Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus telah menginjakkan kaki ke Papua Nugini, negara kedua dalam daftar kunjungan 12 hari keempat negara. Ia menjadi paus kedua yang mengunjungi negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Dilansir oleh America The Jesuit Review, sebelumnya, Paus Yohanes Paulus II pernah berkunjung dua kali: pertama pada tahun 1984 dan kemudian kunjungan singkat pada 16 Januari 1995, untuk membeatifikasi martir pribumi pertama di negara itu, Peter To Rot, seorang katekis yang dibunuh oleh Jepang pada masa pendudukannya di negara itu pada Perang Dunia II.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak seperti di Indonesia, Timor Leste dan Singapura, di Papua Nugini, Paus tidak akan tinggal hanya di ibu kota. Di sini, paus asal Argentina itu akan naik pesawat ke Vanimo, ibu kota terpencil Provinsi Sandaun di bagian paling barat laut negara itu, untuk mengunjungi sekelompok imam dari Institute of the Incarnate Word dan para biarawati yang tergabung dalam Sisters of the Lord and the Virgin of Matara, yang semuanya berasal dari Argentina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenal Papua Nugini
Papua Nugini terdiri dari bagian timur pulau Nugini - pulau terbesar kedua di dunia - dan pulau-pulau lepas pantainya di Melanesia. Negara ini berbatasan darat dengan Indonesia di sebelah barat, yang merupakan bagian lain dari pulau ini. Pulau ini dekat dengan Australia di sebelah selatan dan Kepulauan Solomon di sebelah timur.
Sejarah Pendudukan
Pulau ini telah dihuni selama sekitar 45.000 tahun sebelum kekuatan Eropa tiba pada tahun 1800-an. Belanda, Jerman, dan Inggris menguasai berbagai bagian pulau ini sejak akhir abad ke-19. Pada tahun 1919, setelah Perang Dunia I, seluruh wilayah yang sekarang menjadi Papua Nugini berada di bawah kendali Australia.
Wilayah ini diduduki oleh Jepang selama Perang Dunia II dan kemudian diperintah sebagai koloni Australia sampai negara ini memperoleh kemerdekaan pada 16 September 1975. Kemudian menjadi negara-bangsa yang merdeka dengan sistem pemerintahan parlementer. Negara ini merupakan anggota Persemakmuran, dan rajanya saat ini adalah Raja Charles III, yang diwakili oleh gubernur jenderal.
Populasi
Memiliki populasi sekitar 11 juta jiwa, terdiri dari sekitar 1.000 suku, berbicara dalam 860 bahasa, menjadikannya negara dengan bahasa paling beragam di dunia.
Pulau ini memiliki keanekaragaman budaya dan biologi yang luar biasa dan dikenal dengan pantai, terumbu karang, hutan hujan, dan dataran tingginya. Namun, karena terletak di Cincin Api Pasifik yang aktif secara vulkanik, pulau ini juga sering dilanda gempa bumi. Awal tahun ini, pada tanggal 24 Mei, desa-desa di provinsi Enga yang berjarak lebih dari 370 mil barat laut ibu kota dilanda tanah longsor yang menewaskan 2.000 orang, dan Paus Fransiskus menyatakan kedekatannya dengan orang-orang di sana.
Sejarah Agama
Dari laman International Center for Law and Religion Studies, disebutkan agama yang dominan di Papua Nugini adalah Kristen, meskipun ritual tradisional animisme dan pemujaan leluhur masih lazim di berbagai daerah di negara ini.
Menurut sensus tahun 2000, 96% warga mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari berbagai macam agama Kristen. Gereja-gereja arus utama adalah yang melakukan penginjilan di pulau Nugini sekitar akhir abad ke-19. Meskipun pemerintah kolonial pada awalnya menugaskan misi yang berbeda ke berbagai wilayah geografis, seiring dengan modernisasi ekonomi negara ini, lembaga-lembaga keagamaannya pun ikut bergeser.
Pada 2015, gereja-gereja terbesar di Papua Nugini adalah: Katolik Roma, dengan 27%; Lutheran Injili, dengan 20%; Gereja Bersatu, dengan 12%; Advent Hari Ketujuh, dengan 10%; Pentakosta, dengan 9%; Aliansi Injili, dengan 5%; Anglikan, dengan 3%; dan Baptis, dengan 3%.
Selain itu, kelompok Kristen lainnya di Papua Nugini termasuk Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (umumnya dikenal sebagai Mormon), Saksi-Saksi Yehuwa dan Bala Keselamatan, yang secara keseluruhan berjumlah sekitar 9% dari populasi Kristen. Selain itu, beberapa warga juga menganut kepercayaan Baha'i.
Dalam beberapa tahun terakhir, baik misionaris Muslim maupun Konghucu telah menjadi aktif di daerah ini dan negara ini telah melihat peningkatan jumlah lembaga-lembaga semacam itu. Komunitas Muslim saat ini mewakili kurang dari 1% dari populasi pulau ini, dengan sekitar 3.000 anggota dan 12 pusat-pusat Islam di seluruh negeri.
Orang-orang didorong untuk mempraktikkan keyakinan agama mereka secara bebas dan terbuka; namun, ritual-ritual tertentu telah diawasi secara ketat oleh pemerintah dan berbagai misionaris yang datang ke wilayah tersebut.
Di masa lalu, perburuan kepala dan kanibalisme terjadi di banyak bagian wilayah ini sebagai praktik dari berbagai agama asli. Sebagai contoh, ritual kanibalisme suku Fore lahir dari rasa cinta dan penghormatan kepada orang yang telah meninggal.
Mereka percaya bahwa dengan memakan setiap bagian dari almarhum, termasuk tulang dan wajahnya, dalam praktik yang dikenal sebagai endo-kanibalisme, almarhum akan hidup selamanya.
Sementara beberapa suku masih secara rutin berpartisipasi dalam ritual kanibalisme, kanibalisme terbuka hampir seluruhnya telah berhenti pada awal 1950-an karena masuknya misionaris dalam jumlah besar.
Namun, darah para martir telah menanamkan benih-benih bagi pertumbuhan kekristenan di negeri ini, salah satu negara dengan tingkat pedesaan tertinggi di dunia (hanya 13 persen penduduknya yang tinggal di perkotaan pada tahun 2019), di mana banyak orang miskin dan di mana infrastrukturnya masih sangat kurang di banyak tempat, meskipun negeri ini kaya akan sumber daya alam. Pada tahun 2021, Papua Nugini berada di peringkat ke-154 dari 191 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.