Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Menlu Retno Marsudi Minta AS Bantu De-eskalasi Konflik Iran-Israel, Apa Artinya?

Apa arti dari de-eskalasi khususnya dalam konteks politik dan konflik Iran-Israel? Menlu Retno Marsudi minta AS lebih berperan.

18 April 2024 | 20.54 WIB

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memakai keffiyeh saat penyampaian pendapat di ICJ, Jumat, 23 Februari 2024. Sumber : istimewa
Perbesar
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memakai keffiyeh saat penyampaian pendapat di ICJ, Jumat, 23 Februari 2024. Sumber : istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta Amerika Serikat (AS) membantu meredakan konflik Iran-Israel yang pecah setelah Teheran, pada Sabtu, 13 April, membalas serangan Tel Aviv terhadap kantor konsulatnya di Damaskus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dilansir dari antaranews.com, dalam upaya meredakan konflik di kawasan Timur Tengah, Marsudi mengaku telah menelepon beberapa rekannya, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt M. Campbell, pada Selasa pagi waktu setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kita tahu Amerika mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk mewujudkan de-eskalasi,” ujarnya usai menghadiri rapat terbatas mengenai konflik Iran-Israel, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, Marsudi mendesak Campbell untuk menggunakan pengaruh besar Amerika dalam meredakan konflik di Timur Tengah agar tidak semakin memperluas dampaknya.

Apa itu de-eskalasi?

Dilansir dari vocabulary.com, de-eskalasi berarti pengurangan intensitas (krisis atau perang). De-eskalasi adalah teknik yang diterapkan oleh berbagai individu, mulai dari petugas polisi, manajer perusahaan, guru sekolah dasar, hingga pemimpin negara. 

Inti dari de-eskalasi adalah mengurangi ketegangan dalam konflik, dengan harapan memicu diskusi atas masalah yang ada daripada melibatkan kekerasan atau konflik terbuka. Asal usul kata ini berasal dari awalan "de-", yang berarti "kebalikan dari", dan kata "meningkat", yang berasal dari akar kata Latin yang berarti "mendaki".

Dilansir dari righttobe.org, de-eskalasi konflik adalah sebuah strategi untuk mencegah eskalasi konflik menjadi kekerasan. Hal ini dirancang untuk membantu masyarakat melindungi dan menjaga satu sama lain dengan menggunakan pendekatan yang, jika berhasil, dapat membatasi atau menghilangkan sepenuhnya perlunya intervensi polisi. 

Sebelum terlibat dalam usaha meredakan konflik, penting untuk memperoleh pemahaman yang jelas tentang apa yang dihadapi. Konflik merujuk pada situasi di mana dua pihak terlibat dalam ketegangan atau memperburuk hubungan karena perlakuan tidak adil atau pelecehan yang mungkin dilakukan oleh salah satu pihak. Konflik tersebut sering kali dipicu oleh bias.

Bias merupakan sikap prasangka yang didasarkan pada identitas seseorang, kelompok, atau komunitas tertentu. Hal ini dapat timbul dari berbagai faktor, mulai dari ras, jenis kelamin, dan identitas gender hingga persepsi terkait kekuasaan, status ekonomi, atau sosial. Bias eksplisit terlihat secara terang-terangan dan langsung, sementara bias implisit terjadi tanpa disadari.

Dilansir dari Jurnal Taylor & Francis Online, dalam konteks geopolitik dan hubungan internasional, dalam mempelajari perang saudara dan konflik, masyarakat cenderung mengkonseptualisasikannya sebagai sesuatu yang terjadi secara bertahap: mulai dari perselisihan politik dalam negeri, hingga demonstrasi dan protes yang meningkat menjadi kekerasan dan perang.

Cara mengakhiri konflik bersenjata sering kali dilihat sebagai proses kebalikannya, yang beralih dari interaksi bersenjata dengan intensitas tinggi, menuju penghentian, kelelahan akibat perang, negosiasi dan penghentian, yang diikuti dengan transisi menuju perdamaian.

Namun, pemahaman tersebut merupakan pemahaman yang salah tentang konlfik. Perlu adanya perhatian yang lebih besar terhadap proses-proses yang memperparah konflik dan banyaknya lompatan dalam penggunaan tekanan dan paksaan. Demikian pula, meredanya konflik tidak serta merta dikaitkan dengan de-eskalasi. Tidak jarang konflik bersenjata berakhir dengan kekerasan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus