Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Milisi Pro-Rusia Melancarkan Serangan

UKRAINA

19 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
REUTERS/Oleksandr Klymenko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UKRAINA menunda penarikan pasukannya dari Donbas (Donetsk dan Luhansk) setelah milisi pro-Rusia terus melancarkan serang-an dari wilayah perbatasan itu, Rabu, 16 Oktober lalu. Penarik-an pasukan, yang awalnya dijadwal-kan pada 7 Oktober, adalah salah satu prasyarat dalam Formula Steinmeier agar pemilihan umum lokal bisa digelar di kawasan itu.

Formula Steinmeier adalah kese-pakatan damai yang baru-baru ini diteken Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Sesuai de-ngan kesepakatan itu, pihak-pihak yang terlibat harus mendu-kung pemilihan lokal yang bebas dan adil di Donbas, wilayah yang diduduki milisi pro-Rusia tapi di bawah hukum Ukraina. Sebagai gantinya, Donbas akan menerima status pemerintahan mandiri khu--sus. Banyak kritikus di Kiev me-nilai keputusan Zelensky sebagai kemunduran dan penye-rahan diri kepada milisi pro-Rusia.

Menurut militer Ukraina, se-rang-an milisi telah menewaskan dua tentara. “Keduanya terkena peluru penembak jitu,” kata pejabat militer Ukraina, seperti dilansir Radio Free Europe. Lebih dari 90 tentara Ukraina terbunuh sejak awal tahun ini. Konflik berkecamuk sejak April 2014 saat pasukan separatis yang didukung Rusia mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Donbas.


 

HONG KONG

Sidang Dewan Legislatif Berakhir Ricuh

SIDANG Dewan Legislatif Hong Kong berujung ricuh setelah sejumlah legislator prodemokrasi mencemooh dan meneriaki Kepala Eksekutif Carrie Lam, Rabu, 16 Okto-ber lalu. Mereka meneriakkan pesan agar Lam mun-dur dari jabatannya dan melambaikan plakat ber-tulisan “darah di tangannya”. Lam terpaksa mem-batal-kan pidato tahunannya dalam sidang.

Dewan untuk pertama kalinya bersidang sejak 12 Juni lalu. Saat itu, gedung LegCo, tempat para legislator berkantor, dikepung pengunjuk rasa prodemokrasi yang menuntut penarikan rancangan undang-undang ekstradisi yang kontroversial. Lam baru saja mengawali pidatonya saat beberapa anggota parlemen menginterupsi dengan meneriakkan “lima tuntutan, tidak kurang”. Itu adalah tuntutan yang sama dari para demonstran prodemokrasi selama empat bulan terakhir turun ke jalan.

Lam sempat meninggalkan ruang sidang dan kembali beberapa menit kemudian untuk mencoba berpidato lagi. Upayanya kembali menghadapi penolakan seperti sebelumnya. Ia akhirnya angkat kaki dan menyampaikan pidato melalui video dari lokasi yang dilindungi.

Pemerintah Hong Kong berada di bawah tekanan pemerintah Cina untuk mengakhiri protes yang makin keras dan terang-terangan menantang rezim Partai Komunis. Demonstran tak lagi hanya meminta penarikan rancangan undang-undang ekstradisi dan menuntut Lam mundur, tapi juga menyerukan kemerdekaan Hong Kong dari Cina. Lam, seperti dilansir New York Times, menyatakan, “Setiap tindakan yang mengancam kedaulatan negara, keamanan, dan kepentingan pembangunan tidak akan ditoleransi.”

Lam juga mengutuk kekerasan selama demonstrasi yang berlangsung lebih dari 400 kali sejak Juni lalu itu. Lebih dari 1.100 orang cedera akibat bentrok dengan polisi dan sekitar 2.200 pengunjuk rasa ditangkap polisi.

Mengabaikan desakan demonstran, Lam menggaris-bawahi perhitungan Beijing bahwa aksi protes akan memu-dar tanpa perlu membuat kesepakatan dengan pengunjuk rasa. Tapi ia juga menawarkan serangkaian gagasan kebijakan ekonomi, termasuk membangun pulau buatan untuk perumahan baru dan memberikan tunjangan uang tunai kepada penduduk miskin.

Para aktivis menolak tawaran Lam dan berjanji terus turun ke jalan. “Jika Anda mengatakan kepada orang-orang muda, ‘Saya akan memberi Anda perumahan umum, tolong jangan keluar untuk memprotes’, jangan mengandalkan itu,” kata Ray Chan, anggota parlemen prodemokrasi yang ikut mencela Lam.

Sidang lanjutan Dewan juga berbuntut ricuh setelah selusin legislator prodemokrasi diusir dari gedung LegCo, Kamis, 17 Oktober lalu. Penjaga keamanan terlihat menye-ret keluar beberapa legislator ketika Lam muncul untuk meng-hadiri sesi tanya-jawab atas pidato sehari sebelumnya.

 


 

PAPUA NUGINI

Bekas Perdana Menteri Dituduh Korupsi

BEKAS Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neill, menolak menyerahkan diri setelah polisi mengeluarkan surat perintah pena-hanannya, Selasa, 15 Okto-ber lalu. Dalam surat yang dikeluar-kan hanya empat setengah bulan setelah diguling-kan dari kekuasa-an oleh rekannya di kabinet, James Marape, O’Neill dijerat de-ngan tuduhan korupsi.

O’Neill mengecam langkah penahanan itu sebagai “per-mainan politik” dan “penyalah-gunaan kekuasaan” yang melibat-kan musuh lamanya, Menteri Kepo-lisian Bryan Kramer. “Tuduh-an ter-hadap saya itu pal-su dan dibuat-buat dengan cara yang canggung oleh Menteri Kepolisian,” kata pria yang pernah berkuasa selama tujuh tahun ini, seperti dikutip The Australian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus