Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mesin perang scout rangers ...

Pasukan elite filipina scout rangers segera dibubarkan. mereka terlibat kudeta di makati, manila. padahal dalam operasi terhadap komunis maupun sparatis moro mereka punya andil besar.

23 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-TIBA mereka muncul di antara gedung-gedung, entah dari mana. Dan bagaikan kucing, tanpa suara, mereka menyelinap masuk ke beberapa hotel dan perkantoran yang masih agak sepi. Orang-orang berseragam hijau dengan baret hitam itu berselempang peluru menyilang di dada, dengan cepat menguasai keadaan. Di sebuah hotel, para tamu diminta berkumpul di ruang makan bawah -- ruang makan untuk para karyawan hotel. Beberapa di antara mereka langsung naik ke atap hotel, mengambil posisi siap tembak dengan M-16-nya -- mengawasi kawasan sekitar. Sebuah tembakan terdengar. Rupa-rupanyanya sekadar peringatan agar gerakan pengepungan di bawah gedung oleh orang-orang berseragam hijau tapi memakai topi baja atau pet loreng tak makin mendekat. Antara baret hitam dan topi baja, hari itu, memang lagi ada permusuhan yang satu tentara pembelot, yang lain tentara yang setia kepada Pemerintah Filipina. Itulah yang terjadi di Sabtu pagi, 2 Desember yang lalu, di Makati -- sebuah kawasan perkantoran dan perdagangan di jantung Kota Manila. Itulah hari kedua percobaan kudeta yang dilakukan oleh 3.000 tentara, yang terbagi dalam kelompok-kelompok dan masing-masing punya daerah operasinya -- di Makati itu umpamanya, menyelusup sekitar 400 tentara. Memang, akhirnya 7 hari kemudian, praktis percobaan kudeta itu selesai, lewat perundingn antara kedua pihak. Menurut pihak pemerintah, para pembelot "menyerah tanpa syarat." Menurut para pembelot, misalnya Kapten Danielo Lim dari satuan elite Scout Rangers, salah seorang komandan yang menguasai Makati, mereka tidak menyerah, justru "merasa menang." Karena tuntutan mereka, kini, jadi perhatian pemerintah. Ajaib, memang, perasaan itu. Tapi, bisa jadi itulah salah satu kelebihan Scout Rangers (SR), pasukan elite angkatan darat Filipina, yang sebagian besar anggotanya ambil bagian dalam pemberontakan itu: selama senjata masih di tangan, tak mengenal kata "menyerah". Dan bukankah, ketika kembali ke barak, mereka diizinkan tetap menyandang senapan? Tampaknya, bagi anggota Scout Rangers, pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat Mayjen. Manuel Cacanando adalah soal lain. Pekan lalu, kepada wartawan, Cacanando menyatakan bahwa 35 perwira -- di antaranya dari SR -- sedang diusut keterlibatan mereka dalam kudeta yang gagal itu. Lima belas di antaranya sudah diberhentikan, Selasa pekan lalu, termasuk Komandan Divisi Brigjen. Marcelo Brando. Sementara itu, Kepala Intelijen Militer Kolonel Cesar Elano juga dipecat. Ia dinilai lamban memonitor keadaan, hingga pembelot bisa menguasai beberapa tempat strategis, antara lain pangkalan militer Vilamor dan Mactan. Jelas, bagi pemerintah, para pembelot itu dianggap kalah dan perlu diadili. Yang mengejutkan, Cacanando pun mengumumkan bahwa satuan elite Scout Rangers akan dibubarkan. Sekitar 2.500 anggotanya akan dimasukkan ke dalam satuan-satuan angkatan darat yang lain. "Mereka perlu mendapat pendidikan lagi," kata Kepala Staf Angkatan Darat itu. "Mereka tak paham apa itu demokrasi. Seringkali mereka jadi begitu agresif, menginginkan pembaruan mendadak." Kapten (angkatan darat) Roberto Dominguez pernah menulis di majalah Asia Pacific Defense Forum, nomor musim gugur 1985, tentang kehebatan latihan bagi anggota SR dan sejarahnya. Dibentuknya tentara elite di Filipina ini, mula-mula, karena keadaan yang mendesak. Ketika itu, 1950, gerilyawan petani kiri Hukbo ng Bayan Laban sa Hapon (bahasa Tagalog, artinya: tentara rakyat anti-Jepang), populer disingkat jadi Hukbalahap, hampir saja menguasai seluruh Pulau Luzon, tempat Manila terletak. Hukbalahap, yang semula terbentuk untuk melawan pendudukan Jepang ketika Perang Dunia II, pada mulanya, bersedia berpartisipasi dengan pemerintahan Filipina merdeka. Dalam pemilihan anggota Kongres di awal kemerdekaan, 1946, Kaum Huk ikut memberikan calon, dan memenangkan beberapa kursi. Tapi, kemenangan besar Partai Liberal menggeser wakil-wakil Huk di Kongres. Maka, beserta pemimpinnya, Luis Taruc, mereka lari ke hutan dan membentuk kesatuan gerilya. Selain pemerintah, Hukbalahap pun menganggap tuan-tuan tanah adalah musuh mereka. Ini ada sejarahnya. Pada zaman pendudukan Jepang, banyak tuan tanah menjadi kolaborator Jepang, dan memusuhi Huk. Maka, dengan kekuatan personelnya dan senjata yang mereka miliki, satu per satu tuan tanah -- tak peduli pernah bekerja sama dengan tentara fasis Jepang atau tidak -- mereka bantai. Dan kemudian, bukan cuma kekayaan tuan tanah itu mereka jarah, tapi tanah mereka beserta yang ada di atasnya pun dinyatakan sebagai daerah dan milik kaum Huk, terlarang bagi pemerintah. Ketika itulah, muncul gagasan Menteri Pertahanan Ramon Magsaysay -- menteri yang tiga tahun kemudian terpilih menjadi Presiden Filipina -- untuk segera membentuk tentara komando. Pasukan itu kemudian disebut Scout Rangers, merupakan paduan dua nama yang dikagumi tentara Filipina. Yakni nama "Alamo Scouts", yakni Pasukan Keenam Angkatan Darat AS, yang populer karena prestasinya menyelundup ke daerah musuh untuk mengumpulkan informasi militer dalam Perang Dunia II. Dan, Rangers Angkatan Darat AS, pasukan gerak cepat yang terkenal dengan serangan dadakannya. Ternyata SR, dipimpin oleh Rafael M. Ileto (kini penasihat keamanan Presiden Cory), sukses. Didukung oleh faktor-faktor lain, misalnya administrasi dan politik pemerintahan yang makin baik, pada 1956 Hukbalahap dikalahkan. Bahaya bagi Filipina tak ada lagi, maka setahun kemudian SR dibubarkan -- ketika itu Bapak Scout Rangers Ileto menjadi atase militer untuk Laos dan Vietnam Selatan, dan Magsaysay sudah meninggal karena kecelakaan pesawat, Maret 1957. Baru 26 tahun kemudian, 1983, di masa Presiden Marcos, SR dibentuk kembali, atas perintah Menhan (waktu itu) Juan Ponce Enrile. Di tahun ini, Bapak Scout Rangers Ileto menjadi duta besar di Muangthai. Waktu itu, ancaman gerilyawan komunis NPA dan gerakan separatis Moro dianggap mencapai titik gawat. Dalam pembentukan kembali inilah, salah satu pelatih Scout Rangers adalah Letkol. Gregorio "Gringo" Honasan. Ada dugaan, satu pasukan elite yang mumpuni dalam olah militer yang selalu dalam kondisi siap tempur bisa berbahaya bila semangatnya tak disalurkan. Dari 1983 sampai akhir 1985, SR disibukkan dengan penumpasan gerilyawan Moro dan NPA. Pada 1986, pasukan ini terlibat dengan penumbangan rezim Marcos. Dalam perebutan Markas Angkatan Bersenjata Kamp Aguinaldo dari tentara pro-Marcos, sepasukan SR menjadi ujung tombaknya. Mereka, kala itu, berhasil menyelusup ke dalam kamp. Setelah itu, sejak 1987, pasukan elite yang punya lambang gambar macan hitam dan semboyan "Kami Menyerbu" itu mulai banyak menganggur. Operasi-operasi terhadap gerilyawan Moro berkurang, karena gerakan separatis ini sendiri, tampaknya, mulai melemah. Sedangkan operasi terhadap gerilyawan komunis, karena politik Cory yang lebih mementingkan meja perundingan, pun susut frekuensinya. Dengan kata lain, SR tak banyak bisa menyalurkan semangat tempurnya. Itulah barangkali bila mereka lalu mudah terbujuk untuk ikut bergerak dalam aksi kudeta 1 Desember. Kata Kepala Staf AD Mayjen. Cacanando, pekan lalu, sebagian anggota SR ikut dalam gerakan kudeta karena diberi tahu bahwa ini "sekadar latihan perang, bukan sungguhan." Bila itu benar, terbukti bahwa SR memang digembleng untuk sama sekali menaati komando pimpinan, apa pun bunyi perintah itu. Melihat cara mereka digembleng, mesin perang bernama Scout Rangers memang dipersiapkan untuk menggempur musuh dalam segala cuaca dengan segala cara -- dari penyerangan bersenjata, penyusupan spionase, sampai teror mental. Ada satu cerita bagaimana SR angkatan pertama melumpuhkan gerilyawan Hukbalahap dan merebut wilayah yang mereka kuasai. Beberapa anggota SR menyelusup masuk kampung kekuasaan Huk, menyebarkan isu bahwa di situ merajalela drakula. Tiap gerilyawan yang tertangkap dibunuh dan lehernya dilukai -- luka yang mengesankan bekas gigitan. Segera saja wilayah itu bila malam jadi senyap jarang warga di situ berani keluyuran di malam hari, termasuk orang-orang Huk sendiri. Kala itulah SR masuk dan melumpuhkan Huk. Penggemblengan calon anggota SR berlangsung 12 minggu penuh, tanpa boleh diganggu oleh faktor apa pun, baik faktor dari luar maupun faktor dari dalam. Bila ada gangguan hingga ada jadwal yang mesti ditunda, latihan diperpanjang. Tahap pertama, selama 4 minggu, latihan dasar buat perseorangan. Inilah tahap seorang tentara biasa diubah menjadi layak Scout Rangers. Dalam tahap ini yang diberikan memang seperti latihan dasar kemiliteran biasa, tapi dengan kesulitan dan tantangan jauh lebih besar. Membaca peta, menguasai berbagai senjata, menembak tepat, melawan intelijen, membaca jejak, latihan perang gerilya, cara mempertahankan hidup di tempat apa pun sampai mencernakan doktrin perang. Daya tahan fisik dilatih dengan lari tiga kali sehari. Empat minggu berikutnya merupakan latihan dalam tim. Di sini baik komandan maupun anak buah diuji dalam teknik operasi, penyerbuan lewat udara serta perairan, penyusupan, dan penguasaan perang gerilya di hutan serta di kota. Tahap berikut, para calon mesin perang itu diterjunkan di medan yang sebenarnya, selama satu minggu. Menyusul dua minggu latihan di tempat yang bisa jadi memang ada musuh sebenarnya, misalnya di hutan-hutan dekat dengan wilayah yang dikuasai gerilyawan Moro. Di sini keberanian, kecepatan bereaksi, dan kejagoan menembak mesti dibuktikan, atau nyawa bisa hilang. Akhirnya, ujian akhir selama seminggu. Satu tim yang sudah teruji dalam latihan-latihan tahap sebelumnya diterjunkan ke medan yang sebenarnya. Cuma saja, di medan ini kekuatan musuh sudah diketahui sebelumnya. Sesudah latihan akhir inilah baru mereka resmi disebut Scout Rangers -- yang menurut standar di angkatan darat Filipina, dianggap sama dengan 15 serdadu biasa. Bisa dimengerti bila Cacanando cukup cemas bila SR -- kini terdiri dari 6 batalyon yang seluruhnya berjumlah 2.500 orang -- disalahgunakan. Tapi membubarkan pasukan elite ini, di sisi lain, bisa membahayakan Filipina juga. Kata penasihat militer kepresidenan Rafael Ileto, Bapak Scout Rangers itu: "Keputusan itu tak bisa sekali tendang saja, mesti ada penelitian yang saksama." Soalnya, sebagaimana kesatuan marinir, SR selalu menjadi ujung tombak dalam aksi militer melawan gerilyawan komunis NPA dan pemberontak yang lain. Membubarkan SR tak dengan sendirinya menghapuskan bibit-bibit pemberontakan. Kritik para tentara pemberontak itu sendiri tidak salah, bahwa korupsi dan suap merajalela. Kortsluiting itu ada di tempat lain. "Ada yang sengaja menekan tombol bahaya," kata Ileto, kini letjen purnawirawan, kepada TEMPO. Ada yang perlu dicatat. Anggota SR bukannya direkrut, tapi para calon macan hitam itu melamar sendiri dengan sukarela. Ini menjadi penangkal keirihatian para tentara biasa terhadap satuan elite itu. Bahkan umumnya para macan hitam dihormati oleh rekan mereka di kesatuan biasa. Inilah yang mencemaskan Ileto. Membubarkan SR dan memasukkannya dalam kesatuan biasa hanya seperti menyebarkan racun. Bara dalam sekam malah bisa meluas. Kudeta, seperti dikatakan banyak pengamat, masih sangat mungkin meletus dalam waktu yang tak terlalu lama. Laporan Tito Cruz (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus