Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mereka Menanti Janji Condy

Skandal pelecehan Al-Quran di penjara Guantanamo memicu gelombang demo anti-Amerika Serikat di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa titik di atas bola dunia tiba-tiba berpijar oleh api amarah. Kabul. Kota Gaza. Peshawar. Quetta. Islamabad. Jakarta. Riyadh. Meruap di jalan-jalan berbagai kota, amarah itu tersalur dalam bentuk demo, pembakaran bendera Amerika Serikat (AS), sweeping warga AS, jerit kutukan kepada Washington. Di Pakistan saja lebih dari 74 orang luka-luka hingga Jumat malam pekan lalu. Di Afganistan, sembilan orang telah mati saat berita ini ditulis pada Sabtu pagi pekan lalu. Unjuk rasa memang memanas di beberapa belahan dunia pada Jumat lalu selepas sembahyang Jumat.

Semua kericuhan di atas berpangkal dari berita pendek di mingguan Newsweek (edisi 9 Mei 2005) tentang pelecehan terhadap kitab suci Al-Quran oleh aparat penjara Guantanamo. Artikel seperem-pat halaman itu melaporkan, skandal pelecehan terjadi pada saat para tawanan yang dituduh sebagai anggota kelompok Al-Qaidah diinterogasi di penjara tersebut.

Satu sumber bercerita kepada Newsweek, untuk menggertak para tersangka, aparat penyidik kerap meletakkan Al-Quran di dalam toilet. Dalam sebuah kasus, si penyidik bahkan menggelontorkan kitab suci tersebut ke lubang toilet. Kecaman dan amarah pun mendidih di mana-mana. Di Kota Gaza, Palestina, 1.500 lebih anggota Hamas berbaris di sepanjang kamp pengungsi Jabaliya sembari memekik: "Mari lindungi Quran, kitab suci kita." Ayaz Rahman, 73 tahun, seorang pria Gaza, meratap dengan mata berlinang-linang: "Wahai, tak tertanggungkan derita penghinaan ini."

Di Riyadh, Arab Saudi, serta tiga kota di Pakistan—Quetta, Peshawar, Multan—para pendemo merangsek di jalan-jalan. Mereka mendesak pemerintah AS agar kasus ini segera diusut dan pelaku dihukum seberat mungkin. Dalam agama Islam, pelecehan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad adalah penghujatan dan dapat dijatuhi hukuman mati. "Kami mengutuk dan meminta pengusutan serius atas insiden menjijikkan ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan, Jalil Abbas Jilani. Pakistan dan Arab Saudi adalah sekutu Amerika dalam perang melawan terorisme. Tapi, peristiwa Guantanamo membikin mereka tak segan mengutuk ke arah Washington dan menuntut pengusutan.

Di Yordania, Front Aksi Islam mencela pelecehan keji itu. Di Irak, gerilyawan makin mengintensifkan serangan. Pemerintah dan ulama Indonesia pun turut mengecam. Selain tablig akbar, demo-demo anti-Amerika bakal digelar minggu ini. Demo serupa telah marak di Kabul, Jalalabad, dan berbagai kota di selatan dan tenggara Afganistan pekan lalu. Timbul korban jiwa maupun korban luka-luka. Di Makassar, beberapa puluh anggota Himpunan Mahasiswa Islam turun ke jalan pada Jumat lalu, menggelar sweeping warga AS di beberapa hotel.

Sebenarnya, penghinaan terhadap kitab suci umat Islam oleh penyidik di penjara Guantanamo sudah terbuka sejak tahun silam. Juli 2004, televisi Aljazeera mewawancarai Wisam Abd al-Rahman Ahmad. Dia bekas narapidana Guantanamo, kini tinggal di Yordania. Wisam mengaku disiksa secara seksual, fisik, dan mental selama di Guantanamo. "Saya dipukuli dan ditelanjangi dengan kepala dibungkus kantong," tuturnya. Setelah itu, "Seseorang membalikkan tubuh saya (yang telanjang—Red) dan di depan saya tegak seorang tentara wanita," Wisam menyambung.

Toh, pria berjenggot lebat itu menyatakan dia sanggup menahankan penyiksaan berat tersebut. Tapi, saat menyaksikan seorang tentara Amerika menginjak-injak Al-Quran sembari prajurit lain merobek-robek dan melemparkan kitab suci itu ke toilet, "Rasanya saya tak dapat lagi menanggung sesah," kata Wisam. Dia juga berceritera tentang pengalaman buruknya di pangkalan udara AS di Baghram. Ketika itu seorang penyidik wanita membawa seekor anjing dan menyuruh anjing itu mengendus-endus Al-Quran: liur anjing najis hukumnya bagi setiap pemeluk Islam.

Pengakuan dari mantan penyidik di Guantanamo sendiri tak kalah menggiriskan (lihat infografik, Kiat-kiat Membuka Mulut). Sersan Erik Saar, seorang bekas tentara AS, selama enam bulan bertugas sebagai interogator di Guantanamo. Dalam bukunya, Inside the Wire, ia memaparkan betapa brutal dan rendahnya kelakuan para penyidik di penjara militer itu. "Kelakuan ganjil dan pelecehan seksual di penjara paling seram itu telah menularkan preseden buruk. Seperti penganiayaan di Irak," tulis Saar.

Salah satu interogasi memuakkan yang dilihat Saar adalah ketika seorang petugas wanita memeriksa tahanan Arab. Awalnya petugas itu melucuti pakaiannya sendiri, lalu merayu dan mengejek lelaki itu secara seksual. Ia mengoleskan cairan tinta merah yang mirip darah menstruasi dari bagian tubuhnya ke wajah lelaki itu. Akibatnya, tahanan itu berontak dan hampir dapat melepaskan borgolnya.

Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, menyatakan insiden pelecehan terhadap Al-Quran itu amatlah menjijikkan. Dia berjanji militer AS akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan menghukum pelakunya. "Penghormatan kepada kebebasan beragama bagi setiap individu adalah satu prinsip dasar Amerika Serikat," ujarnya.

Pernyataan Miss Condy tampaknya tak sejalan dengan keterangan Kepala Staf Gabungan Jenderal Richard Myers. Menurut Myers, berdasarkan peninjauan catatan interogasi, ia tak menemukan bukti-bukti yang menguatkan tuduhan tersebut. Tak ada konfirmasi pernah terjadi insiden di toilet, kecuali satu kasus. "Ada catatan laporan penjaga bahwa seorang tahanan merobek Al-Quran dan meletakkan di toilet untuk menghentikan (pemeriksaan), sebagai bentuk protes," kata Myers.

Myers menekankan, pelakunya justru si tahanan sendiri. Penjelasan ini lagi-lagi bertabrakan dengan kisah sumber Newsweek—seorang juru bicara militer. Dia mengungkapkan, 10 penyidik telah ditindak karena menganiaya tawanan. Temuan ini bisa membikin bekas komandan Guantanamo, Mayor Jenderal Geoffrey Miller, duduk di kursi panas. Apalagi dua bulan lalu perwira yang lebih senior, Letnan Jenderal AU Randall Schmidt, sudah diperiksa. Tidak mustahil hasil pemeriksaan Schmidt akan menguak lebih jauh tanggung jawab Miller dalam kasus ini.

Rumor tentang pelecehan Al-Quran sejatinya telah beredar lewat berbagai e-mail Biro Investigasi Federal AS, FBI, sejak akhir tahun lalu. Dari beberapa e-mail internal mereka, beredar ceritera bahwa sejumlah agen FBI sering bertengkar dengan komandan Guantanamo. Termasuk Miller dan pendahulunya, Jenderal Michael Dunleavy. Pasal pertengkaran adalah teknik interogasi militer penyidik Guantanamo, yang menurut FBI terlalu berat dan agresif. "Tapi keduanya (Miller dan Dunleavy—Red) meminta FBI mengikuti cara mereka karena Departemen Pertahanan hanya mengikuti perintah Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld," tulis seorang agen FBI dalam surat elektroniknya.

Banyak mata tiba-tiba mencorong ke arah Miss Condy dengan satu pertanyaan: mampukah Menteri Luar Negeri AS ini menepati janji mengusut kasus di Guantanamo sampai akarnya? Termasuk, meminta penjelasan dari koleganya—yang amat dipercaya oleh Presiden George W. Bush—Donald Rumsfeld.

Hanibal W.Y. Wijayanta/BBC/Aljazeera/AOL/AP/AFP


Empat Tahun di Guantanamo

2002

11 Januari: Kelompok pertama terdiri dari 20 orang tahanan tiba di Kamp X-Ray, Guantanamo Bay, Kuba.

18 Januari: Palang Merah Internasional (ICRC) mengunjungi tahanan untuk pertama kali.

27 Februari: Sekitar dua per tiga tahanan mogok makan memprotes larangan mengenakan sorban, akhirnya mereka diizinkan.

25 April: Sebuah kamp baru, Delta, dengan 410 tempat tidur selesai dibangun.

27 Oktober: Empat tahanan, tiga dari Afganistan dan seorang Pakistan, dibebaskan.

27 November: Menteri Pertahanan AS, Donald Henry Rumsfeld, mengizinkan penggunakan teknik-teknik interogasi yang menyakitkan (harsh) di Guantanamo. Teknik interogasi ini menimbulkan stres besar pada tahanan.

2003

April 16: Rumsfeld mengeluarkan daftar baru berisi 24 teknik interogasi, di antaranya menjatuhkan harga diri tahanan dan menempatkan mereka di sel isolasi.

April - May: ICRC dan beberapa kelompok hak asasi manusia lain memprotes perlakuan tentara AS terhadap tahanan Irak yang mereka nilai tidak manusiawi.

9 Oktober: ICRC mengumunkan telah terjadi penurunan kesehatan sebagaian besar tahanan secara psikologis.

10 November: Mahkamah Agung AS bersedia mendengarkan kasus Guantanamo.

2004

20 April: Mahkamah Agung AS mulai mendengarkan laporan mengenai perlakuan tahanan di Guantanamo

28 April: Jaringan televisi CBS menayangkan gambar-gambar tentara AS tengah mempermainkan tahanan-tahanan Irak ang telanjang yang diminta melakukan pose yang memalukan di salah satu kamp tahanan milik AS.

19 Mei: Tentara AS pertama yang diadili dengan tuduhan melakukan pelecehan terhadap tahan AS asal Irak dijatuhi hukuman penjara satu tahun.

21 Desember: The American Civil Liberties Union menyiarkan memo internal Federal Bureau of Investigation (FBI) yang berisi laporan tentang detil penyiksaan tahanan perang oleh tentara AS baik di Abu Ghraib maupun di Guantanamo.

2005

6 Januari: Departemen Pertahanan AS mengumumkan dimulainya investigasi kasus penyiksaan tawanan di Guantanamo.

9 Mei: Majalah AS Newsweek menulis berita mengenai kelakuan para interogator di tahanan AS di Guantanamo yang - untuk menghina para tahanan - telah membuang Kitab Suci Al-Quran di toilet lalu digelontor.

10 Mei: Aksi protes dan demonstrasi bermula di Afganistan berkaitan dengan berita Newsweek. Hingga akhir pekan lalu sudah empat orang meninggal.

Philipus Parera/Washington Post/CBC News/Guardian


Kiat-Kiat Membuka Mulut:

  • Memborgol tahanan dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang lama
  • Menyulut tahanan dengan api rokok
  • Mengurangi jatah makan dan minum -hanya sekerat roti dan sedikit air per hari
  • Menelanjangi dipaksa melakukan pose-pose memalukan
  • Menakut-nakuti dengan anjing
  • Mencukur rambut serta janggut dengan kasar
  • Manipulasi cuaca dengan mengurangi AC di musim panas dan memperkecil suhu pemanas di musim dingin
  • Manajemen tidur hingga 72 jam
  • Membatasi penggunaan indra sampai 72 jam
  • Isolasi selama lebih dari 30 hari
  • Memperlakukan Al-Quran secara tidak hormat di depan tahanan yang beragama Islam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus