Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Momen

libanon : Saad Hariri Batal Mundur

26 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIBANON
Saad Hariri Batal Mundur

SAAD Hariri memutuskan menunda pengunduran dirinya dari posisi Perdana Menteri Libanon. Selasa pekan lalu, Hariri mengumumkan keputusannya itu sekembali dari lawatan di Paris untuk bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. "Bangsa kita saat ini membutuhkan upaya luar biasa dari semua orang untuk melindunginya dari bahaya," kata Hariri saat perayaan hari kemerdekaan Libanon di ibu kota negara itu, Beirut. "Kita harus menjaga diri dari peperangan dan konflik regional."

Seperti diberitakan Al Jazeera, Hariri mengundurkan diri pada 4 November lalu. Keputusan mengejutkan itu dibuat saat Hariri melawat ke Riyadh, Arab Saudi. Banyak pihak menduga Hariri terpaksa mundur karena mendapat tekanan dari sekutunya, pemerintah Saudi. Bahkan pria 47 tahun ini sempat dikabarkan ditahan di ibu kota Arab Saudi itu.

Hariri mengaku mengundurkan diri karena merasa hidupnya terancam. Ia juga khawatir terhadap Hizbullah dan dominasi Iran atas Libanon. "Ayahnya, Rafik Hariri, tewas akibat serangan bom yang melibatkan Hizbullah," begitu diberitakan The Guardian.

Pengunduran diri Hariri sempat memanaskan tensi politik di Libanon. Sikap Saudi, yang mengutuk Hizbullah, juga memantik reaksi dari Iran. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Timur Tengah dan terlibat dalam perang proksi di Suriah dan Yaman. Presiden Macron sampai turun tangan untuk meredam krisis akibat keputusan mundur Hariri.

PAPUA NUGINI
Pusat Penahanan Manus Dikosongkan

KEPOLISIAN Papua Nugini mulai mengosongkan pusat penahanan pengungsi dan pencari suaka di Pulau Manus. Ratusan orang dikeluarkan dari fasilitas yang telah menampung dan memproses para pengungsi dan pencari suaka yang ingin masuk Australia tersebut. "Mereka mengusir kami dan memukuli kami dengan tongkat," kata Ezutallah Kakar, pria asal Pakistan yang mendekam di pulau itu sejak 2013, seperti dikutip CNN, Jumat pekan lalu. Kakar termasuk 330 pengungsi yang masih bertahan di sana.

David Yapu, kepala kepolisian Pulau Manus, membantah tudingan bahwa anak buahnya menggunakan kekerasan dalam operasi pengosongan itu. "Prosesnya berlangsung mulus, tapi memang ada sedikit perlawanan," ujarnya kepada Sydney Morning Herald.

Australia menempatkan lebih dari 1.200 pengungsi dan pencari suaka di Pulau Manus, Papua Nugini, dan di Nauru, pulau mungil di Pasifik. Para pendatang itu dilarang menginjak daratan Australia. Pada 31 Oktober lalu, Mahkamah Agung Papua Nugini menyatakan pusat detensi di Manus ilegal dan harus ditutup.

MALAYSIA
Temuan Baru Kasus Pastor Koh

KASUS lenyapnya Pastor Raymond Koh masih menyisakan misteri. Sejak diculik pada 13 Februari lalu di Petaling Jaya, Malaysia, keberadaan pria 67 tahun itu belum diketahui. Tapi, Jumat pekan lalu, Polisi Diraja Malaysia mengungkap temuan baru. Fadzil Ahmat, kepala divisi investigasi kepolisian Selangor, mengatakan taktik yang digunakan dalam penculikan Koh sama dengan operasi polisi.

"Semua operasi polisi terorganisasi. Dari video ini (rekaman kamera pengawas), kami melihatnya seperti operasi polisi," kata Ahmat, seperti diberitakan The Star.

Pastor Koh diculik dari mobilnya sekitar pukul 11.00 saat dalam perjalanan ke rumah seorang teman. Kamera pengawas yang merekam kejadian itu menggambarkan Koh dibawa sekelompok pria bertopeng. Polisi hingga kini belum menemukan pelaku penculikan. Motif penculikan juga masih gelap karena para pelaku tidak meminta tebusan kepada keluarga pastor tersebut.

Selain polisi, Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) menyelidiki kasus ini. Suhakam mengusut keterkaitan antara penculikan pastor Koh dan lenyapnya aktivis sosial Amri Che Mat serta Pastor Joshua Hilmi dan istrinya, Ruth Sitepu.

MYANMAR
Pemulangan Pengungsi Rohingya

PEMERINTAH Myanmar dan Bangladesh telah meneken sebuah nota kesepahaman untuk memulangkan ratusan ribu pengungsi Rohingya ke Negara Bagian Rakhine di Myanmar.

"Kami siap membawa mereka kembali sesegera mungkin," kata Myint Kyaing, Menteri Tenaga Kerja, Imigrasi, dan Kependudukan Myanmar, kepada Reuters, Jumat pekan lalu.

Lebih dari setengah juta orang Rohingya menyelamatkan diri dari tindak kekerasan militer Myanmar sejak Agustus lalu. Mereka memadati kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus