil," sindiran tajam yang rupanya tidak menggoyahkan siapa-siapa, termasuk pangeran muda itu. Di luar dugaan, Reza bahkan memperoleh dukungan, juga dari golongan tengah dan republikein. Berambisi mempersatukan semua pelarian, Ali Amini pemimpin tengah mencoba mempertemukan kaum republikein, ningrat, dan mereka yang semata-mata ingin pulang ke kampung halaman. Masih ada jurang ideologis antara mereka memang, tapi figur Reza dan dana kuat yang sebagian mengalir dari sumber-sumber inteligen Barat tampaknya kian menentukan juga. Namun, tokoh seperti Dr. Hedayat Matine-Daftary, dari sayap kiri Dewan Perlawanan Nasional, menolak mentah-mentah koalisi gaya Amini. Persamaan apa yang bisa mempersatukan kita dengan orang-orang Yang mencoba menegakkan rezim yang sudah tumbang?" pancingnya mencemooh. Cucu bekas PM Mossadegh ini menandaskan, "kami republikein, mereka kelompok raja, habis perkara!" Ia juga menyesalkan pihak Barat, AS terutama, yang menjalin kerja sama dengan Khomeini lewat bisnis minyak. Di pihak lain, Bani Sadr berteori, "ekonomi Iran akan semakin parah, karena perang berkepanjangan melawan Irak dan perang ini menunjang Khomeini, begitu pula bisnis minyak Barat dengan Iran." Agaknya para tokoh pelarian Iran yang saling kecam itu hanya sependapat dalam satu hal: bahwa Khomeini perlu diguncang, artinya tak lain bisnis minyak mesti dihentikan. Tapi figur Ayatullah itu tidak dihiraukan benar oleh Amini. Pemimpin tengah ini berpendapat, "Sekali waktu toh Khomeini mati dan pada saat para mulah berebut kekuasaan, waktu itulah golongan tengah maju." Namun, kapan saat yang menentukan itu tiba tak seorang pun dari 0.000 pelarian di Paris itu dapat meramalkannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus