ORANG Iran memuja para syuhada dan Jumat pekan lalu mereka menda patkan sejumlah besar syuhada mereka yang baru. Selama tiga hari, terhitung sejak keesokannya, Iran memberlakukan hari berkabung nasional, meratapi 275 jemaah haji mereka yang tewas di Mekah bagian dari 402 korban jiwa akibat bentrokan di pertengahan ibadat haji itu. Seiring dengan itu, para pemimpin di Teheran meletup, mempertegas kemarahan. Kantor berita resmi mereka, Irna mengumumkan bahwa bentrokan di hari Jumat itu tak lain merupakan "hasil rencana AS". Dan tentu saja, Arab Saudi, yang mereka anggap sebagai "antek AS", beroleh kutukan pula. Sebuah delegasi diutus ke Mekah. Tugas: melakukan semacam penyelidikan, sekaligus mengurus pemulangan jenazah korban. Niat menyelidik ditolak pemerintah Saudi, karena dianggap mencampuri urusan dalam negeri. Dan kemarahan pun kian naik ke atap. Perdana Menteri Mirhossein Mousavi menegaskan, pemerintahnya akan memobilisasikan segala daya untuk membayar kematian itu. Ayatullah Hossein Ali Montazeri, konon calon kuat pengganti Khomeini, mengatakan, "Para pemimpin Islam selayaknya mengambil alih kekuasaan atas TanahSuci di Arab itu dari tangan Saudi." Sabtu pagi keesokannya, mulai pukul 7.30, Kedubes Arab Saudi di Teheran diserbu sekelompok pemuda. Dendam mereka atas "kebrutalan petugas keamanan Arab Saudi" diungkapkan pula lewat aksi ini: foto Raja Fahd dibakar dan kaca-kaca pintu jendela dirusakkan. Segera, pemadam kebakaran menyemprotkan air, mengusir mereka. Tetapi, begitu mereka pergi, datang pula sekitar 100 orang lain -- kebanyakan pegawai Kementerian Tenaga Kerja, 50 di antaranya para wanita bercadar hitam. Mulai pagi itu, ibu kota menjadi tegang. Para demonstran mendatangi pula Kedutaan Kuwait, yang dituduh sebagai penyumbang data intelijen bagi Irak. Seputar tengah hari, bendera Iran berkibar di gedung tiga lantai milik Kuwait, sementara truk pemadam kebakaran bersiaga. Polisi setempat memang turun tangan, menghindari kerusuhan lebih lanjut. Dari pemerintah juga keluar imbauan untuk mengurangi penyerangan atas kedutaan. Tapi, apa boleh buat, sebagian mobil kedutaan sudah telanjur digulingkan di jalanan. Kaca-kaca gedung perwakilan negeri yang pernah bersahabat itu juga tak lagi utuh. Menurut sumber dari Teheran, peristiwa berdarah hari Jumat itu adalah ekor kejadian kecil malam sebelumnya. Kamis malam pukul 10.30, satuan polisi Arab Saudi melakukan operasi dadakan ke "Biro Khomeini" (alias perwakilan Iran) di Mekah dan menangkap delapan orang staf di situ. Sebagian jemaah haji Iran segera mengerumuni lokasi itu. Pukul 2 dinihari, kedelapan orang itu dilepaskan dan bubarlah kerumunan jemaah -- yang pada dasarnya hanya sebagian kecil saja, dibanding jemaah Iran tahun ini seluruhnya (sekitar 150 ribu). Senin pekan ini, ratusan ribu orang bergerombol di depan Majelis (Parlemen) di Teheran. Mereka memekik-mekik agar pemerintah menuntut balas atas kejadian Jumat. Seolaholah mendapatkan angin baik, Ketua Majelis Rafsanjani mengibarkan seruannya: "Tentu saja kita bergerak. Segera, secepatnya", katanya. Dan sebuah serangan militer memang telah berlangsung -- bukan ke Saudi, melainkan ke Irak, musuh selama ini. Malam sebelumnya, tentara melancarkan Operasi Nasr-6, demikian kabar yang disampaikan Rafsanjani kepada khalayak. Dalam beberapa jam, pasukan Irak dipukul mundur dari daerah Iran yang mereka duduki, sisi barat perbatasan Meymak. Titik terdekat, 120 km dari Baghdad. Irak kehilangan delapan brigade dan 120 orang menJadl tawanan perang. Khalayak memiuh, bertepuk. Bagaimanapun, Jumat Berdarah adalah babak tambahan -- seperti tak terelak- kan -- bagi ketegangan di, Teluk Persia. Kehadiran AS dan, tampaknya juga Soviet, di kancah yang seperti tak hendak reda itu, memang telah membuat penguasa Iran tambah senewen. Bagi pemerintahan Khomeini, tindakan AS menjadi pelindung kapal-kapal tanker Kuwait di perairan itu lebih merupakan provokasi, ketimbang upaya cari damai. Ancaman sudah dikumandangkan, bahwa AS akan kena batunya. Tak kurang dari Ali Reza Alaie, komandan kesatuan laut Pasukan Pengawal Iran, mengatakan, pasukannya sudah siaga penuh untuk menyodok semua kapal dengan tujuan pelabuhan Kuwait. "Ribuan speed-boat yang terorganisasi siap menggempur AS," tambahnya. Bagi Iran, yang rupanya tak ingin jeda dalam revolusinya, peristiwa umat lalu yang tak terlepas dengan perkembangan sltuas d Teluk -- bisa merupakan titk bahk untuk menuju ke sebuah politik dalam negeri yang lebih tak mengenal kompromi. Sebenarnya, belakangan sudah ada gejala bahwa Iran seperti hendak meredakan semangat anti-asingnya yang berlebihan -- di luar permusuhannya nelaan Irak. Menteri Luar Negeri Ali Akbar Velayati pernah menuturkan niat pemerintahnya untuk membangun hubungan-hubungan baik ke luar negeri (tentu saja dengan perkecualian). "Kini merencanakan untuk bertukar kunjungan dengan banyak negera termasuk di dalamnya sebagian negara Barat," katanya. Langkah itu bahkan juga erhadap Arab Saudi, dan tak kurang AS melalui kontak gelap yang melahirkan jual beli senjata yang kemudian terbongkar dan ramai sampai hari ini di Washington. Tetapi, perkembangan di dalam negeri berbicara lain. Perselisihan akibat perbedaan sikap antara para pemimpinnya bahkan tak jarang meledak di Majelis, antra garis modrat dan garis keras. Jumat berdarah kemungkinan akan segera jadi picu bagi penganut garis keras untuk leblh berperan menguasai keadaan dalam negeri. Revolusi Iran, dengan para syuhadanya, dengan kemarahannya, nampaknya tak kunjung sepi. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini