ACARA padat agaknya paling cocok untuk Margaret Thatcher, yang senang kerja keras. Sesudah terlibat dalam sebuah pembicaraan tegang dengan PM Malaysia Dr. Mahathir Mohamad, Thatcher berangkat ke Kedah untuk meninjau pembuatan waduk, yang sebagian biayanya (US$ 2,8 juta) diperoleh dari Inggris. Di Singapura, ia makan siang dengan PM Lee Kuan Yew, lalu membahas soal ekonomi, hubungan Timur-Barat, pertahanan negara-negara nonkomunis di Asia Tenggara, dan sikap antinuklir Seiandia Baru. Selama di Jakarta hubungan dagang Indonesia-lnggris pastilah mendapat prioritas utama karena itulah yang diharapkan Thatcher. Dalam lima tahun terakhir, volume perdagangan kedua negara meningkat dua kali lipat, tapi kata Thatcher itu belum cukup. Indonesia memang baru mencatat sedikit surplus, tak lain karena dihambat kuota dan bea masuk tinggi di Inggris. Dalam wawancara dengan kantor berita Antara Thatcher tampaknya belum mau bicara soal keringanan bea masuk, antara lain karena 200.000 rakyatnya "kehilangan lapangan kerja gara-gara impor tekstil murah dari Timur Jauh". Pemimpin Inggris ini minta supaya soal penyusutan lapangan kerja itu dipertimbangkan juga, sedangkan dia berusaha memborong tekstil Indonesia Iebih banyak ketimbang tekstil dari negara lain. Selama dua tahun terakhir (1982-1984), ekspor tekstil Indonesia ke Inggris meningkat dari œ 3.604.000 menjadi œ 9.230.000. Kayu lapis dan kayu gergajian adalah dua komoditi Indonesia lainnya yang tahun lalu dibatasi kuota 57.712 m3 dengan bea masuk 11.9%. Kepada Antara Thatchcr berucap akan menggalakkan penanaman modal Inggris di Indonesia. Dalam daftar PMA, investasi Inggris berada pada urutan kedelapan, dengan jumlah USS 350 juta sampai akhir 1983. Yang tidak kurang pentingnya adalah partisipasi ahli teknik Inggris dalam beberapa proyek pembangunan yang biayanya dibantu Inggris. Untuk proyek pembangkit tenaga listrik Mrica, Jawa Tengah, lewat ATP (Aid & Trade Provision), Inggris membantu œ 10,7 juta, sedangkan lewat CDC (Commonwealth Development Corporation) negara itu membantu œ 13,8 juta untuk sebuah PLTA di Citarum. Lalu ada bantuan œ 8 juta bagi kabel bawah laut antara Jawa Timur dan Madura, dan œ 8 juta lagi untuk pengembangan tambang batu bara Ombilin di Sumatera Barat. Disamping itu, Inggris juga menyisihkan œ 8 juta bagi generator listrik di pelbagai daerah terpencil. Seluruh bantuan Inggris, termasuk penundaan pembayaran utang dari pinjaman terdahulu, diperkirakan mencapai œ 100 juta dalam tiga tahun mendatang. Jasa konsulran yang ditawarkan Inggris tentulah akan sangat menolong, dan ini bisa ditingkatkan kelak dalam rangka kerja sama ilmu dan teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini