Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Intifadah, akulah palestina

Dua tahun intifadah, perlawanan dengan batu. diilhami manjaniq, batu yang diberi api. tentara israel menghantam orang palestina dengan truk. penyair palestina harun hasyim rasyid menulis puisi.

23 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun intifadah, perlawanan dengan batu, di Palestina. Gaung dan semangatnya ikut terasa di sini -- apalagi setelah Oktober lalu dibuka Kedubes Palestina. Dan Senin pekan silam, bahkan Muktamar Ke-2 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Jakarta, yang dihadiri 400 pimpinan masjid se-Indonesia, menyerukan agar umat Islam membebaskan Masjidil Aqsa di Yerusalem, Palestina. Masjid ini juga disebut Baitul Maqdis, Rumah yang Jauh, dan masih dikuasai Israel. Masjidil Aqsa adalah salah satu tempat suci umat Islam sesudah Mekah dan Madinah. Intifadah juga berawal dari seruan: "Lawanlah Israel dengan batu." Alat dan simbol yang dipakai adalah ketapel. Intifadah, agaknya, terilhami manjaniq, batu yang diberi api. Senjata ini ciptaan tentara Yazid bin Muawiyah (64 Hijri) dan al-Hajaj bin Yusuf (73 Hijri) ketika menyerbu Mekah. Dan Ka'bah terbakar. Ini di masa Dinasti Umayah bertahta di Damaskus. Tapi, di Palestina, terutama di Jalur Gaza dan Tepi Barat, mereka menyongsong tragedi penindasan di al-Maqthurah: Israel menghantam orang Palestina dengan truk. Tiga di antaranya tewas di dekat permukiman Iriz. Karena itu, saat fajar Selasa 8 Desember 1987, pimpinan Harakah Muqawwamah Islamiyyah (Barisan Perjuangan Islam) berseru kepada semua orang Palestina agar serentak menentang pendudukan serdadu Israel dengan batu. Ribuan massa, terutama kawula muda (disebut syabab) bergolak dan sudah 750 orang mempersembahkan dirinya untuk syahid, menjadi martir. "Mereka mati agar tanah air hidup untuk selamanya," tulis Penyair Salma al-Jayyusi. Palestina bagi yang terbunuh, dan berendam darah tanpa menyiksa diri. Intifadah adalah monumen Bilaadi, Tanah Airku, di tanah yang dijanjikan dalam keluarga cucu Ibrahim. Karena itu, Harun Hasyim Rasyid, penyair Palestina yang lain menulis: "Orang Palestina aku. Itu namaku, kutahu." Sajaknya, yang diterjemahkan Penyair Hartojo Andangdjaja ke bahasa Indonesia, berlanjut: Orang Palestina aku, Orang Palestina namaku. Dengan tulisan terang, Di segala medan pertempuran Telah kupahatkan namaku. Dan mereka bukan cuma melayangkan batu. Bahkan, poster ditebarkan ke segala penjuru. Zakaria M . Passe dan Ahmadie Thaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus