Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tamu kita: "wanita besi"

Kunjungan margaret thatcher ke beberapa negara di asia termasuk ke indonesia, untuk meningkatkan kerja sama & persahabatan. kebijaksanaan ekonomi dan politiknya mendukung program perang bintang as. (ln)

13 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN langkah sigap dan senyum ramah, Perdana Menteri Margaret Thatcher bergegas menu)u tangga pesawat Jumat pekan silam. Menurut rencana, ia akan berkeliling selama sepuluh hari ke enam negara Asia - berada di Indonesia dari 9 s/d 12 April. Kedatangan Thatcher, sebagai PM Inggris pertama yang melawat ke sini, bisa juga dianggap kunjungan balasan bagi Presidan Soeharto, yang mengunjungi Inggris pada 1978. Khusus bagi Thatcher, di samping usaha meningkatkan kerja sama dan persahabatan, lawatan Asia ini tak ubahnya semacam penyegaran ke wilayah tropis. Kebetulan ia memllih saat yang tepat, ketlka aksi mogok baru saja lewat. Seperti diketahui, pertengahan bulan silam ribuan buruh tambang Inggris menghentikan pemogokan besarbesaran, yang berlangsung hampir satu tahun. Mereka akhirnya "menyerah", kembali ke pekerjaan masing-masing tanpa hasil apa pun. Dengan ini pemerintahan Thatcher sekali lagi mencatat kemenangan besar - setelah kemenangan dalam perang Falklands, 1982 - setidaknya dalam upaya menyehatkan industri pertambangan. Industri yang digerogotl salah urus dan terancam kebangkrutan itu memang sudah tidak punya pilihan lain. Seperti halnya berbagai bidang industri di Inggns, masa depan pertambangan hanya bisa diselamatkan lewat pembenahan manajemen dan pemutusan hubungan kerja (PHK) masal. Tindakan terakhir ini ditentang keras oleh serikat buruh, tapi Thatcher tidak mempan digertak. Wanita besi ini terlalu tegar, memang. Sebab, risiko yang dihadangnya dengan keputusan itu tidak kecil. Aksi mogok mendatangkan akibat berantai: mulai dari laju pertumbuhan ekonomi yang cuma 2,5%, nilai mata uang poundsterling anjlok, dan popularitas Thatcher merosot. Pengumpulan pendapat (poll) yang diselenggarakan The Sunday Times Magazine mencatat dukungan untuk PM Inggris itu hanya 34%, padahal sesudah memenangkan Pemilu 1983 dukungan tersebut 62%. Poll juga menunjukkan, hanya 21% yang percaya Thatcher bisa memahami kesulitan rakyatnya. Gambaran yang kurang elok memang. Terlepas dari penanganannya yang kurang terpuji dalam menghadapi aksi mogok, Thatcher masih dipandang jauh lebih berwibawa daripada Neil Kinnock pemimpin Partai Buruh. Tokoh oposisi ini dianggap telah "tergelincir" dalam upaya menjatuhkan Thatcher. Serangannya tidak tepat ke sasaran, hingga seluruh penampilannya tidak meyakinkan. Adapun berbagai kritik lain, misalnya terhadap penempatan rudal jelajah di Inggris ataupun sikap Thatcher yang 100% pro Reagan dalam Program Perang Bintang, ternyata kian lama kian hilang gemanya. Yang juga agak memancing antipati adalah kekaguman Thatcher pada ekonomi Amerika Serikat. Sebagian pengamat berpendapat, kekaguman wanita ini terhadap ekonomi pasar dan usaha swasta terlalu berlebihan. Menurut mereka, formula yang dipakai Reagan untuk menggerakkan roda ekonomi AS belum tentu pas untuk Inggris. Konsep negara sejahtera, yang sudah lama diunggulkan Partai Buruh, memang diakui mereka tidak lagi bisa dipertahankan. Konsep itu sudah usang. Tapi merombak tata ekonomi lama dan menegakkan yang baru adalah dua hal berbeda. Di pihak lain, Thatcher bukan tidak siap. Dalam masalah penswastaan berbagai perusahaan negara, misalnya, keputusannya tidak bisa ditawar-tawar. "Kelak tidak akan kita temukan lagi monopoli negara mendaulat kompetisi, atau usaha kolektif membunuh kegiatan perorangan. Biarkanlah era ini menjadi era swasta," begitu pesannya. Seirama dengan itu Thatcher dengan gencar menswastakan pelbagai perusahaan negara. Dalam waktu dekat pengoperasian minyak Laut Utara dan penerbangan nasional British Airways juga diswastakan. Sekalipun begitu, penswastaan tidak mungkin "menjawab" semua masalah. Banyak yang tertinggal di luar jangkauan. Pengangguran 2 I/2 juta orang (13% dari tenaga kerja, dan tertinggi sejak Perang Dunia II), inflasi, penciutan lapangan kerja, mutu tenaga kerJa, dan mutu teknologi yang kalah bersalng, semua-nya merupakan hambatan terlalu besar untuk-bisa diatasi dalam satu lompatan. Thatcher pernah mencoba proyek latihan kerja untuk pemuda dan orang dewasa. Proyek ini telanjur menghabiskan banyak dana dan hasilnya tidak begitu nyata. Pada saat yang sama, ia bersikeras melonggarkan anggaran militer, sementara anggaran pendidikan dan kesehatan diketatkan. Kedua kebijaksanaan itu tidak populer, tapi, seperti diakuinya sendiri, Thatcher tidak akan takut melaksanakan sesuatu semata-mata karena tidak populer. Dan ia yakin bahwa rakyat sependapat dengannya. "Inggris ada di jalan yang benar," katanya bersemangat, "jangan mundur." Keteguhan sikap dan keberanian seperti itulah yang menempatkan wanita besi ini di atas politikus Inggris lainnya. Pernah dijuluki "the milk snatcher" karena menghapuskan jatah susu untuk anak-anak sekolah, Thatcher kemudian dipuji sebagai tipe politikus ideal. Pada dirinya keelokan wanita terpadu dengan kecerdasan otak pria. Dari situ tercipta kombinasi yang tidak ada duanya. Bicara soal kombinasi seperti ini agaknya Dennis Thatcher yang paling mengetahui. Berkat dorongan dan pengertian Dennis - demikian Margaret membahasakan suaminya - ia dapat mengembangkan pribadi dan bakat kepemimpinan sampai pada tingkat sesempurna sekarang. Dengan rendah hati Margaret tidak pernah jemu mengulangceritakan rasa syukur dan terlma kasihnya pada sang suami. Lebih tua 10 tahun dari istrinya, Dennis Thatcher adalah seorang duda ketika menikah dengan Margaret pada 1951. Dia menjabat direktur eksekutif pada Burmah Oil Company sampai pensiun, 1975. Pernah mencoba terjun ke politik tapi gagal, Dennis bagaimanapun juga adalah pengusaha yang berhasil di bidangnya. Dia tidak pernah merintangi aktivitas politik istrinya karena tidak mau melihat bakat Margaret terbuang percuma. Dalam berbagai penampilan, Margaret dan Dennis Thatcher selalu tampak serasi. Dan keserasian itu tidak dibuatbuat. Memang ada yang berkomentar bahwa Margaret bersikap "bossy" terhadap suami, tapi Dennis tenang-tenang saja. Olah raganya golf, suatu kegiatan yang membuat istrinya geregetan. Konon, sepanjang usianya yang 59 tahun, Margaret cuma satu kali mendampingi Dennis di lapangan golf. Tapi ia tidak pernah alpa menyiapkan makan pagi untuk suaminya. Masak-memasak adalah kegemaran Margaret di samping politik. Putra kemhar mereka. Carol dan Mark, 29, juga selalu mendapat curahan perhatian. Masyarakat Inggris tahu bagaimana "remuk"-nya Margaret ketika mendengar Mark tersesat di Gurun Sahara pada sebuah reli mobil. Setelah enam hari Mark baru ditemukan, cukup lama untuk menguji ketabahan hati ibunya. Carol, yang pernah menjadi penyiar televisi, kebetulan tidak bersemangat petualang. Ia juga lebih senang kalau tidak dikenal orang. Suatu kali seorang sopir taksi berkomentar kurang sedap tentang Thatcher, tapi Carol tidak tersinggung. "Saya cukup kenal dia karena dia ibu saya," katanya datar. Sejak kecil, anak-anak Thatcher sudah terbiasa dengan berbagai konsekuensi yang timbul dari karier politik ibu mereka. Sekalipun begitu, tak urung mereka dikejutkan juga oleh sang ibu sendiri yang marah besar karena salah seorang anggota keluarga menyerang kebijaksanaan politiknya. "Ya, Tuhan, saya tidak akan pulang ke rumah hanya untuk bertengkar soal politik dengan keluarga sendiri," keluh Thatcher. Sejak itu diam-diam mereka bersepakat bahwa politik tidak akan dibicarakan di sekitar rumah. Waktu itulah Dennis, Mark, dan Caroi memahami bahwa rumah bagi Margaret bukan sekadar rumah. Lebih dari itu, rumah baginya adalah tempat perlindungan yang paling aman. Dan ini diakui Margaret. "Pada dasarnya, saya perasa," tutur pemimpin Inggris itu. "Ada saat-saat ketika saya pulang larut malam dan menangis sendiri karena segalanya sudah tak tertanggungkan." Harus diakui, sewaktu-waktu beban mental yang dipikul seorang pemlmpin blsa terasa sangat menekan. Mungkin karena itu Almarhumah PM Israel Golda Meir sampai mengisap enam bungkus rokok sehari. Sedangkan Almarhumah PM India Indira Gandhi berusaha membagi beban itu dengan anaknya Sanjay, dan kemudian Rajiv. DIBANDINGKAN Meir dan Indira gaya kepemimpinan Thatcher boleh dikatakan gersang atau terlalu gamblang. Menurut penulis biografi Thatcher, Penny Junor, PM Inggris ini tidak punya rasa humor, tidak pandai mengambil hati, dan tidak kenal kata maaf. Sebaliknya, ia selalu menuntut ide segar, dan mendesak tiap orang bekerja keras. Kalau menghadapi lawan, Thatcher selalu meletakkan semua kartunya di atas meja, satu "kebodohan" yang tidak pernah akan dilakukan politikus mana pun. Dengan berbagai kelemahan kecil tersebut, Margaret Thatcher tetap disanjung, dihormati, disegani. Bekas presiden AS Richard Nixon memujinya sebagai salah satu pemimpin terbaik yang dikenalnya dalam jangka 35 tahun terakhir. Reagan mengibaratkan Thatcher bagaikan jangkar yang menjaga kestabilan dunia Barat. Majalah Paris Match menganjurkan para pemimpin Prancis supaya belajar soal pembaruan ekonomi dari Thatcher. Pers Rusia sebaliknya kehabisan kata-kata yang tepat untuk "memuji" Thatcher. Di mata mereka, ia dianggap berbahaya karena mengancam gaya hidup dan cara berpikir masyarakat sosialis. Julukan wanita besi yang mereka hadiahkan kepadanya terbukti mengena dan lekat hingga kini. Isma Sawitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus